My Name is Haru

Kingkin Prasetijo
Chapter #1

My name is Haru 1

Namaku Haru Mahendra, orang memanggilku Haru. Beberapa bulan lalu aku baru ulang tahun ke 16. Umur tanggung untuk seorang laki-laki, masih dianggap anak kecil belum dipercaya. Apalagi aku termasuk berandalan yang sering membuat ibu menangis dalam diam. Membuat guru-guruku di SMA Widya Wacana gusar, menahan emosi. Kalau guru boleh menampar atau menghajar muridnya, mungkin pak Purwoko akan dengan senang hati melakukannya. 

"Berandalan kayak kamu, apa yang kamu banggakan?" Teriak guru olahragaku itu jengkel. 

Apa yang kubanggakan? Banyak Pak! Bapak lihat dong, aku ganteng, otakku cerdas, aku juga jago basket, bapakku kaya paket lengkap kan? Jawabku lantang, sayangnya beliau tidak mendengar karena aku menjawab hanya dalam hati. Aku tidak mau membuat masalah baru, setelah aku hampir tidak naik kelas. 

Katanya cerdas, kok bisa hampir tidak naik kelas? Panjang ceritanya, capek kalau harus menjelaskan sebabnya. Mengingatnya saja aku malas! Mengingat peristiwa itu sama artinya aku harus mengingat ibu menangis kecewa. 

"Kenapa Mas, bagaimana bisa nilaimu menjadi seperti ini?" Keluh ibu saat bu Netta wali kelasku menunjukkan hasil belajarku. Ingin rasanya aku melempar buku rapor berwarna merah itu di depannya. Bagaimana mungkin nilaiku menjadi penuh warna seperti itu, sementara semester lalu aku peringkat satu di kelas? Dan apa tadi bu Netta bilang, aku hampir tidak naik kelas? Pertimbangan dari mana bisa seperti itu, konspirasi macam apa ini!

Aku Haru tidak naik kelas, dunia mau kiamat. Aku lulusan terbaik dari SMP negeri di daerahku. Aku bahkan diterima di SMA Negeri 1, sekolah favorit di kabupaten tetapi aku memilih SMA ini. Aku ingin lebih merdeka, jenuh sekolah negeri. Aneh ya? Terserah, itu faktanya. 

Pengin tahu kenapa aku hampir tidak naik kelas? Aku menantang guru olah raga muda yang sok wibawa dan berkelakuan genit di depan murid cewek. Aku marah bukan karena cemburu, aku hanya tidak suka caranya memandang teman-teman cewekku. Pandangannya mesum! 

Guru itu akhirnya dikeluarkan karena laporan beberapa murid, tetapi katanya tindakanku tetap tidak dibenarkan. Lalu, apakah benar yang mereka lakukan? Mengolah nilaiku menjadi seperti itu? Oke, demi ibu aku mengalah. Angka tidak penting untukku, dari sekolah dasar aku sudah membuktikan itu semua.

"Ru, tangkap!" Teriak Putra. Buukk, terlambat sadar, bola basket merah itu mendarat di kepalaku. Badanku limbung, Putra berlari menahan tubuhku sebelum sempat menyentuh lapangan. 

"Kamu gak apa-apa, Bro?" Sial, memalukan banget! Haru si jago Basket, tergeletak karena bola basket. 

"Gak apa-apa!" Sahutku dengan kepala klinyengan. Aku sempat menolak bantuan Putra. Gak boleh pingsan, harus kuat. Bangun Ru, tengsin tahu! 

"Apes benar Bro, bonyok muka gantengnya hahaha," Tawa membahana terdengar. Bramantyo, cowok kelas sebelah, keponakan Kasek yang sok jago, terbahak-bahak dengan gerombolannya. Darahku mendidih, tanpa mempertimbangkan kepala yang masih pusing aku segera bangun.  

"Tenang, gak usah terpancing. Hanya omongan kampret gak usah didengerin!" Putra menarik tanganku. Kutepis tangan sahabat terbaikku itu, sial dia tidak mau melepas pegangannya."

Lepasin Put, biar aku hajar mereka!" Bentakku emosi. Putra malah tertawa, punggungku ditepuknya keras.

Lihat selengkapnya