Perkenalkan namaku MAWAR ANASTASYA, tetapi cukup memanggilku dengan sebutan Mawar. Aku berumur 25 tahun, dengan tubuh mungil dan kulit kuning langsat. Saat ini aku bekerja sebagai pembantu di salah satu kompleks elit Jakarta. Keseharianku selalu sibuk mengurus rumah beserta isinya. Terkadang tak ada waktu untukku beristirahat, walau hanya beberapa detik saja pun tidak bisa. Namun, beginilah nasibku, bekerja dengan orang lain tanpa harus membantah sedikit pun. Demi mendapatkan uang, aku harus rela bekerja dari pagi hingga malam hari di sini. Untunglah aku diberi tempat tinggal di rumahnya, jika tidak, mungkin aku sudah pontang-panting hanya untuk bekerja sebagai pembantu di rumah ini.
"Mawar!" teriak seorang wanita dengan lantangnya padaku. Aku sudah terbiasa mendengar suaranya yang bernada tinggi seperti ini.
"MAWAR!" teriaknya lagi dengan nada yang lebih tinggi, aku segera berlari menghampirinya. Jika saja aku sedikit lamban, pasti ia akan memarahiku habis-habisan. Dan aku tidak mau itu terjadi.
"Iya, Bu," ucapku pelan. Aku cukup tahu diri menjadi pembantu di rumahnya, ketika ia marah dengan kesalahan yang tidak kulakukan pun, aku hanya bisa diam menerimanya. Toh, majikan yang berkuasa di sini, sedangkan aku hanyalah seorang pembantu.
"Kamu ini dipanggil nggak dengar-dengar. Pakai telinga kamu dong!" ucapnya dengan nada marah. Seperti inilah dia, selalu marah. Padahal sesuatu yang tergolong kecil sekalipun ia besar-besarkan. Untung saja aku yang bekerja di rumahnya ini, kalau orang lain pasti sudah mengundurkan diri dari dulu. Aku tahu ia majikan di sini, tetapi terkadang kelakuannya sangat keterlaluan. Ia bisa marah tanpa sebab, bahkan mengancam akan memecatku. Aneh sekali, permasalahannya juga aku tidak tahu. Ia menganggapku seperti cenayangnya saja.
"Iya, Bu, maaf," jawabku untuk meminta maaf.
"Maaf-maaf saja yang kamu bilang, cepat hidangkan makanannya. Sebentar lagi suami dan anak saya pulang!" suruhnya dengan nada tegas.