Anton's POV
"Sudah. Tante Mawar yang membantu!" ucap Keysha, anak semata wayangku dengan cengiran khasnya. Aku langsung menoleh ke arah Mawar beberapa detik, ia sudah terlalu banyak mengurus Keysha selama ini. Hanya dialah yang mengerti apa yang Keysha suka atau tidak, sementara aku yang notabenenya adalah orangtua Keysha hanya bisa menafkahinya saja.
Terkadang aku merasa kasihan pada Keysha, ia tidak mendapat perhatian lebih sebagaimana mestinya orangtua beri. Aku juga sedih dengan semua takdir yang kumiliki, aku ingin mengubahnya, tetapi aku tidak bisa melakukan semua itu. Tuntutanku yang lain membuatku terkadang tak bisa banyak berpikir untuk nasib Keysha di masa mendatang. Padahal, akulah orang pertama yang seharusnya memikirkan kesehatan mental Keysha saat ini. Aku tidak ingin Keysha kenapa-kenapa, tetapi bodohnya aku pun tidak bisa melakukan apa-apa.
"Oh, ya sudah. Ayo kita makan, kamu pasti lapar, kan?" tanyaku gemas, ia langsung blushing mendengar perkataanku barusan. Ah, Keysha memang cocok sekali dijadikan bahan godaanku setiap hari. Anak yang manis, aku ingin ia terus seperti ini, selalu menggemaskan hingga kapan pun. Kuharap senyum manis di pipi gembulnya tidak akan hilang, aku akan membuat senyum itu terus merekah sampai kapan pun. Karena hanya Keysha yang kupunya di dunia ini selain keluarga kandungku—yang sama sekali tidak pernah memahamiku. Hanya Keysha yang bisa memahamiku, meski aku pun tidak bisa memahami dirinya. Gadis kecil paling berharga di hidupku.
"Iya, lapar." Karena terlalu gemas, aku mencubit pipi gembulnya itu. Tidak terlalu kuat, hanya sedikit cubitan dengan kasih sayang tentunya. Ia selalu tersenyum ketika kugoda, itulah mengapa aku sangat suka sekali membuatnya seperti itu. Keysha selalu bisa menenangkan hatiku di kala sendu, ia adalah obat terbaikku, dan aku bersyukur telah memilikinya.
"Keysha mau lauk apa?" tanya Mawar seraya mengambil lauk-pauk untuk Keysha.
Mawar adalah pembantu di rumahku, tidak hanya pembantu saja, ia juga mengurus semua keperluanku dan Keysha. Terutama Keysha tentunya, Mawar memberi Keysha kasih sayang lebih. Entahlah aku harus memuji Mawar untuk semua yang telah ia berikan kepada Keysha, atau malah membenci Isma karena perilakunya yang sangat di luar batas sekali.
Isma memang ibu Keysha, tetapi ia sama sekali tidak memiliki peran apa pun dalam tumbuh kembang Keysha sendiri. Ia hanya peduli dengan dirinya, tidak pernah memikirkan Keysha atau pun aku. Padahal kami berdua sangat membutuhkan sosok Isma di hidup kami.
Memang benar jika dia ada di rumah ini, tetapi tetap saja ia tak pernah tinggal di hati kami sedikit pun. Aku juga jarang sekali melihatnya di rumah, entah ke mana dan apa yang dia lakukan, aku tidak tahu. Aku tak ingin menanyakannya, karena aku tahu dia akan marah dan melampiaskan itu pada Keysha atau Mawar. Lama-lama aku merasa kalau Isma sudah mengalami gangguan kejiwaan. Setiap saat dia marah entah karena apa, tidak pernah dipicu masalah apa pun, dia tetap saja meledak.
Aku semakin kecewa akan sikap Isma yang di luar batas seperti ini. Muak sekali rasanya jika terus-menerus membiarkan dirinya mengulang-ulang kesalahan yang sama setiap saat.
"Mau ayam goreng aja!"
"Ayo, sini Tante suapin."