My Prince My Bodyguard

Lisna W Amelia
Chapter #11

11. How Sweet You are

Sore itu mereka keluar dengan mengendarai Audi hitam. Hanya berdua, seperti biasa Al tidak suka berdiam diri di mobil dan mengandalkan jasa supir.

"Jadi, Nona mau ke mana sekarang?" tanya Al.

"Ke mall aja, deh!" jawab Lea setelah cukup lama berpikir.

"Yakin mau ke mall? Gak mau ke tempat yang lebih tenang?" usul Al, sedikit ragu.

"Tempat lebih tenang? Misalnya?"

"Misalnya ke taman, ke danau, atau-" Al masih akan menyebutkan beberapa alternatif tempat saat menoleh pada Lea dan menyadari jika Lea sama sekali tidak memperhatikannya.

"Itu apaan?!" tanya Lea seraya menunjuk keluar, matanya berbinar takjub.

Al mengikuti arah telunjuk Lea. "Itu...."

Ternyata, Lea melihat ke pinggir jalan. Di sebuah lapangan yang cukup luas, terdapat banyak tenda bulat dan besar dengan warna-warna cerah. Ada tenda dengan bentuk bersegi-segi, bulat, dan juga ada badut. Yah, tempat itu terlihat sangat meriah. "Pasar malam... kayaknya," sambung Al akhirnya.

"Pasar malam? Apaan, tuh? Pasar yang bukanya malam-malam? Bukannya mall juga buka sampai malam?" Lea terbengong. Tidak mengerti, tapi seperti pernah mendengar tentang pasar malam.

"Nona gak tahu pasar malam? Itu loh, pasar yang bukanya dari sore sampai malam. Biasanya banyak pedagang ngumpul, kayak bazar gitu. Suka ada komedi putar, biang lala, dan banyak permainan lainnya."

"Kita ke sana!" seru Lea penuh semangat.

"Tapi, Nona yakin mau ke tempat itu? Di situ rame loh, apalagi sebentar lagi juga malam, pasti lebih rame." Al tidak percaya Lea tertarik dengan tempat seperti itu.

"Gue gak lagi minta ijin, ya! Pokoknya kita ke-sa-na!!! Gak mau tahu! Harus!"

"..." Ya, apa yang bisa diharapkan dari seorang Princess manja yang suka seenaknya seperti Lea? Selain menuruti semua keinginannya, tentu.

Akhirnya, Al mencari tempat parkir yang aman dan tidak jauh dari lapangan tempat pasar malam itu digelar.

~~~

Setelah menurunkan Lea ke kursi rodanya, Al mulai melangkah menuju pasar malam yang letaknya beberapa puluh meter dari tempat parkir. Hanya melewati sebuah taman yang cukup sepi. Mungkin, semua pengunjung taman beralih ke pasar malam.

Lea sangat antusias dengan senyum sumringah. "Oh iya! Gue pernah dengar soal pasar malam. Akhirnya, sekarang gue bisa ke sini!!!" cetusnya. Dilihatnya Al tampak tidak begitu bersemangat. "Hei! Kenapa gitu mukanya? Kepaksa banget kayaknya ke sini!"

"Enggak! Siapa yang kepaksa? Umm... saya cuma heran, baru kali ini ada pasar malam di tempat ini, itu aja," elak Al. Bukankah tadi memang Lea yang memaksanya ke pasar malam? Dan Al tidak mungkin menolak.

Akhirnya, mereka masuk ke area pasar malam. Karena masih sore, tempatnya belum terlalu penuh. Al mendorong kursi roda Lea mengelilinginya, sampai tiba-tiba….

"Itu apa?" Lea menunjuk ke sebuah kolam besar yang terbuat dari karet.

Al menatap permainan itu ngeri. "Itu-"

"Cepetan ke sana!" perintah Lea riang. Bahkan, tidak memberi Al kesempatan menjelaskan.

Itu wahana penangkapan ikan. Jadi, siapa pun bisa membayar untuk permainan menangkap ikan dengan jaring kecil yang rapuh. Dan perasaan Al mulai tidak enak.

Di tempat itu ada laki-laki dan perempuan yang sepertinya sepasang kekasih tengah asik berdua. Si perempuan sudah berhasil mengumpulkan beberapa ikan dan jaringnya belum robek.

"Jangan bilang Nona mau main itu...," kata Al ngeri.

"Pak, minta jaring sama embernya!"

“…”

Terlambat. Lea sudah berteriak dengan suara nyaring pada sang empunya permainan ikan. Al yakin, Lea tidak akan berhasil menangkap satu pun ikan. Dan mungkin, setelah itu Lea akan merengek atau bahkan menangis.

Dari kursi rodanya, Lea mulai membungkuk dan mencoba menangkap ikan itu dengan semangat 45. Hingga 15 menit kemudian….

Jaring kesatu, kedua, ketiga, keempat, kelima, keenam, ketujuh, dan seterusnya hingga jaring yang sekarang Lea pegang, belum satu ikan pun tertangkap. Lea mendengus, dahinya sudah dibanjiri keringat. Bahkan, rok dan gips di kakinya sudah basah terkena cipratan air. Tapi, Lea belum menyerah. Ia menoleh pada sepasang kekasih tadi. Perempuan itu sudah berhasil menangkap banyak ikan dengan pacarnya yang setia menyemangati.

"Pak! Jaring yang buat saya ini udah bapak rusakin semua, ya?! Kenapa dia bisa nangkap, tapi saya enggak?!" Lea protes pada penjaga permainan ikan dengan wajah kesal dan nafas ngos-ngosan.

“…” Al menghela nafas dalam-dalam seraya menepuk jidatnya. Benar dugaannya, pasti berujung kacau.

"Enggak neng, semua jaringnya sama. Neng aja yang gak bisa," jawab si bapak penjaga di sela keasyikannya menghitung uang.

"Tapi kok, dia bisa?! Pasti ada yang curang!!!" teriak Lea seraya menunjuk perempuan tadi.

Walhasil, perempuan itu pun tidak terima karena merasa dituduh curang. "Mbak! Kalau gak bisa main, ya terima aja! Jangan nunjuk-nunjuk orang sembarangan! Maen nuduh aja!"

"Berani lo bentak gue?!" Lea semakin murka.

"Heh, mbak! Jangan gitu ya, sama pacar saya! Mbak Norak amat! Kalau gak bisa terima aja!" Akhirnya, pacar si perempuan ikut turun tangan.

Lea tersentak mendengar bentakan laki-laki itu. Sontak ia terdiam, merengut dengan wajah digelayuti awan gelap.

"Mas, yang sopan sama perempuan. Masa bentak-bentak gitu!" Al tidak tinggal diam karena laki-laki itu ikut memarahi Lea. Walaupun memang, Lea yang memulai.

"Ajarin tuh, pacar lo!!! Jangan suka seenaknya!!!" balas laki-laki itu.

"Sudah saya bilang jangan bentak-bentak! Gak pantas laki-laki bentak perempuan." timpal Al tegas namun tetap tenang.

"Eh-heh! Jangan ribut di lapak saya, dong!" Si penjaga ikan akhirnya menengahi. "Tadi kan, yang cewek yang main, sekarang dari pada kalian ribut, mending yang cowok lomba nangkap ikan aja. Gimana?"

Al dan laki-laki itu saling menatap sengit. Sementara Lea, ia masih tidak terima atas keberhasilan perempuan tadi menangkap ikan.

Lihat selengkapnya