A-Teen

Zzardna
Chapter #21

ー||ー

***

Seperti hari-hari sebelumnya, sekarang pun perjalanan menuju gor sudah seperti berangkat dan pulang sekolah. Kali ini bedanya Elza berjalan bersama Saga. Sebelumnya Arnanda sempat melarang dengan alasan Elza adalah jongosnya. Tapi dengan lagak songong yang dimiliki Saga, ia berhasil menarik Elza untuk jalan bersama di lintasan hari terakhir pelatihan.

“Za, ikut gue gak?” Bisik Saga pada Elza, ia menengok memasang wajah cengo memperjelas pertanyaan yang ada di benaknya.

Kemana?

“Ada lah,” senyum Saga merekah begitu saja, tangannya menarik lengan Elza antusias.

“Tumben lo gak segalak biasanya? Mood lo lagi baik?” Goda Saga masih menggenggam lengan Elza, ia sekedar menatap nanar. Lagi-lagi berharap kalau ingatannya bisa pulih, tapi tidak dengan kenyataan.

“Lah, gue kudu gimana?” Tanyanya menggoyang-goyangkan lengannya ingin dilepas.

“Tahan, hehehe.”

Tangan Saga menggait jari Elza, ia bergidik geli, dan tak nyaman. Niat mati nih bocah.

“Gak beres otak lo,” Elza menoyor kepala Saga yang berhasil ia hindari meski Elza juga mengikuti arah tarikan tangannya.

“Lo gak bakal bunuh gue, atau gigit tangan gue lagi, kan? Eh, déjà vu gini.” Saga menggaruk rambutnya yang tidak gatal, tertawa kecil.

Elza memiringkan kepalanya, déjà vu? Apa mungkin, lelaki ini mengingat sesuatu di masalalu? Atau hal lain? Atau, memang harus begini kalau ingin ingatannya kembali.

Mungkin kali ini benar, lelaki ini kemungkinan bisa mengembalikannya…semoga....

Elza meyakinkan diri, dan melepas tangan Saga yang masih memaksa untuk bergandengan.

“Za?!”

Panggil seseorang dari arah belakang mereka, kak Rangga.

Mereka menoleh, “Kalian juga bolos di latihan terakhir?! Caraka kemana, sampe biarin anaknya keluyuran!” Kak Rangga mendumel sendiri, kesabarannya sudah habis mengatasi anak-anak ini. Dibalas senyum miring dari Saga.

“Rafa? Berani bener lo, ikutan bolos.” Lagi-lagi Elza salah sebut nama,

“Rangga, Za. Udahlah, gue anter kalian balik latihan dulu.” Kak Rangga menggiring Elza dan Saga menuju hall beladiri. Elza bersungut malu, ditambah terciduk kalau ia bolos latihan.

“Eh, lo anak baru ntu kan. Gue kira lo gak ikut, gak keliatan dari kemarin,” dibalas cengir tak berniat menjawab dengan jujur.

Gelagat yang kak Rangga tunjukkan seperti menutupi sesuatu. Elza yang menyadarinya masih diam, niatnya tak mau ambil peduli tapi rasa ingin taunya sudah terlanjur tinggi. Sesampainya, kak Rangga langsung menemui sen Caraka dan senior lainnya,

“Huh, ada yang ganggu. Jadi gak bisa bolos,” decak Saga mengeluh setelah kak Rangga pergi, pandangan Elza masih mengikuti punggung kak Rangga.

“Besok sehabis pertandingan ya, bego.” Tangan Saga menepuk kepala Elza, reflek ditepisnya dan mengangguk mengiakan. Masih ingin mengetahui apa yang akan dilakukan kak Rangga kenapa bisa sampai di sini.

“Iya kalo lo masih idup,” ketus Elza moodnya berubah. Saga berdecak, memperhatikan punggung Elza yang menjauh menuju kumpulan di tengah sana.

“Wah…untung sayang, Za. Selamet nyawa lo, Nand. Gue masih bisa sportif di atas arena besok,” gumamnya sendiri, melangkah berlawanan menuju dojang Centauri.

“Lah, gak jadi bolos?” Tanya Arnanda meledek Elza yang bersungut masih memperhatikan bagian senior. Dengan gerak-gerik itu, Arnanda sudah menyimpulkan sendiri.

“Habis ke gayung? Aelah, ngenes mulu idup lo.”

“Berisik,” Elza kesal ikut memasang bodyprotector untuk latihan tanding kali ini.

“Njir, yakin lo Ngga’? Coba lo cek Ka’,” sen Oky menyuruh sen Caraka sambil menunjuk Arnanda dan Elza yang tak jauh dari tempat mereka.

“Wah, ngaco lo. Kali aja ada yang sengaja bikin Binusvi down,” sahut sen Rizal tak percaya pada penjelasan kak Rangga.

“Arnanda, Elza. Sini,” tangan sen Caraka melambai menyuruh mereka mendekat. Mereka sekilas bertatapan, saling bertanya dalam isyarat mata, denga malas mengangkat bahu tak tahu menahu, dan beranjak ke tempat sen Caraka.

Tak perlu basa-basi, tangan sen Caraka sudah nempel di kedua jidat anak didiknya ini.

“Buset, ngapain sih, sen?” Sentak mereka kaget.

“Nge-tes,” cengir sen Caraka puas dengan refleks mereka yang langsung menghindar dan waspada.

“Gak lucu, sen.” Decak Elza.

“Heh, lo tadi dari mana? Niat bolos? Mulai sekarang kalo ada apa-apa sama rival lo, elo yang tanggung jawab, Za.” Tuding sen Caraka pada Elza yang memasang wajah bingung.

“Hah? Kok gue? Y-ya tadi kan cuman jalan bareng sama yang lain. Tapi kenapa jadi gue yang nanggung kalo curut kenapa-napa, sen?” Sangkalnya mendapat tawa ejekan dari Arnanda yang berdiri disebelahnya.

“Ini hukuman lo–“

“Caraka! Buruan!” Teriak sen Oky dan sen Rizal sudah bersiap meninggalkan lapangan.

Iye! Inget, Za. Ini hukuman elo, gue sama senior lain kudu ke lapangan tenis. Inget!” Ulang sen Caraka menegaskan, dan langsung ngacir mengikuti kepergian senior tadi.

Arnanda tertawa puas, seakan para senior di pihak sadisnya.

Lihat selengkapnya