My Prince My Bodyguard

Lisna W Amelia
Chapter #4

4. Cotton Candy

Audi hitam mengilat melaju cepat, membelah jalan tol yang cukup lengang. Di dalamnya, terdapat dua orang yang sibuk masing-masing. Sang pengemudi fokus melihat ke depan, mengendalikan mobil agar tetap melaju dengan kecepatan stabil. Di kupingnya, terpasang earphone yang mempemudah komunikasinya dengan orang yang sedang menunggu mereka di tempat yang mereka tuju. "Halo.... Iya, Opa. Dua jam lagi saya dan Nona Princess sampai."

Tiba di sebuah tikungan tajam, mobil itu tetap melesat tanpa mengurangi kecepatannya.

"Aaaaahhh!!! Lo bisa nyantai gak bawa mobilnya?!" Lea yang tengah memoles wajahnya dengan makeup seketika menoleh sangar pada Al dengan mata melotot, nyaris melompat keluar dari tempurungnya. "Lo lihat, nih! Lipstik gue jadi ke mana-mana!!!"

Al membagi konsentrasi menyetir. Beberapa detik ia hanya menatap datar pada Lea yang tampak kacau dengan lipstik meleset dari bibir dan membentuk jalur baru yang cukup panjang di pipi chuby-nya. Kemudian, ia kembali fokus melihat ke depan.

"Hiiyyyhhhh!!! Nyebelin! Minta maaf, kek! Dasar es batu! Pahit banget muka lo!" Lea mendengus seraya mengerucutkan bibirnya pada Al. Kemudian, ia membuka safetybelt untuk mengambil tissue basah dari dalam tasnya yang saat naik tadi ia lemparkan ke kursi belakang.

Al yang melihat itu terpaksa membuka suara. "Non, pakai lagi sitbelt-nya."

"Gue harus bersihin pipi gue! Ini kan, juga gara-gara lo! Pelanin dikit mobilnya!" seru Lea ketus.

Tak lama, Lea mendapatkan tissue-nya. Tapi, saat hendak kembali duduk, tiba-tiba mobil itu membelok tajam ke arah kiri. Kontan tubuhnya kehilangan keseimbangan dan terlempar. "Aaaaaahhh!!!"

Mobil itu berhenti karena Al menginjak rem mendadak. Lea perlahan membuka mata yang sebelumnya refleks ia pejamkan. Tersadarlah ia jika sekarang tengah memeluk Al dengan bibir pas mendarat di bawah kuping cowok dingin itu. Ia mengedipkan mata beberapa kali, berusaha meyakinkan diri dengan apa yang sedang terjadi. Barulah ia mundur cepat.

Suasana canggung menyeruak. Sementara itu, Al masih diam membatu sejak Lea terlempar padanya. Lehernya kaku, tidak berani menengok pada sang Nona.

"Lo sengaja ya?!" Akhirnya, Lea mulai menuduh Al. "Ngaku, deh! Lo ternyata penuh modus!" Ia yang murka langsung memukuli Al. Sebenarnya, ia sedang menutupi salah tingkahnya dalam suasana canggung itu.

Tapi, Al yang akhirnya sudah bisa kembali menguasai dirinya mencoba menganggap kejadian itu hanyalah kecelakaan konyol. Ia kembali menginjak gas seraya menghilangkan kegugupannya. Otomatis Lea mengakhiri pukulannya dan buru-buru memasang kembali sitbelt.

"Maaf, saya sudah bilang kalau kita gak punya banyak waktu. Kita harus buru-buru. Saya sudah ingatkan Nona, tapi Nona yang gak mau dengar," sahut Al akhirnya dengan nada tenang.

"Jadi, gue lagi yang salah?! Di sini udah gue yang jadi korban, terus tetep gue yang salah?!" Lea memicing dengan bibir mengerucut. "Oh, jangan-jangan sekarang lo puas ya, udah gue cium?!"

"Tenang saja. Saya sama sekali gak anggap yang barusan itu ciuman," tegas Al sambil tetap fokus mengendalikan kemudi.

Lea menganga. APA?! Kenapa kesannya jadi kayak gue yang baper nganggap itu ciuman? Heerrgghhh…! Dasar Es batu!!! Cepat-cepat ia membuang muka dari Al sambil melipat tangannya di dada.

~~~ 

Tiba di daerah Sawarna, Banten….

Mobil Audi hitam itu akhirnya memasuki lobi sebuah gedung dengan beberapa mobil mengantri untuk diparkirkan. Al lebih dulu turun, lalu membukakakn pintu untuk Lea.

Sang Princess turun perlahan. Kaki mungil dengan high heels berwarna silver-nya langsung menarik perhatian orang-orang yang juga baru akan memasuki gedung. Siang itu, ia mengenakan A-Line mini dress berbahan semi kulit silver di atas lutut dengan potongan bahu rendah. Ia ampak elegan, namun tetap girLe dan sesuai usianya.

Lea berjalan angkuh tanpa menoleh pada siapa pun yang tersenyum menyapanya. Sedangkan Al terus mengekor di belakangnya. Ya, kehadiran mereka berdua semakin menarik perhatian di tengah acara yang sudah dimulai itu.

Lea menghampiri Opa yang tengah berbicara di atas podium, di depan semua tamu undangan. "Opa!" Langsung saja ia memeluk dan mencium pipinya.

Opa yang sudah menyadari kehadiran Lea pun berhenti berbicara, dan balas memeluk cucu kesayangannya. "Akhirnya kamu sampai juga, sayang."

Opa kembali pada microphone-nya. "Perkenalkan, ini cucu saya. Mungkin sebagian dari kalian sudah tahu. Karena cucu saya sudah ada di sini, kita langsung saja pada pengguntingan pita."

Semua panitia bergegas mempersiapkan keperluan acara puncak peresmian itu. Pembawa acara pun kembali mengambil alih dan memandu acara. Detik-detik yang sejak tadi ditunggu tiba. Lea memegang gunting, lalu menggunting pita yang sudah dirangkai bunga, dengan didampingi sang Opa di sampingnya.

Al masih belum beranjak dari belakang Lea. Tapi, entah kenapa ia merasa orang-orang memperhatikannya dengan tatapan aneh. Seolah ada yang salah pada dirinya. Tapi, ia tidak mau ambil pusing

Acara pun usai….

Lea menggandeng Opa masuk ke dalam ruang istirahat mereka yang bersebelahan. "Untung ada Al, jadi kamu gak terlalu telat." Opa menoleh dan tersenyum pada Al di belakangnya. Al hanya menundukan kepala sambil tersenyum simpul.

"Lagian Opa ngedadak banget. Aku kan jadi gak siap-siap dulu. Jadi asal-asalan nih, pake bajunya.” Entah seperti apa yang Lea maksud dengan asal-asalan. Kenyataannya, penampilan yang ia bilang asal-asalan itu sudah cukup membuatnya menjadi pusat perhatian. "Mana perjalanan lima jam lagi, capek," imbuhnya.

Tiba-tiba, Opa berhenti melangkah dan berbalik mundur, lalu mendekat pada Al dengan tatapan menyipit. "Al...."

Al mengangkat kepalanya. "Iya, Opa?"

"Itu… di leher kamu apa?" Opa menajamkan penglihatan di balik kaca matanya.

Lihat selengkapnya