A-Teen

Zzardna
Chapter #13

ー||ー

***

“Ma, aku berangkat!” Pamit Elza di pagi hari, ia sudah bersiap.

Ini hari terkahir pelatihan mereka. Besok karantina sudah dimulai. Debaran ini tak pernah hilang, rasa ingin menang dan hasrat menikmati suasana di atas arena sudah melonjak tak sabar. Debaran yang aneh saat semua orang bersorak, pikiran yang bergulat bersamaan fisik yang menyerang. Di atas sana, hanya dirimulah yang menjadi penentu dimana kau akan berada.

Embusan angin menerpa kulit Elza membuat gadis yang menguncir rambutnya tersebut memejamkan mata. Seorang cowok melewatinya, berhenti sejenak menikmati pemandangan itu. Perlahan gadis itu membuka matanya diiringi dengan embusan napasnya. Matanya bertemu dengan manik mata cowok itu.

“Ayam copot! Kaget gue.” Latah Elza langsung menampar Saga tak bermaksut. “Aduh, buset, Za. Kekuatan elo beneran blasteran singa. Wajah aja polos, kelakuan barbar.” Saga mengaduh, memegang pipinya.

S-sori, sori. Gue gak tau.” Elza menahan tangan Saga, berniat melihat pipi yang barusan ia tampar itu. “Gak papa.” Saga tersenyum miring. Elza merasakan hal yang sama seperti kemarin sore. Dan langsung melepasnya, melanjutkan jalan.

“Besok mulai karantina, kan?” Mereka berjalan beriringan. Dijawab anggukan. “Kalo gue jadi lawan Arnanda, lo bakal dukung siapa?”

“Ha? Lo kan di pihak kita, gimana ceritanya nanti.” Elza tak mengerti arah bicara Saga. Ia tersenyum kecut.

“Okeh, bawa emas! Lo menang, gue traktir. Ya, bego?” Saga merangkul leher Elza layaknya teman akrab. “H-hoi, ini tangan lo gue gigit nih.” Elza lebih peduli dengan kelakuannya sekarang. Tak begitu memikirkan omong kosong yang Saga ucap tadi.

“Idih, Si Bego belum sarapan nih? Main gigit aja.” Saga mengejek Elza ringan. “Pinter, ya lo. Gue butuh tangan lo buat gue makan!” Elza sudah menganga, berniat menggigitnya dengan sangat kuat.

Saga mengindar duluan dan menyembunyikan tangannya di balik rompi seragamnya. “Gila, lo. Mau makan tangan gue,” Saga sudah bergidik ngeri, merasa kalau Elza kali ini akan menghabisinya.

“Emang gila. Nedi, lo pernah ngerasaain kayak gini gak?” Elza bertanya ragu-ragu, terlihat jelas bahwa ada semu merah di pipinya. Ia memutuskan mengambil topik yang sedari kemarin ia pendam.

“Hm? Jadi, lo ngerasain juga? Bagus deh, gue gak malu-maluin kalo gue udah ngajak lo nge-date besok.” Saga tersenyum sumringah, Saga berniat menyatakan sesuatu yang juga membuat degup jantungnya sering tak menentu. Begitu juga dengan Elza yang tentang masalalunya.

“Yah, asal lo yang bayar gue mau.” Kekeh Elza ringan tak peduli apa maksud asli dari Saga, dan dalam hati ia sujud syukur bisa bertemu teman lama seperti ini. Meski ingatannya masih juga tak kembali.

“Idih, utang namanya. Dasar,” Saga menjitak jidat Elza dan melarikan diri. “Kejar gue, biar lo gak jadi utang.” Saga menjulurkan lidahnya sudah lari menjauh. Akhirnya mereka kejar-kejaran sampai di sekolah.

“Besok, kumpul jam 4 subuh disini, inget jumlah kalian 26 orang yang ikut perlombaan. Bapak akan absen sekali lagi, Lcc ada Aurora, Zahra, Rehan, dan juga Hanif. Tim Voli ada Nabila, Ghaida, Firdiv, Izzul, Kayl dan Neysa. Panahan, Lila, Aska. Renang, Fairuz, Vicki. Taekwondo, Elza, Arnanda. Dan Tim Basket, Akbar, Azwir, Ismi, Fahreza, Nadhif, Pradig, Aji, Arkan, Rafa dan Fatur. Sudah ingat?”

“Perlombaan di adakan di gor UGM, Jogjakarta di sana akan diberi arahan langsung. Dan kita diberi fasilitas hotel di Porta. Kalau ada yang nyasar segera hubungi penanggung jawab senior perbidang masing-masing! Semua perlombaan dan pertandingan harus sportif, juga usahakan bawa pulang emas. Karantina akan berlangsung sekitar setengah bulan, dan hari pertandingan hanya tiga hari berturut-turut. Sekian, ada yang ditanyakan?”

Mereka ber-26 mengangguk-angguk paham dengan yakin, dan penuh percaya diri. Para senior yang dimaksud adalah beberapa guru magang yang memang di tempatkan di setiap bidang ekskul. Perasaan tegang dan penantian tergambar jelas diwajah-wajah antusias mereka. Setelah pemberitahuan itu, mereka di wajibkan pulang lebih awal. Masa karantina selama kurang lebih setengah bulan, cukup lama.

“Za! Gue temenin gak?” Tawar Lila dengan senyum semangat. Dijawab cepat dengan gelengan kepala Elza. “Ada yang nungguin elo, tuh.” Elza menunjuk seseorang yang memang sedaritadi menunggu mereka di sana.

“Hah?! Alano?!” Lila tersentak kaget setengah mati begitu juga dengan Elza yang ada disampingnya. Bukan karena keberadaannya Alano, tapi suara lengkingan Lila yang bisa bikin budek seketika.

“Gue masih sayang sama kuping gue…” Elza menutupi kedua telinganya membiarkan Lila bergulat pada perasaannya yang campur aduk.

“Yo! Lil, Za?” Sapa Alano turun dari motornya. Mendatangi Lila dan melirik sekilas ke Elza yang mati-matian menutupi telinganya yang masih penging.

“Lo teriaknya gak bisa santé dikit apa, kayak habis liat setan aja. Gebetan lo juga–“ Decak Elza berbalut emosi itu tertahan melihat pemandangan dimana ia menjadi jones disini.

“Lan, gue kangen.” Lila memeluk Alano, berbalas.

“Dasar, lo kayak ngelihat setan tadi.” Senyum hangat Alano terukir sempurna.

“Elo sih, gak bilang-bilang kalo kesini. Bikin gue sport jantung.” Ia melepas pelukannya, melihat wajah Alano dengan seksama.

“Pulang gih, besok lo juga ke Jogja, kan? Niatnya sih gue mau jemput elo. Tapi gue lupa kalo elo rombongan lomba.” Jelas Alano seadanya.

Lila menjawab dengan anggukan, menerima apapun penjelasan dari Alano. Wajah cantiknya tersulur poni imut di puncuk wajahnya.

“Hadeh, gue kayak Canting. Kuku yang tumbuh diantara daging yang seharusnya bersatu.” Celetuk Elza membuat mereka tertawa sekilas. “Duluan sana, jangan sampe ke maleman!” Ujar Elza mendorong Lila, untuk tak perlu mengkhawatirkannya.

“Lo kayak mak gue, Za.” Lila terharu mendengar nasihat dari Elza yang sangat langka ini.

“Gue bawa balik, cewek gue.” Pamit Alano menyerahkan helm pada Lila. Dijawab anggukan santai dari Elza.

“Heh,”

“Hm.”

Elza menjawab singkat, sudah bisa menebak siapa yang memanggilnya dengan panggilan ‘Heh’ yaitu Arnanda.

“Ikut gue,”

Yeah, akhir-akhir ini mereka memang sering bersama. Meski dengan cara yang berbeda. Seperti Elza yang harus mengerjakan hukuman apapun bentuknya dari para guru yang ditujukan pada Arnanda.

Lihat selengkapnya