Apa kekhawatiran terbesar setiap individu yang memasuki usianya ke 30 tahun?
Uang? Pasangan hidup? Karir? Dan paling parah adalah mulai membanding-bandingkan hidup dengan orang-orang yang terbilang sukses disekitarnya.
Tanggal 30 Juli, ulang tahunku yang ke 29.
Tidak memiliki pasangan dan hanya seorang pegawai toko swalayan yang digaji dibawah standar dari gaji yang ditetapkan oleh pemerintah seharusnya.
Namaku Cammiela, seorang ibu tunggal yang memiliki dua orang putera.
Sebelum menikah, aku sudah terbiasa tidak pernah mendapatkan ucapan selamat di hari kelahiranku dari siapapun, termasuk ibuku yang pernah melahirkan aku ke dunia.
Jadi, aku tidak begitu peduli bila ada yang mengucapkannya ataupun tidak.
Tapi, tiga tahun terakhir, aku selalu rutin mendapatkan ucapan ulang tahun dari kedua putraku.
Diulang tahunku yang ke 29, pukul 6 pagi, kutemukan secarik kertas berwarna putih yang dirobek dari buku gambar berukuran A4 terselip di dalam saku seragam kerja yang kugantung dibelakang pintu kamar.
Kertas yang bertuliskan "selamat ulang tahun ibuku yang cantik" ditulis tangan dengan menggunakan pensil warna hitam pada bagian tepi huruf dan di arsir bagian dalamnya dengan warna merah jambu.
Walaupun tulisannya singkat, Sean, putra pertamaku menulisnya dengan rapi dan cantik.
Ia juga menambahkan hiasan tumbuhan rambat yang melingkar di setiap huruf dan diberi gambar bunga mawar berwarna merah favoritku.
Sedangkan adiknya, Dylan menggambar setiap anggota keluarga kecil kami beserta tiga kucing jenis campuran yang kami adopsi dari induknya, kucing liar yang dulu sering datang ke rumah untuk meminta makanan.
Diantara kertas-kertas tersebut, kutemukan pula sebuah gelang yang terbuat dari manik-manik berukuran sebesar kelereng berwarna hitam, manik-manik tersebut adalah bekas kalungku yang sudah lama terputus dan belum sempat kuperbaiki.
Bukan hadiah yang mewah memang, tapi rasa cinta yang mendalam dan juga keinginan mereka yang ingin selalu melihatku tersenyum membuat hatiku sangat tersentuh saat menerimanya.
Terakhir kali sebelum kedua anakku mulai sering memberikan kado ulang tahun untukku, kado yang kudapatkan adalah makan malam di luar dari mantan suamiku. Itupun atas desakkan anak-anak dan memboyong keluarga kecil kami ke salah satu rumah makan yang ayam gorengnya terkenal enak.
Namun, tidak setiap perayaan ulang tahun kami merayakannya dengan makan malam di luar.
Kadang-kadang, kami juga tidak pernah merayakannya.
Tapi, kali ini ibu mana yang tidak terharu mendapatkan hadiah dari buah hatinya sepertiku?
Dibalik kecemasanku, karena seiring memikirkan usia anak-anaknya yang semakin tumbuh besar dan kecemasan lainnya memikirkan, mungkin suatu saat kedua putraku akan pergi meninggalkanku saat usiaku menginjak senja, ternyata tertepis oleh sebuah hadiah sederhana mampu menghilangkan kecemasan yang selalu menghantuiku.
Sebuah kado kecil yang membuatku masih merasa diperhatikan.
Tak kusadari ternyata kedua ujung mataku sudah berkerumun air mata yang siap jatuh menjadi anak sungai yang mengalir di kedua pipiku.
"Terima kasih!" Ucapku sembari mengecup pipi kanan dan kiri milik kedua putraku di sela-sela sarapan pagi kami.
Kado terbaik yang pernah ku dapatkan setelah perceraianku 3 tahun yang lalu.
Setelah sarapan, kami lewatkan hari seperti biasanya. Tak ada kue ataupun sesuatu yang spesial yang ingin aku lakukan.