My Prince My Bodyguard

Lisna W Amelia
Chapter #10

10. Jealous?

Di dalam mini theater….

 Lea tengah fokus menatap layar besar di depannya. Di sampingnya, Nando melakukan hal yang sama, walaupun tidak begitu menikmati film Disney yang tengah diputar. Nando justru lebih sering menatap Lea, menunggu Lea balik menatapnya dan mungkin setelah itu mereka akan terkesan secara tidak sengaja bertatapan. Dan saat itu, Nando bisa melakukan apa yang ia ingin lakukan.

 Tidak heran jika seoang Princess menyukai film-film Princess, bukan? Lea bahkan sudah menonton koleksi film Disney yang semuanya bertemakan Princess puluhan kali, mungkin ratusan. Seperti, Cinderella, Snow White, Sleeping Beauty, dan Beauty And The Beast. Sayangnya, ia tidak cukup pintar untuk menirukan kepribadian Princess-Princces itu. Jika ia mempunyai kisah sendiri, mungkin akan berjudul 'Annoying Princess' atau 'Arrogant Princess'. Ya, tentunya dengan melupakan peran Bodyguard sebagai pangeran berkuda putih di dalamnya. “It's gonna be the weirdest story ever!!!”

 "Gue suka sama happy ending, dan gak suka sad ending. Karena semua film Princess pasti happy ending," kata Lea saat film-nya sudah berakhir. Kemudian, ia menoleh pada Nando.

 Nando tersenyum lembut. "Kalau gitu, ijinin aku buat kisah kamu jadi happy ending. Kamu Princess, dan aku akan pastiin kisah kamu berakhir happy ending, layaknya Princess di dunia dongeng."

 Lea membalas senyum Nando dengan wajah riang. "Aku gak ngerti. Selama ini kamu selalu ada buat aku, tapi aku gak pernah bisa jadiin kamu Prince di hati aku."

 “Apa yang salah? Harusnya Nando udah lebih dari sempurna buat jadi pangeran impian gue, kan? Tapi, aku ngerasa pangeran aku itu bukan kamu, Nan. Pangeran itu udah hilang seandainya kakak arum manis itu yang gue lihat sebagai pangeran. Konyol! Gue masih aja mikirin pangeran dengan arum manis besar di tangannya.”

 "Kamu cuma belum kasih aku kesempatan,Le. Apa yang harus aku lakuin supaya aku bisa nerima aku? Lebih dari sekedar sahabat." Nando tiba-tiba memegang tangan Lea. Tatapannya semakin dalam, perlahan ia mendekatkan wajahnya.

 Lea bingung menghadapi situasi itu. Tapi, ia tidak mungkin diam dan menerima, sementara hatinya jelas-jelas meneolak. Ia segera memalingkan wajahnya, menghindari apa pun yang Nando ingin lakukan padanya.

 Nando tersenyum getir. "Jadi, kamu udah kasih aku kesimpulan, kalau kamu masih belum bisa terima aku."

 Lea kembali menatap Nando yang sudah memalingkan wajah darinya. "Sorry, aku belum siap. Aku belum bisa...."

 Nando menghela nafas berat. "Oke, aku udah nunggu sampai selama ini, jadi aku rasa bukan masalah kalau kenyataannya aku masih harus nunggu."

 "Sekali lagi, maaf…." Lea masih saja merasa bersalah.

 "Udah, lah. Aku gak papa, kok." Nando kembali tersenyum penuh seraya mengusap rambut Lea, seolah tidak terjadi apa-apa. "Kita keluar, yu? Acha juga dari tadi lama banget gak balik-balik."

 Nando mendorong kursi roda Lea keluar dari mini theater di rumah itu. Ternyata, pintu ruangannya sedikit terbuka saat mereka baru akan melewatinya.

 "Hai, gimana film-nya? Sorry gue tadi ngadem di taman belakang." Acha sudah ada di depan ruangan itu dengan ekspresi gugup dan pucat, seperti baru melihat sesuatu yang mengerikan, mungkin juga memuakan.

 "Oh, gak papa. Gue tahu lo pasti bosen nemenin gue nonton film itu, lagi, lagi, dan lagi, hehe...," sahut Lea terkekeh.

 Acha memaksakan senyumnya pada Lea, tapi tatapannya malah bertemu dengan Nando. Dan Nando, ia tahu betul apa yang ada di pikiran Acha. Sesuatu yang membuatnya merasa bersalah, tapi ia tidak punya pilihan. Bahkan, Acha sudah memastikan padanya jika ia akan mengerti dan menerima semuanya.

 "Umm, kalau gitu gue pulang, ya...," pamit Acha.

 "Yaah, lo gak mau nginep? Gue masih kangen, Cha...." Lea mulai merengek manja.

 "Gak bisa, besok kan gue harus ke kampus. Gue udah kelamaan bolos.

 "Hmm... Ya udah, deh!"

 Sebelum Acha beranjak, Nando memutuskan untuk pamit pulang bersamanya. "Bareng deh, bokap gue juga tadi udah pulang duluan. Jadi, gue bareng di mobil lo ya, Cha?"

 Setelah apa yang dilihatnya tadi, sepertinya bukan hal yang mudah untuk Acha berada di dekat Nando. Akan lebih baik jika ia bisa menghindarinya dulu, tapi tidak ada alasan untuknya menolak. "Ya udah...."

Nando membungkuk di depan kursi roda Lea. "Aku balik, ya...," pamitnya seraya mengusap rambut Lea, lalu mencium keningnya singkat. 

Lihat selengkapnya