Putra masih sempat melempar senyum penuh arti padaku sebelum memperkenalkanku pada beberapa teman di sana. Daniel, Andre dan Wawan, menyambutku dengan ramah, lumayan tambah teman baru.
Acara dimulai beberapa menit kemudian, songleader mengawali dengan sapaan hangat yang disambut dengan meriah. Mereka pun menyanyi dengan antusias, tepuk tangan membahana seiring dengan suara musik yang terdengar. Semua bergembira, senyum mengembang di wajah-wajah cerah mereka. Hangat dan menyenangkan.
Kok rasanya lain ya? Seperti sedang beribadah di gereja yang denominasinya berbeda dengan gereja kami. Padahal kami sama, kami berada dalam lingkup persekutuan denominasi yang kaku, sangat protokoler.
Selanjutnya mbak Arcane menyampaikan materi tentang pemulihan gambar diri. Materi yang lumayan berat itu disampaikan dengan cara ringan dan santai, tidak menghakimi.
"Kadang tanpa kita sadari kita marah karena sesuatu hal, ujungnya benci dan dendam menguasai hidup kita. Terus mengubah perilaku kita. Merasa gak, kalau sikap kita berubah setelah mengalami sesuatu? Misal, rumah ramai Bapak Ibu sering berantem terus kita ngapain? Diam saja, atau pergi dari rumah menghabiskan waktu dengan teman-teman? Atau kita dihina orang, diam saja, melawan atau ngapain?" Perempuan muda itu melempar pertanyaan yang aku yakin dia tidak membutuhkan jawaban kami.
"Kira-kira enak gak menyimpan marah itu?" Lagi-lagi tanya yang tidak perlu dijawab. Kuperhatikan wajah audien yang lebih banyak diam sambil manggut-manggut, gak tahu mereka ngerti apa tidak.
"Setiap kita mempunyai luka dalam hati yang karena banyak sebab. Mungkin kita tidak menyadari atau tidak peduli dengan itu semua. Ketidakpedulian yang berdampak panjang, melukai hati kita dan membuatnya rusak." Aku terhenyak, apa maksudnya? Sakit hati, membuat hati dan hidup kita rusak? Apa aku pernah mengalaminya.
"Dan kalau hati kita rusak, bagaimana menyembuhkannya? Datang dan minta Tuhan melakukannya untuk kita. Aku bersyukur, Tuhan memulihkanku, menyembuhkanku dari sakit perasaan, di sini ini!" Dia menunjuk dada dan kepalanya dengan senyum kemenangan. Damm, senyumnya membuat jantungku berdetak makin kencang. Ada apa denganku? Mata kami bertemu, dengan cepat aku membuang muka, malu.
GR, kebetulan saja matanya terarah padaku atau mungkin kearah Daniel yang ada di sebelahku, bukan sengaja melihatku. Dia kan gak kenal aku? Mataku kembali fokus padanya, gadis mungil dengan ekor kudanya. Tidak ada yang istimewa, wajah dan penampilangnya biasa saja, tetapi entah kenapa aku suka melihatnya.