A-Teen

Zzardna
Chapter #31

ー||ー

***

Try out pertama terlewat dengan hasil yang terbilang mengecewakan, ini diluar nalar mereka. Entah apa yang salah dengan soal atau memang dari awal itu terasa sepahit ini?

“Huweee. Gue gak bisa nyanyi.”

“Gue enggak bisa berkata-kata lagi.”

“Letek banget nih nilai.”

Teriakan demi teriakan histeris setelah pembagian nilai hasil try out pertama, mereka menyeruak kecewa. Hasil yang mengenaskan. Zahra, Hanif, Aurora, Hana, dan beberapa yang termasuk anak pintar ini tengah meratapi hasil nilainya.

“Wih!! Ghaida bejo cuy.” Kayl menyoraki hasil Ghaida yang cukup bagus,

“Mbah bejo lo,” Arkan menepuk punggung Ghaida, meremas kertas hasilnya sendiri.

“Ajarin gue mbah.” Rahma dan beberapa murid lain menggumi ke bejoan yang dimiliki Ghaida.

“Bhahahahah, para budak-budakkuh. Mari kita bersorak buat kemah besok!” Ghaida yang sebenarnya tidak pernah belajar dan hanya bermain itu malah tidak mempedulikan hasil nilai dan lebih mementingkan kemah besok.

“Lempar kemocengnya!” Anggita yang memang lagi dekat dengan tempat kemoceng itu ia lemparkan ke arah Zahra.

“AYO BERANI! JANGAN BERHENTI,” Zahra mulai menyanyi lagi,

“Siapa yang tadi bilang enggak bisa nyanyi?” Sindir Tisya bingung dengan apa yang ia lihat.

“Enggak punya capek tuh anak,” timpal Aurora.

“KITA RAIH MIMPI!” Ghaida menghentakkan kaki mengikuti Zahra meramaikan kelas dengan spidol yang ia gunakan sebagai mic.

“Udahlah, nilai doang juga.” Kayl melempar kertas hasilnya asal ke arah Pradig.

“SEMUA NILAI BUKAN TANTANGAN~” Kayl menyambar sapu dari balik pintu dan ikut menggila.

“MENJADI RINGAN~” Zahra tak mengindahkan lirik Kayl yang salah.

“Otaknya lagi pada bobrok tuh pada,” Pradig dan Akbar menggeleng-geleng ikut tak peduli dengan hasil nilai.

“KARENA PERSAHABATAN!”

“Macak cih,” cibir Azwir.

“HEBATNYA PERSAHABATAN!” Arkan dan Ghaida sudah seperti, entah apa yang bisa menggambarkan keadaan mereka.

Seluruh kelas sama-sama menggila dengan iringan lagu dari animasi yang di tivi.

Kelas 12 kali ini lebih gila dari hari-hari sebelumnya, menyoraki yang nilainya lebih tinggi dan tidak sabar menanti hari kemah yang di jalankan mulai lusa.

Meraka pun tak mempermasalahkan hasil nilai, toh ini juga baru pertama kali. Aji, Ismi, Bella, Izzul, dan banyak lagi yang sangat menantikan hari kemah itu semakin menggila. Tak sabar dengan acara yang sudah mereka nanti-nantikan.

“Sampe puncak gak sih?” Nabila bertanya di sela-sela kerumunan itu.

“Ngarang, paling juga cuman kemah biasa.” Timpal Anggita.

“Jangan bilang kita kemah di depan halaman sekolah?”

“Enggak lucu, Nez. Seenggaknya keluar dari sekitaran sini aja gue udah seneng.” Neysa menyenggol Inez.

“Repot juga tuh,” celetuk Elza ditengah-tengah keramaian juga tiba-tiba menyahuti pembicaraan orang di depanya.

“Iya sih, kan di tengah ujian.” Nabila mengangguk setuju.

Rehan masuk ke kelas dan menghampiri Nabila. Mengajaknya untuk berbicara di luar karna di dalam sangat ramai.

“Ciee, ada yang mau berduaan nih.” Goda Fina.

“Jiah, ketua kelas kita tuh.” Tunjuk Nadhif dan Rafa.

“Heh, ada yang CU….” Goda Firdiv giliran menunjuk Aurora yang sedaritadi memperhatikan dan mengamati dari jendela, merasa cemburu.

Tak lama itu Rehan memberi selembar kertas pada Nabila dan berbincang sebentar lalu kembali ke kelas masing-masing. Aurora sedikit kecewa karna tidak bisa mendengar dengan jelas.

“Guys! Lembaran buat kemah besok!” Ujar Nabila setelah masuk ke kelas dan mengumumkan itu.

“Tenang aja Ror. Gue masih setiap sama mas Djundi kok,” ucap Nabila mengedipkan sebelah matanya menyadari kalau Aurora tadi memperhatikannya.

Ia membalas dengan senyum miring, malu karna terciduk.

“Wiih, emang ini kemana?” Tanya Elza linglung sendiri setelah membaca lembaran kertas yang telah dibagi, lantaran tidak tertera tujuan mereka.

“He`eh, ini kemana?” Sahut Zahra ikut bingung setelah menyadari celetukan dari Elza.

“Entah.” Cengir Nabila menyembunyikan sesuatu.

Sorakan-sorakan ingin tahu menyerbu Nabila, dan seisi kelas. Mereka pulang dengan hati tersulut senang dan juga sedih karna nilai. Keramaian tidak luput dari halaman sekolah.

“Hoi, couple date yuk!” Ajak Fairuz merangkul Lila yang berdiri disamping Aska.

“Bener juga, mumpung selesai ujian.” Lila menarik tangan Aska untuk mendekat.

“He`em.” Lila berjoget senang dengan Fairuz setelah mendapat persetujuan dari kedua cowok itu.

“Nasib gue gini amat,” decak Elza berjalan sambil memainkan sketboardnya.

“Eh, Ka` coba lo ajak Arnanda sekalian. Ngenes temen gue jomblo,” tunjuk Lila pada Elza yang berjalan lebih depan.

“Za, ntar ikut sekalian. Lo udah ketuaan buat dirumah mulu,” dijawab anggukan singkat dari Elza. Fairuz mengacungkan jempol takjub dengan jawaban singkat Elza.

“Woi, woi. Minggir napa.” Arnanda sudah mengendarai motor sengaja berdempetan dengan jalan skeatboard Elza.

“Hish, banyak jalan tuh.” Omel Elza.

“HEH, NJING!”

Sontak Arnanda berhenti sebentar, telinganya terganggu dengan panggilan itu. “Hm?”

Aska tersenyum miring, tak percaya Arnanda akan menoleh dengan cepat. “Warnet,”

Arnanda mengangguk ingin melajukan motornya lagi. Arnanda tertahan melihat Elza menertawakannya, sebab panggilan Aska tadi. Elza tetap sok sibuk dengan sketboard.

“Gigi lo garing ntar,” Arnanda memperlambat jalan motornya. “Naik gih,” paksa Arnanda.

“Mata lo kemana? Gue punya kaki,” ketus Elza.

“Dibantu malah ngotot. Lo juga kesana, kan? Sekalian, dari pada nunggu kukang jalannya setahun baru sampe.” Tangan Elza dicekal kuat sampai mundur beberapa langkah bersejajar dengannya. “Oh, sekalian janji lo,” tekan Arnanda mengingatkan Elza.

“Haish,”

Sebenarnya saat ini jantung Elza tengah deg-degan setengah mati, tapi ia masih ingin mempertahankan sosok dingin dan angkuhnya. Elza menaiki motor sport yang cukup tinggi itu, tak mempedulikan roknya yang terangkat.

“Gila lo, Za.” Lila dan Fairuz langsung berlarian menutupi pahanya yang hampir terbuka.

“Paan?” Sewot Elza bingung.

“Kebuka elah.”

“Sante, gue pake boxer.” Jawabnya tak peduli kalau ada yang tahu.

Arnanda menyelipkan senyum kecil dibalik helm full face.

Sedangkan Lila dan Fairuz justru malu setengah mati.“Sinting lo.” Lila dan Fairuz melambai, tak lama itu Aska dan Vicki datang dengan motor mereka.

Elza dan Arnanda sudah tiba sekitar lima belas menit lebih dulu, sudah menunggu kedatangan mereka. Tapi juga tak kunjung datang. Sebenarnya diluar yang menjelang sore ini, matahari masih menyengat panas.

“Heh, gue masuk.”

Arnanda menoleh, melihat Elza sudah menghilang dibalik pintu warnet. Tanpa pikir panjang ia mengikuti langkahnya.

Lihat selengkapnya