Nama Cammiela sendiri merupakan sepenggal nama yang diambil dari nama ibuku. Mila, namanya. Ibu bercerita saat diusiaku ke 9 tahun, pada saat ibu mengetahui bahwa janin yang dikandungnya adalah anak perempuannya, ibu segera meminta izin kepada bapak untuk memberi nama sendiri putri keduanya. Karena sejak melahirkan anak pertama hingga anak ketiga, semua nama anaknya pemberian dari sang mertua. Ibu ingin sekali menyematkan namanya pada anak perempuannya yang nomor tiga, tetapi nenekku menolak. Kata nenek, nama adalah do'a untuk anak. Sedangkan nama yang diusulkan oleh ibu hanya sebuah nama turunan yang menandakan bahwa bayi tersebut adalah anak perempuannya.
Di mataku, ibu adalah wanita yang memiliki watak keras. Tidak seperti ibu teman-temanku yang sering mendandani anak perempuannya seperti boneka Barbie, ibuku tidak pernah membiarkanku memiliki rambut panjang. Potongan rambutku selalu pendek seperti anak laki-laki. Kata ibu, ibu ingin sekali anak perempuannya menjadi seorang polisi wanita, seperti yang dikatakan nenek. Dikarenakan kakak perempuanku punya fisik yang lemah, jadi ibu menjadikanku sebagai penggantinya.
Diusiaku 5 tahun hingga duduk di sekolah dasar, setiap kali orang bertanya tentang cita-citaku selalu terlontar profesi polwan. Bukan karena aku paham bagaimana pekerjaannya, tetapi seperti mesin otomatis yang sudah diprogram dan jawaban tersebut terucap begitu saja.
Sewaktu kecil yang kutahu polisi hanyalah laki-laki,. karena aku tidak pernah melihat wanita menjadi seorang polisi disekitarku. Seperti Pak Pur, tetangga depan rumah kami yang sudah pensiun dari anggota kepolisan. Menangkap penjahat juga hanya bisa dilakukan laki-laki karena makhluk hidup terkuat di bumi hanya mereka bukan perempuan, pikirku saat itu.
Namun, pikiranku mulai tertepis saat ibu menceritakan kejadian yang menimpa dirinya ketika hamil anak pertama. Ibu dan bapak saat itu sudah mulai mengontrak tak jauh dari tempat kerja bapak. Ada seorang pengangguran yang tinggal bersebelahan dengan kontrakan ibu menuduh ibu berselingkuh dengan laki-laki lain saat bapak mendapatkan tugas shift malam. Ibu yang tidak terima dengan ucapan si pengangguran itupun segera mengambil mandau³ milik bapak yang tersimpan di dalam kontrakan dan mencari pria pengangguran yang menyebarkan gosip tentang dirinya.
Kata ibu, kejadian dramatis tersebut akhirnya berakhir ketika polisi datang ke tempat kejadian dan mengamankan pria pengangguran yang kala itu bersembunyi disalah satu rumah warga. Ada banyak saksi mata yang juga tetangga sekitar ibu mengontrak yang menyaksikan pria pengangguran yang doyan mabuk dan sering membuat onar menyebarkan fitnah kesemua tetangga.
Ibu adalah menantu yang baik dan selalu menurut kata mertua, meskipun keluarga bapak sebenarnya tidak suka dengan keberadaan ibu. Bapak adalah anak laki-laki satu-satunya dan mempunyai saudara perempuan sebanyak 5 orang. Bapak menikahi ibu secara diam-diam tanpa ada satupun anggota keluarga yang tahu. Setelah ibu dan bapak menikah, keduanya aempat tinggal seatap dengan keluarga besar bapak. Namun, ibu memilih untuk angkat kaki dari rumah orangtua bapak dan meninggalkan semua iparnya yang selalu menjadi benalu.
Sempat mendapatkan protes dari nenek dan mendapat sindiran dari saudara perempuan bapak, tetapi ibu tetap kekeh untuk mengontrak di rumah petak yang agak jauh dari rumah orangtua bapak.