Al melihat mobil Lea mencoba berhenti mendadak, tapi kecepatannya terlalu tinggi dan malah kehilangan kendali. Walhasil, mobil itu berputar dan terlempar hingga menghantam keras beton pembatas jalan. Pandangannya lalu beralih ke tengah jalan. Di sana, seorang gadis kecil tergeletak dengan luka parah di kepala dan kakinya setelah mobil Lea tidak berhasil menghindarinya.
Al bergegas keluar dari mobilnya yang hanya berjarak beberapa meter dari kejadian. Dan beberapa kendaraan yang akan melewati jalan yang cukup lengang itu pun berhenti untuk memastikan kecelakaan yang terjadi.
Bagian depan mobil Lea benar-benar hancur dengan pecahan kaca berserakan. Al membuka paksa pintu mobil itu. Beruntung Lea tidak menguncinya dari dalam.
"Nona!" Al semakin panik saat melihat Lea tak sadarkan diri, tertelungkup di stir. Keadaannya diperparah karena sistem air bag di mobil sport itu sama sekali tidak berfungsi seperti seharusnya. Al langsung mengangkat Lea keluar dari mobil yang sudah mengeluarkan asap dari kap mesin, sedikit kesulitan karena kaki Lea terjepit.
Dahi Lea terluka parah. Beberapa serpihan kaca bahkan menggores pipi dan tangannya. Tapi, bukan hanya luka itu yang Al khawatirkan. Ia takut saat melihat kaki Lea, dan mungkin masih ada luka dalam. Pelan-pelan, Al membaringkan Lea di mobilnya.
Beberapa orang yang menyaksikan kejadian itu pun tidak tinggal diam. Mereka menolong anak kecil yang masih tergeletak.
"Bawa ke mobil saya aja, biar saya langsung bawa ke rumah sakit," kata Al yang merasa bertanggung jawab atas kecelakaan itu.
~~~
Lea membuka matanya perlahan. Dengan bersusah payah, ia berusaha menggerakan kepala yang ditopang gips di lehenya. "Ssshhh... awww...." Ia beralih memegangi perban yang menutupi luka di kepala, dan bahkan di kedua belah pipinya. Seolah belum cukup parah, ia pun melihat perban-perban melingkar di tangannya. "Jadi, gue kecelakaan?" gumamnya.
Mendengar suara ringisan Lea, Opa dan Al yang tengah mengobrol di tepi jendela cepat-cepat menghampirinya.
"Sayang, kamu udah sadar?" tanya opa sembari mengusap kepala Lea. "Maaf Opa udah bentak-bentak kamu...."
Lea tidak menjawab, hanya melihat Opa dengan tatapan kecewa. Bahkan, menyiratkan kemarahan dalam tatapannya.
"Opa tahu kamu masih marah, tapi kamu harus tahu kalau yang kamu lakukan itu memang salah. Dan sekarang lihat keadaan kamu, ini karena kesalahan kamu sendiri. Lea, kamu harus harus bisa ngendaliin emosi kamu, kamu udah dewasa, sayang...."
"Aku mau sendiri. Aku gak mau lihat Opa," sahut Lea akhirnya, seraya memalingkan wajahnya dari Opa.
Opa menatap Lea seraya berusaha menyembunyikan rasa sedih atas sikap cucunya itu. "Hmm… ya sudah, kamu istirahat aja." Ia tahu betul tabiat Lea dan karena itu, ia menyerah dan bergegas keluar. Tapi, ia yakin Lea akan kembali seperti semula setelah melupakan semuanya.
Sementara itu, Al yang sejak tadi hanya diam di antara percakapan cucu dan kake itu kembali mengikuti Opa, meninggalkan Lea sendiri.
Setelah ditinggalkan sendiri, Lea hanya merenung. “Apa yang salah? Selama ini gue baik-baik aja sama hidup gue, gak ada yang salah. Kenapa sekarang tiba-tiba semuanya jadi salah gue?”
Lea terus memikirkan semuanya hingga tertidur.
~~~
Setelah cukup lama tertidur, Lea terbangun saat merasa tenggorokannya kering. Ia melihat ke sofa, tidak jauh dari tempat tidurnya. Di sana, Al tengah tertidur dalam posisi duduk bersandar. Sesaat ia sempat berpikir untuk membangunkan Al dan meminta bantuannya, tapi kemudian mengurungkan niat itu saat mengingat terakhir kali ia memakinya.
Akhirnya, Lea berusaha sendiri untuk meraih gelas minuman di atas meja makan kecil di samping tempat tidurnya. Saat gelas sudah di tangannya, ia merasakan sakit di kaki kanannya yang sedikit bergeser. "Awww!" Kontan gelas di tangannya terjatuh.
Al terbangun saat mendengar suara benda pecah. Ia segera menghampiri Lea. "Nona! Nona udah bangun?"
"Kaki gue kenapa?!" Lea menghiraukan Al, ia justru panik saat mencoba menggerakan kakinya dan kembali merasakan sakit. Dibukanya selimut tebal yang menutupi kakinya. Seketika ia terkejut saat mendapati kakinya dibalut gips. "Kaki gue kenapa?!"
Al mencoba memegangi Lea yang memaksa bangun. "Kaki Nona gak papa. Nona jangan takut."
"Tapi gue gak bisa gerakin kaki gue! Sakit!" Lea mulai menangis karena takut melihat keadaannya sendiri.
"Kecelakaan non cukup parah. Kaki Nona patah, tapi udah dioperaasi. Pasti sembuh dalam waktu cepat. "
Lea semakin takut. "Opa!!! Opa mana?!" Akhirnya, ia hanya mengingat Opanya.
"Maaf, Nona. Tapi, Opa baru saja pergi. Perjalanan bisnis Opa ke beberapa negara tetangga gak bisa di tunda lagi."
Lea menatap Al, tidak percaya jika Opa meninggalkannya dalam keadaan seperti itu. "Apa? Opa ninggalin aku? Padahal Opa tahu keadaan aku gini! Opa jahat!!!" Tangisannya semakin menjadi. Tapi, ia ingat beberapa saat lalu dirinyalah yang mengatakan tidak ingin melihat Opa. Dan sekarang ia menyesal. "Opaaaa...."
Al benar-benar tidak tega melihat Nona-nya menangis, gadis arum manisnya dulu yang sekarang sudah tumbuh menjadi gadis cantik. Namun, gadis kecil dengan wajah bulat dan badan gendut itu baginya tetap jauh lebih cantik karena belum memiliki sifat-sifat buruk seperti sekarang.
Al mulai tidak yakin dengan amanat yang Opa berikan padanya. Lebih karena tidak yakin pada kemampuannya menghadapi Lea. "Opa pasti kembali, Nona tenang aja. Sebaiknya sekarang Nona istirahat. Jangan banyak gerak dulu, nanti posisi kaki Nona berubah."
Lea menepis kasar tangan Al seraya menatapnya sengit. "Ini semua juga gara-gara lo! Semuanya gak akan jadi gini kalau bukan salah lo!!! Lo yang salah!!!" Ia kembali histeris hingga tidak ingat luka di pipinya. "Aww!"
"Oke!" Al melepaskan tangannya. "Ini salah saya, semuanya gara-gara saya!" sahutnya, mengalah. "Jadi, sekarang biarkan saya menebus kesalahan saya."
Al tahu, dijelaskan seperti apa pun Lea tidak akan pernah terima. Percuma jika saat itu ia membela diri. Ya, pada kenyataannya sifat buruk Lea sendirilah yang belakangan ini membawanya pada hal-hal buruk yang menimpanya. Walaupun mungkin, kehadirannya juga yang mengusik Lea hingga mempertegas betapa tabiat gadis itu memang perlu dibenahi.
"Menebus kesalahan? Gimana?! Lo pikir gampang!" Lea masih terisak.
"Ijinkan saya menjaga Nona. Nona boleh lakukan apa aja pada saya, asal jangan suruh saya pergi. Karena saya gak akan pergi, saya harus jaga Nona. Itu janji saya untuk Opa. Setidaknya, lakukan ini untuk Opa. Opa sayang sama Nona, gak mungkin opa melakulan hal buruk pada cucu kesayangannya, kan?"