***
“Denger-denger, dari kelas sebelah si Arnanda Ashaffa udah balik ke sekolah kita.” Gadis bernama Nasywa yang sedang memegang bedak dan sedikit menambahkan make-up itu memulai lebih dulu.
“He`em, katanya kemarin udah ngelawan pak Lutfi aja tuh. Baru juga masuk, udah songong lagi,” tambah Bitha dengan perawakan kurus kerempenganya, berdiri di samping Nasywa.
“Gue denger juga, bakal wakilin pertandingan taekwondo lagi.” Timpal Muthia menepuk pundak cowok di depannya.
“Anjir, bareng sama Si Singa dong? Yakin tuh? Hahaha. Gak bisa bayangin,” Apis yang baru ditepuk langsung berkomentar sekenanya.
“Kayaknya bakal ada perang saudara–gila bakal kocak nih. Dulunya kan homo, malah dipasangin sama singa dari kutub. Hahaha,” sahut Haqi terkekeh bersamaan dengan yang lain. Lorong nampak ramai, dengan isu hangat.
Gonjang-ganjing tentang Arnanda menyebar dengan cepat. Terutama dari sekumpulan cewek penggila gossip, terlebih objeknya cowok ganteng berhias dompet tebal. Bukan hal aneh sebenarnya. Beberapa cowok juga ikut menggunjing. Hampir satu sekolah saat ini menggunjingkan seorang Arnanda. Cowok perawakan delapan belas tahun yang memiliki wajah rupawan, dan berasal dari kalangan tajir. Tentu setiap gerak-geriknya menarik banyak perhatian.
Belum lagi, tentang konvensi menyebalkan yang terjadi antara Arnanda dan Elza, cewek manis yang juga mengerikan lumayan disegani dan disukai banyak cowok. Bukan hanya karna itu, mereka seakan layaknya monster sampai tidak sedikit yang mengikuti ekskul taekwondo buru-buru mengundurkan diri, tak mau berhadapan langsung dengan Arnanda. Tampang rupawan, hatinya blasteran iblis–itu julukannya Arnanda.
Disamping itu ada isu angin lewat yang sering mengatakan kalau Lila dan Aska berpacaran, atau hanya sekedar Aska yang termasuk most wanted itu tengah mengejar-ngejar cewek cantik berparas jepang-indo. Tapi nahasnya cinta Aska terhalang hubungan LDR dari Lila dan Alano. Sambil sesekali menyangkut pautkan tentang hubungan Fairuz dan Vicki yang sering membuat sekolah ribut dengan kehadiran mereka.
Elza tampak tidak ambil peduli dengan tanggapan teman-temannya. Elza berjalan menyusuri koridor sekolah. Waktu istirahat, dia habiskan untuk melatih skill taekwondonya agar tidak tertinggal dari Arnanda. Hal ini memang tidak berkaitan dengan hidup dan matinya, tapi inilah sensasi remaja. Berbeda.
Cewek bermata bulat dengan iris cokelat itu menghela napas begitu sampai di depan kelas. Telinganya bengkak setelah mendengar isu-isu atas dirinya dan Arnanda. Elza ingin membuktikan bahwa Arnanda tidak ada apa-apanya.
Kedua pipinya menggembung kesal saat Ismi menatap goda, disamping kanan-kirinya sudah ada cewek. Izzul dan Bella. Yah, tampang ganteng adem. Berpredikat playboy yang menempel pada Ismi membuatnya bergidik jijik, tak minat. Cowok itu selalu digilai cewek-cewek, dan menempel padanya.
Benar kalau jatuh cinta tidak pernah ada di dalam rencana manusia. Cinta itu tak butuh jadwal untuk kapan akan hadir, dan juga kapan akan pergi. Hanya saja, seringkali tak bisa menerima disaat itu juga.
Masuk kelas, Elza disuguhi kedua temannya yang sedang saling melotot. Dorong-dorongan sambil memperdebatkan idola siapa yang paling ganteng. Ini bukan hal baru. Elza berharap setidaknya bisa berada keluar dari situasi ini.
“Mata lo picek atau buta? Jelas-jelas gantengan Shoto Todoroki. Cool gitu, sama action-nya beneran. Sok-sokan bandingin dia sama Kirito. Si Kirito cuman main game doang. Beda lagi kalo lo bandingin Tenki no ko sama Kimi no Na wa, gue sih lebih dukung Tenki no ko, bucinnya gak biasa.” Fairuz yang memulai. Cewek yang rambutnya digerai rada keriting itu bertolak pinggang.
“Lo gak liat season satunya? Kirito itu kuat, so sweet, setia lagi sama Asuna. Baru season satu udah pertaruhin nyawa. Halah, Shoto cuman jelas aja action-nya. Juga bucin lo itu gak level sama bucin gue. Gak biasa dari mana? Bucin bikin banjir aja kok bangga. Bagus Kimi no Na wa lah, nyesek gitu tapi cintanya tulus sampe nyelamatin banyak nyawa,” Lila tidak kalah berang.
“Hish, besok gue bikin cinta sampe dunia hancur baru tau rasa kalian.” Desis Elza barusaja tiba.
“Lo!!”
“Putri, Rahma. Kalian jangan ribut gegara anime doang. Mereka tuh sama-sama punya pesona sendiri. Lama-lama gue nyanyiin 'Berantem jangan berantem…'”
“Begadang, woy!”
Niatnya mau menyelesaikan, salah lirik, Elza justru dibentak kedua temannya. Cewek itu menutup kuping yang terasa pengang.
“Gue, Lila.”
“Gue, Fairuz.”
“Oke, itu maksud gue.” Elza menyedot jusnya dalam-dalam. Tidak tersinggung walau sering dijahati teman-temannya. Orangtuanya bilang Elza anak tegar dan kuat. Buktinya, walau sering ditindas gara-gara tidak bisa mengingat wajah orang, Elza tetap mau bersekolah. “Jangan berantem lagi, sekarang gue mau curhat soal si Lukman,”
“Arnanda,” Lila meralat.
“Bodo amat soal nama dia, wajah aja kagak inget. Sekalian gue kasih nama…mmpphh…Curut aja biar gampang.”
Elza tertawa sendiri, saat kedua teman dan penghuni kelas justru mengatupkan bibir rapat-rapat. Merasa angin yang berhembus membuat tengkuknya merinding, dia berbalik kemudian menedongak. Melihat seengok rompi yang disampirkan dipundak.
Arnanda berdiri di depannya sambil melotot, ngeri.
Elza menggigit bibir bawah, kemudian meralat. “Gue kasih nama…Cowok jagoan deh,” cicitnya takut, tak mau berurusan lagi dengan cowok bernama Arnanda itu.
“Curut?” Tawa jahat merebak dari bibir Arnanda.