***
Hari pertandingan sudah terlewat begitu saja, Binusvi membuahkan hasil yang cukup memuaskan. Pemenang di urutan pertama seperti Lcc, tim voli, Fairuz, Lila, dan Elz. Dan pemenang urutan kedua, tim basket, Vicki, Aska, dan Arnanda.
Dan untuk hukuman karna mereka menyembunyikan kebenaran dari pak Heri, hari ini mereka dikumpulkan dan bersiap mendengarkan ceramahannya.
“…. Satu hal lagi untuk kalian, bapak bangga dengan tekad dan kerja sama kalian. Awalnya bapak kecewa, tapi disisi lain bapak rasa kalau kalian sudah benar-benar tumbuh lebih dewasa. Termasuk Arnanda, yang sudah mencari Lila lebih awal. Tapi bapak tekankan lagi untukmu dan kalian, bahwa hal yang seperti itu setidaknya mengabari terlebih dulu…Tekad kalian bagus, dan bapak senang kalau Binusvi tidak mencemooh seperti dulu. Ini termasuk peringatan untuk Arkan dan Ghaida,” Mereka nyengir tak merasa bersalah.
“Karna sudah sejauh ini perjalanan kalian, ditambah lagi karna ini pertandingan terakhir kalian. Jadi bapak putuskan untuk memberi peluang waktu sehari untuk istirahat dan juga jalan-jalan semau kalian. Dan setelah ini bapak akan mengembalikan hp kalian masing-masing.”
“YEE!”
“WIIH, LOVE pak Heri!”
“Sekalian enggak usah pulang, pak!”
“Udah betah disini!”
Penjelasan pak Heri akhirnya selesai setelah memakan waktu sekitar satu setengah jam dengan kalimat ‘satu hal lagi, lalu satu hal lagi’ itu yang membuat seperti waktunya akan singkat, tapi kenyataanya tidak.
Setelah itu mereka memutuskan untuk segera istirahat.
Hari ini tidak seberat kemarin, dan keadaan kembali normal dengan cepat. Sekilas mereka terlihat seperti tidak pernah terjadi sesuatu yang mengerikan, dan hidup senang dan bahagia.
Di pagi buta, mereka sudah sepakat keluar untuk menikmati kota Jogja saat pagi hari. Udara dingin menyapu kulit dengan lembut.
“Hooaam, masih ngantok.” Ghaida tak niat untuk hal seperti ini.
“Perasaan lo tidur kek kebo deh semalem, masih aja ngatuk.” Omel Lila pada Ghaida.
Tak jauh di depan sana, mereka sudah berkumpul. “Buruan! Bareng gue, aja.” Ajak Neysa dan Kayl yang sudah sepakat jalan bersama, begitu juga dengan yang lain.
Mereka seperti membentuk kelompok yang tak pernah direncanakan. Hanya tersisa Azwir, Arnanda, Aska, dan Vicki. Lalu Elza, Lila, dan Fairuz.
“Gue mau sama Vicki!” Fairuz sudah menggelayuti lengan Vicki,
“Gue ikut–“
“Ngurus nih bocah.” Lila melangkah cepat menjewer telinga Aska yang hendak melarikan diri ke kelompok lain.
Aska sendiri berusaha mengatur perasaannya, tak ingin terlihat terlalu tergantung pada Lila atau sekedar mengharapkan balasan atas perasaannya sendiri.
“Ikut kalian ajalah, mereka BBF.” Azwir merasa terpojokkan dan memasang wajah melas ke Nabila dan Rafa.
“Idih, makanya cari pasangan. Jangan malah ngerebut pasangan orang lain, jomblo abadi kan lo.” Tawa Aji dan Hanif menerima Azwir yang masuk ke kelompok jalannya.
“Hahaha, BFF yang lo maksud?” Tawa Ghaida menggelegar sudah lupa dengan kantuknya.
“BBF, wkwkwkw. Lo kira apaan?” Arkan ikut menertawakan temannya itu.
“Nand, lo setia sama gue kan? Lo bareng gue.” Aska memasang wajah mewek, membuat Arnanda bergidik jijik.
“Benerin dulu muka lo,” Arnanda mengangguk,
“Yap! Ayo jalan!” Fairuz sudah menyuarakan semangatnya.
“Lah, gue?” Elza menunjuk dirinya sendiri merasa terabaikan.
“Loading lo lama banget, Za. Ikut kita!” Lila dan Fairuz sudah menarik kedua tangan Elza, tak keberatan.
Lila dan Fairuz sudah membeli banyak makanan ringan yang cukup memuaskan, bisa dibilang itu termasuk sarapan tapi tidak bagi perut mereka.
“Baru jam delapan, ayo sarapan!” Ujar Fairuz tak henti-henti bersemangat.
“Di sana ada restoran!” Timpal Lila ikut bersemangat.
“Buset, perut lo dari karet atau gimana?” Vicki sudah elus dada, dan pasrah ditarik oleh Fairuz.
“Mereka enggak kenal yang namanya kenyang,” gumam Aska ikut pasrah ditarik.
“Kapan pulang?”
Tanya Elza dan Arnanda berbarengan, seketika membuat mereka terhenti dan menoleh kebelakang merasa baru ada keajaiban yang melintas.
“Cieee, barengan gitu.”
“Jadian gih,”
“Amit-amit gue sama bocah gak genah–Cewek lola.” Sahut mereka lagi-lagi bersamaan.
“Kalian juga…,” mata Fairuz memicing mengamati tangan Lila yang menggenggam erat tangan Aska.
“Ngarang! Udah ada yang punya–“
“Gue–“ Lila tak berkata apa-apa, ia kalap dengan perasaannya.
Sekarang ia baru ingat kalau ia sudah pacaran dengan Alano, dan dari kemarin ia tidak mengabari Alano sedikit pun.
“Udahlah, jadian aja.” Goda Fairuz lagi.
“Buruan lanjut jalan, ada toko buku di sana.” Elza langsung jalan begitu saja, tak berminat menunggu mereka. Dan itu berhasil merubah atsmosfer yang hampir menjadi canggung, lantas menuju ke toko buku.
Arnanda dan Vicki tengah memainkan hp tak mempedulikan yang lain, Elza justru sudah memasuki dunia novel yang ia baca.
Aska sendiri tengah mencoba sebesar apa perasaannya ke Lila setelah jawaban Lila tadi yang terdengar ragu itu seperti mendapat kartu beruntung bagi Aska.
Lila yang sedari tadi sibuk membaca, sadar kalau Aska memperhatikan dirinya tapi ia tak tahu harus bertingkah bagaimana.
“Akh, bosen. Gue lagi gak mood baca buku.” Fairuz menggebrak meja frustasi. Untungnya mereka berada di belakang taman yang telah tersedia.