***
Kelas 12 MIPA 2 ramai pagi itu. Walau bukan hal baru karena dari awal semester saja kelas ini sudah rusuh tak karuan, memang bukan hanya kelas ini, melainkan dua kelas yang membuat angkatan berseragam rompi kumpul.
Kayl kembali memegangi sapu ijuk, menyanyi dengan nada tinggi penuh penjiwaan. Arkan Si Pelawak juga kali ini jadi backsound, maksudnya ingin jadi beatbox walau yang ada ludahnya malah muncrat ke mana-mana. Sementara Fairuz, Ghaida, Vicki, Hanif, dan Zahra di posisi seperti biasa, jadi penari latar Kayl.
“YAK, MIPA 2, 3 DIGOYANGGG!!” Teriak Hanif kesetanan, kini sambil memegang kembang yang seharusnya ditaruh di pot gantung dijadikan pom-pom.
“E E E BANG PAIJO!” Teriak Kayl mengawali.
“PAIJO PAIJO DITINGGALKE BOJONE!” Fairuz ikut teriak kerasukan.
“ASEK!”
“PAIJO PAIJOOO…,” teriak Kayl bermaksut memanggil Pradig yang disibukkan dengan bermain game dibangkunya.
“ASEK, ASEK! JOS!” Mereka kembali mengulang sambil sesekali memutar-mutarkan rompi kegirangan kesetanan.
“PAIJO DITINGGALKE…,” pekik Kayl menyanyi lagu kesukaannya itu. Paijo dari Zaskia Gotik. Fairuz menggoyangkan rambut panjang keritingnya dengan brutal, begitu juga dengan Zahra. Vicki dan Hanif berteriak-teriak rusuh, sementara Ghaida dan Arkan berjoget tak jelas.
Para murid yang lain mendengar kerusuhan teman mereka pun tak menegur karena sudah terbiasa. Kini Si Teladan Nabila, dan Firdiv malah menertawakan mereka dengan keras.
Lila yang sebangku dengan Aulia sudah sibuk menyalin PR dengan Izzul dibangku Rehan. Neysa ada di belakang meja Fahreza yang sama rusuhnya disibukkan bergosip dengan Aurora dan Inez membahas trik make up baru dari seorang Youtuber. Sementara Tisia, dan Fina sibuk bermain bersama Radit dan disampingnya ada Azwir mencoba tidur di dalam kelas yang rusuh ini.
“LANJOOT!” Suara Zahra melengking, rambut mereka acak-acakan.
Bersiap ke lagu berikutnya. Tapi gadis bernama Zahra itu merasa ada yang menepuk-nepuk pundaknya, membuatnya mengernyit dan menoleh ke belakang.
“HUAAAH!”
Jerit Zahra histeris refleks seperti melihat setan lalu menutup mulut dengan telapak tangan dan menjatuhkan kemoceng di tangannya begitu saja.
Tawa satu kelas langsung meledak kompak. Fatur berdiri di belakang Zahra, tersenyum samar. Yang kemudian menggeleng-geleng pelan tanpa suara dihiasi rompi yang masih dipakai rapi.
“Ayo lagi, Zah! Lagi!” Goda Kayl bersemangat. Hanif sekedar melirik tajam, kesal. Pertarungan sengit dalam diam.
“Woi, babak kedua. Babak kedua!” Kata Arkan mengikuti.
Zahra merutuk. Dia langsung membalikkan tubuh jangkung Fatur membelakanginya, terus berbalik menatap teman-temannya. Gadis itu mengumpat kasar tanpa suara dengan kesal, membuat yang lain tertawa geli tanpa dosa.
“Ayo, ayo pergi.” Kata Zahra langsung mendorong Fatur agar keluar kelas dengan segera. Fatur malah tertawa dengan pasrah didorong paksa gadis itu keluar kelas.
Zahra malu setengah mati, cowok yang gak kalah playboy dengan Ismi ini telah menjadi pacarnya dan barusaja melihat sikap konyolnya di depan kelas. Malunya tuh sampe ubun-ubun.
“KAAYYYL!! Lo sengaja nyanyi Paijo mulu, kan? Kampret lo. Muak gue dengernya! Ikut gue, biar gue ajari cara ngeja nama gue.” Kini giliran Pradig yang sudah kehilangan kesabarannya. Ia sedaritadi sadar, kalau Kayl memanggil-manggilnya dengan sebutan Paijo dari kemarin.
Lalu selang semenit, Pradig juga menyeret Kayl keluar kelas disisi yang sempat berpas-pasan dengan Zahra dan Fatur.
“Wah, pada lagi gila cinta, nih.” Ghaida menengahi pandangan mereka yang mengikuti arah Pradig dan Kayl yang baru saja keluar.
“Elo nya aja yang gak punya perasaan.” Ledek Arkan diikuti sorakan dari seisi kelas.
Kelas ini sering dijuluki kelas pemersatu angkatan dari dua kelas yang bobrok sisa warisan rompi–panggilanya cukup menjabarkan maksud tertentu. Isinya cowok-cowok ganteng dan cewek-cewek cantik yang hits. Tapi kalau sudah berkumpul mereka bisa ramai tak karuan, tertawa-tawa tanpa henti.
Lain halnya dengan keadaan kelas sebelah yang sekarang. Berisi beberapa orang, hanya tersisa empat sampai lima orang saja di sana. Dan di sana terselip Elza yang mati-matian jadi babu sementara Arnanda, sedang mengerjakan tugasnya.
“Njir, kasian Elzanya.” Bela Jimi baru saja datang dari kelas lain, dan langsung menuju tujuannya yaitu meja guru. Ini sudah orang keberapa yang mengasihani Elza tapi Arnanda tak goyah sedikitpun untuk memperbudak Elza.
“Tangan gue keriting bocah!” Decak Elza menunjukkan telunjuknya yang bengkak.
“Suruh siapa baku hantam sama motor, headphone gue? Tangan lo kriting mendingkan daripada masuk penjara?” Balas Arnanda tak peduli.
Dan yang duduk di paling pojok hanya ada Fatih yang tertidur pulas. Tak lama, Azwir masuk. Merasa sumpek di kelasnya.
“Eh, Za?– Gue numpang tidur.” Azwir sepintas ingin bertanya kenapa Elza disini, tapi tatapannya sudah terlanjur berapapasan dengan lirikan tajam Arnanda. Ia segera mengambil bangku terdekat dan memposisikan diri senyaman mungkin untuk tidur.
Elza sekilas menoleh sebentar, lalu memeriksa wajah itu di sketchbooknya. “Kelas sumpek lagi, Zwir?”
Elza berhasil memanggil dengan benar, tapi dengan syarat melihat gambarannya dulu.
“Ha`ah,” Azwir tampak kaget dengan panggilan Elza, lalu ia sadar kalau Elza barusaja melihat gambaran wajah di sketchbook. Sanjungan yang ia harapkan pupus seketika.
“Diem aja lo, kalo pengen cepet selesai.” Sentak Arnanda menunjuk-nunjuk kertas tugas di hadapan Elza. “Cih,” Elza tak mau ambil emosi lagi. Lelah dengan debat tak berujung.
“Dah nih. Gue balik, untung besok masuk karantina. Muak gue lo suruh-suruh mulu,” Elza menggebrak meja, tanda selesai. Arnanda yang sibuk dengan hpnya itu mengangguk membiarkan Elza keluar kelas.
Suasana kelas masih seperti semula, tak pandang lelah setelah berganti-ganti babak nyanyian. Elza segera duduk dibangkunya. Baru juga duduk sudah merasa terganggu dengan keramaian dan keributan ini, ia butuh tidur setelah begadang menyelesaikan satu novel dalam semalam.
“Berisik, ah.” Elza menyumbat kedua telinganya dengan earphone dan mencoba tenggelam dalam alunan itu untuk tidur. Perlahan pun ia terlelap.
***
Selang beberapa menit, Aska masuk di sela-sela keramaian kelas. Ia menghampiri Lila yang tengah asyik bercerita dengan Izzul setelah selesai menyalin PR mereka.
“Minggir,” usir Aska pada Izzul.
“Enak aja, lo ngusir-ngusir gue.” Izzul melotot tak terima.
“Gue lagi butuh dia, bukan elo.” Ketus Aska.