Iremia

Hora
Chapter #2

Segel Kedua - Sementara

Ruh orang yang bunuh diri arwahnya tidak diterima dan akan gentayangan tanpa tempat selama ribuan tahun.

What?! Are you kidding me? Aku bersama Selena tertawa terpingkal sedang wajah Cozzy, Amy, juga Flora menganga bak orang bodoh. Irisku memutar malas mengalihkan pandangan pada buku menu.

Ayolah, ini sudah seminggu berlalu lepas sekolah diliburkan dan Cozzy idiot ini berlari dari koridor kelas seraya menyodorkan ponsel pink miliknya, membaca keras-keras artikel ngawur yang menggelitik perut keronconganku. Aku rasa setelah sepekan tidak bertemu otaknya menjadi semakin bebal.

“Ketua, apa yang sedang kau lakukan? Telingamu tidak dengar apa yang aku bacakan barusan? Sesosok ruh akan gentayangan dan beberapa waktu lalu, di sekolah ini terjadi peristiwa mengerikan,” cerocosnya persis burung beo.

“Kita harus segera mendatangi makamnya, Ketua. Menaburkan bunga lantas mengucap salam perpisahan.” Itu suara Flora, ikut memprovokasi lantas Amy hanya mengangguk-angguk seperti boneka di dashboard mobil.

Aku meringis, sedikit kesal, tangan ini refleks memukul kepala udang mereka dengan sumpit. Dari semua, hanya Selena yang logis mengingat ia menyukai sains. Dan diriku? Arwah penasaran? Persetan dengan semua itu, menggelikan.

Sekarang, yang ada di pikiran adalah lapar. Sudah tiga puluh menit berlalu, tapi pelayan kantin berseragam hitam dengan line merah di sisi kancing pun kerah belum juga datang. Aku menghela napas bosan, sementara mereka, Cozzy, Amy, dan Flora, masih membicarakan deretan kata bodoh itu.

Selena gadis bernetra abu mengerling penuh makna, agaknya tahu cara agar jenuhku sedikit berkurang. Kuulurkan kaki kiri memanjang tepat saat seorang siswa berjalan dengan nampan berisi lima mangkuk bakso panas. Then…

Byaarrr...

The Three Idiot, Cozzy dan Amy tertawa terpingkal menyusul Flora yang terkekeh puas, agak telat sebetulnya, maklum sebab otak kecil gadis bersurai kecoklatan itu lebih lemot dari Cozzy.

Pria bertubuh gempal itu meringis sakit, kebingungan karena kejadian mendadak menimpa dirinya, ia menatap ke arahku sebal. Aku melotot menantang, penasaran apa yang bisa dilakukan pria dengan celana seragam naik melewati garis perut, mirip badut, tersebut.

Ups... Sorry, makanya kalau jalan itu lihat-lihat, Erick.” Ia hanya diam saja, tahu kalau bicara pun tak akan menang.

“Jangan marah, kau salahkan saja pelayan kantin berseragam hitam merah itu,” ocehku lagi seraya menunjuk wanita yang berjalan ke meja kami dengan senampan berisi makanan. “Sebab kerjanya terlampau lelet!” 

Mendengarnya, wanita itu menunduk, meminta maaf karena pesanan sedang mem-bludak, dan makanan disajikan sesuai urutan. Barangkali dia pegawai baru ibu kantin, belum tahu kalau pesananku harus selalu didahulukan. Baiklah, biar aku beri pelajaran kecil.

“Kami sudah tidak lapar, kau bisa berikan makanan itu pada orang lain. Ah ... Jangan khawatir, tetap dibayar, kok. Lain kali kerjanya yang cepat, ya! Ini, kuberi uang tip juga,” ujarku tersenyum dengan raut yang sengaja dimanis-maniskan seraya menginstruksikan Selena, Cozy, Amy, dan Flora untuk angkat kaki dari kantin dan segera kembali ke kelas.

“Kamu tidak apa-apa, Dik? Sini, biar Kakak bantu.” Sayub kudengar suara pelayan bodoh itu membantu Erick, sepertinya. Cih, menjijikkan. Dasar sok baik!

Lihat selengkapnya