“Hffttt...! Dia sama sekali gak ngelihat gue!” Lea menggigit sandwich-nya dengan emosi sambil terus memelototi pria bertampang lempeng itu. Ia memasang tatapan segarang mungkin, berharap pria itu akan terintimidasi saat melihatnya.
Tapi, tampaknya Al tidak peduli. Bahkan, tidak tertarik untuk sekedar melirik padanya. “Ayo, lihat gue! Lo harus tahu kalau gue gak terima Opa nyuruh lo ngintilin gue! Gue gak akan biarin lo ganggu kemerdekaan gue!”
Saat Opa dan Al sarapan dengan tenang di meja itu, Lea malah sibuk sendiri dengan kecemasan atas nasib hidupnya. Konyol!
"Awww, ssshhh...." Walhasil, bibirnya tidak sengaja tergigit.
"Kenapa, sayang?" tanya Opa cemas.
Akhirnya, Lea mendapat perhatian dari Opa, juga Al. "Kegigit...." Ia memasang wajah manja, seolah mengancam akan segera menangis. "Sakiittt... huhuuu...."
"Lagian kamu, dari tadi makannya cepet-cepet. Makan itu pelan-pelan, bukan sambil marah-marah." Opa kembali melanjutkan makannya sembari menahan tawa.
Iiiihhh, Opa! Masa gak ngerti, sih?! Aku tuh, gak perlu pengawal pribadi 24 jam kayak dia!" Lea akhirnya merengek juga. "Masa dia harus ngikutin aku ke mana-mana?" Jari telunjuknya mengarah pada Al yang menatapnya datar.
"Percuma, kamu mau marah-marah juga gak akan merubah keputusan Opa. Opa kan udah jelasin, jangan samain dia sama bodyguard-bodyguard kamu sebelumnya."
Wajah manja Lea berubah kesal dengan bibir mengerucut. “Jahat! Opa udah gak sayang lagi sama gue!”
Lea beralih melotot pada Al. "Heh! ngomong, dong! Dari tadi diem aja. Asal lo tahu, ya! Gue pastiin lo gak akan tahan jadi bodyguard gue. Jangan lo pikir tampang cute lo itu bisa bikin gue melting terus nurut, ya. Gak akan!!!"
Al mengangkat sebelah alisnya dengan ekspresi dingin. "Jadi, menurut Nona saya cute? Terimaakasih.”
Mulut Lea menganga dengan mata melotot. Tampangnya mungkin sudah sangat konyol karena baru menyadari kata-katanya tadi. "A-apa? Gue tadi bilang apa?"
"Haha... kamu tadi baru aja muji Al. Kamu bilang dia cute!" tukas Opa.
"Tapi, bukan itu inti omongan aku tadi! Opa!" Lea mendengus kesal. “Gue mau mojokin bodyguard itu, kenapa jadi gue yang terpojok? heerrgghhh!!!”
"Hahaa! Udah, dari pada kamu marah-marah, mending kamu terima aja. Opa juga gak mungkin pilih orang yang salah buat cucu kesayangan Opa," jelas Opa dengan wajah puas, setelah berhasil membuat Lea salah tingkah.
"Tahu, ah! Lea mau mandi aja! Opa bener-bener berhasil ngasih surprise di hari ulang tahun aku ini." Lea beranjak dari taman belakang rumah dengan langkah cepat. Kakinya sengaja dihentak-hentakan dengan langkah lebar di atas rumput itu, agar semua orang tahu betapa kesalnya ia.
Opa hanya bisa mengelus dada, melihat tingkah kekanakan dan manja cucunya itu. Sementara Al, ia berhasil menyembunyikan tawa saat melihat Lea berjalan kesal dengan gaun tidurnya. Ia pikir, gadis manja itu justru tampak sangat konyol tapi menggemaskan. Ya, sepertinya ia harus bersiap-siap. Mungkin, setelah itu ia akan melihat tingkah seperti itu setiap hari, setiap jam, menit, atau bahkan detik?
"Kamu lihat? Dia itu manja. Saya gak tahu lagi gimana caranya biar dia bisa bersikap sedikit lebih dewasa," kata Opa akhirnya.
Al tidak menjawab, hanya tersenyum simpul.
"Kamu belum lihat sifa-sifat dia yang lainnya, yang pastinya bisa bikin kamu geleng-geleng, Al."
"Gak papa, Pak. Saya pasti bisa hadapi Nona Princess." Al menunduk hormat.
"Saya bisa lega kalau gitu. Oh ya, mulai sekarang, kamu panggil aja saya Opa, gak papa, kok.”
Untuk beberapa detik Al hanya menatap Opa, seolah bertanya 'serius?'. Tapi, akhirnya ia menurut tanpa banyak bertanya. "Baik, umm... Opa."
~~~
Lea tengah menyisir rambut panjang pirangnya di depan meja rias dengan cermin super besar. "Atun!!! Ambilin tas sama sepatu warna krem!!!" perintahnya pada Atun yang sudah bersiap di depan ruang wardrobe.
Atun langsung berlari masuk, mencari-cari tas dan sepatu senada. "Ini aja! Sama itu!" Setelah menemukan dua benda dari dua lemari kaca yang letaknya berjauhan, ia buru-buru membawa keduanya pada Lea. "Yang ini, non?"
Lea melihat sekilas, lalu menepisnya dari tangan Atun. "Bukan yang ini! Yang merk-nya Hermes!"
"Ka-kalau sepatunya, non?"
"Boleh lah, yang itu. Taruh di situ!"
Setelah meletakan sepatunya, Atun kembali berlari ke ruang wardrobe untuk menemukan tas dengan huruf 'H'. Susah, dalam lemari itu terdapat banyak tas berwarna krem. "Gustiii... Non Princess itu. Tas segini banyak, saya yang harus ngapalin letaknya!?"
Tak lama, tas berwarna krem itu ditemukan. Atun membawa tas itu dengan nafas ngos-ngosan. “Yang ini, Non?”
"Lama amat!" Lea yang sudah siap dengan stiletto terpasang di kaki mungilnya langsung menarik tas itu dari tangan Atun. "Eh, lo masukin dulu itu barang-barang gue ke dalam tas ini!" Tas itu ia kembalikan pada Atun.
Atun menurut dan memasukan semua barang yang berserakan di tempat tidur. Bedak, lipstick, sisir, parfum, dompet, I-phone, powerbank, bodylotion, I-pad, sanitizer, tissue, lipgloss, lipbalm, lipstick lagi, blush on, dan minyak telon.
"Hmm...! Ke kampus kok, barang bawaannya gak ada hubungannya sama sekali sama kampus. Ckck...." Atun menggerutu seraya menoleh singkat pada Lea yang masih sibuk merapihkan A-Line mini dress putihnya.
"Udah?" Lea bertanya tanpa menoleh.