***
Kelas kembali lengkap. Isu dan gossip untuk Saga juga sudah mereda dengan cepat. Dua pekan lagi mereka akan menjalani Try out pertama. Kelas MIPA 2 sudah receh seperti pagi-pagi sebelumnya.
“KU BERLARI, KEJAR MIMPI!” Teriak Zahra menggila duluan, sudah mengambil sapu untuk dijadikan mic.
“Salah lirik njir,” kekeh Hanif dari kusi belakang.
“Biarin.”
“KU BERLARI TERBANG TINGGI~” lanjut Kayl merebut mic atau sapu itu dari tangan Zahra.
“Berlari tuh di trotoar sana, masak lari sampe terbang. Pegel yang ada,” kesal Pradig ingin mengganggu Kayl.
“TAK BERHENTI MESKI BANYAK RINTANGAN!” Lanjut mereka berdua di ikuti Ghaida dengan suara falsnya.
“Goyang yok! KU BERLARI! TERBANG TINGGI!” Ulang Neysa, Inez, dan beberapa yang lain bersamaan.
Saga yang baru datang itu sudah terbiasa dengan keributan kelasnya di pagi hari. Sekilas menatap Elza yang menyumpal telinganya dengan earphone dan sibuk menggambar. Ia juga melihat sekitar sejenak, mendapati beberapa kelas MIPA 3 dan 1 berkumpul di dalam kelas yang bisa dibilang standar ini.
Ia tak pernah menyangka kalau ia akan diterima di dengan mudah bersama mereka. Padahal ia sudah mengkhianati mereka, sampai membuat teman mereka hampir patah tulang, dan mati. Terkadang disela-sela itu, ia bersyukur masih bisa disini bersama mereka.
Panggilan alam untuk Elza dari mulut Arnanda tak terdengar lagi seperti hari-hari sebelum pertandingan, hidupnya sudah cukup damai. Kedua sahabatnya disibukkan dengan masalah percintaan dengan gebetan mereka.
Bagusnya, Elza sudah tak ingin lagi mencari kebenaran tentang masalalunya, termasuk rompi ini. Elza berhenti sejenak, mengamati gambar rompi yang sudah dari 10 tahun yang lalu.
“Ngapain sih gue,”
Kelas sudah dimulai, selang sebelum istirahat pertama. Saga dipanggil ke ruang guru. Setelah dari sana isu kembali menyebar.
“Gila, yang bener lo?”
“Iya, gue denger. Saga mau pindah dari sini.”
“Ngaco, bukan gegara enggak nyaman sama kita, kan.”
“Elo sih, rame setiap pagi.”
Entah bagaimana awalnya, kelas MIPA 2 sudah dipenuhi dengan banyak murid dari kelas lain. Elza yang baru datang dari toilet itu hendak duduk. Tapi tempatnya sudah dihuni dugong yang tertidur.
“Kampret, kursi gue bakal jebol nih.” Kaki Elza mendorong-dorong kaki Arnanda.
Aska dan Lila saling berbagi kursi, begitu juga dengan Fairuz dan Vicki. Melihat itu, Elza sudah bergidik geli.
Mencoba mencari tempat lain, tapi penuh sampai-sampai Anggita dan Akbar juga berbagi tempat. Tunggu, bukan hanya mereka tapi memang seisi kelas ini sudah dipenuh kelas 12 dari semua kelas!
“Kelas kalian kebanjuran ato gimana sih?!” Elza frustasi melihat pemandangan ini.