My Prince My Bodyguard

Lisna W Amelia
Chapter #13

13. Pigeon Orchid

Al keluar dari ruang kerja Opa sambil melamun. "Opa cuma ngomong itu doank?" gumamnya. "Aneh...." Ia masih saja tidak mengerti, kenapa Opa mengatakan itu padanya? Sebenarnya, Opa terlihat sedang mencemaskan sesuatu, tapi ia tidak mungkin bersikap lancang dengan menanyakannya.

"Hei!"

“…” Tiba-tiba, Al mendengar Lea memanggilnya, kembali dengan panggilan ‘Hei’. Ia menoleh ke belakang. Tampaknya, Lea sudah selesai terapi dan kembali duduk di kursi rodanya.

"Kenapa tuh, muka?" tanya Lea dengan cueknya. "Ah! Gue tahu, lo habis dipecat ya, sama opa? Haha!"

Al memutar bola matanya, malas. Selain suka bersikap seenaknya, Lea juga ternyata suka bicara seenaknya. "Iya, saya dipecat. Selamat tinggal, NONA!" Ia pun ngeloyor begitu saja.

Seketika itu juga tawa Lea terhenti. Ia melongo sepeninggal Al. "Kenapa dia ? Serius amat mukanya? Gue kan becanda, doank...," gerutunya dengan bibir mengerucut.

Al terus berjalan sampai tak terasa sudah ada di depan taman anggrek kesayangan Lea. Taman Anggrek yang dulu sengaja ia rusak atas perintah Opa. Opa sengaja ingin melihat sifat Lea yang ‘katanya’ memang ‘luar biasa’ angkuh. Dan itu terbukti. Walaupun tidak ada yang menyangka, jika kejadian itu sampai berakhir dengan kecelakaan yang menimpa Lea. Niat Opa hanya ingin menghukum Lea kalau sifatnya sudah keterlaluan. Dan hukumannya malah datang langsung dari Tuhan.

Pak Darto baru saja selesai merawat anggrek-anggrek kesayangan Lea. "Eh, mas Al," sapanya. "Tumben ke sini, ada apa?"

"Saya… lagi nyari udara segar aja, jadi ke sini." Al balas tersenyum ramah.

"Oh, kalau gitu saya permisi, mas. Mas pasti pengen sendiri." Saat pak Darto baru beranjak, tahu-tahu Lea sudah ada di situ. Ia pun manunduk hormat pada Lea. "Siang, non."

“…” Lea tidak menjawab sampai pak Darto, hanya menatap Al.

Pak Darto pun melanjutkan langkahnya. "Permisi, non."

Al menoleh singkat pada Lea. "Hmm... ngomong-ngomong, Nona udah minta maaf belum sama pak Darto?"

"Kenapa harus minta maaf?" timpal Lea, tanpa sedikitpun nada bersalah di dalamnya. "Toh, dia gak jadi dipecat, kan? Dan waktu itu gue marah karena emang dia gak bener jagain taman anggrek gue."

Al menghela nafas berat. "Ya udahlah, lupain." Percuma saja, Lea tidak akan pernah mengalah selama belum bisa bersikap lebih dewasa.

"Umm… lo kenapa, sih? Habis keluar dari ruangan Opa, kok mukanya aneh gitu?" tanya Lea sambil meneliti wajah Al.

Al berjalan masuk ke dalam, lalu duduk di kursi panjang yang terdapat di tengah-tengah taman kecil yang dikelilingi anggrek itu. "Saya merasa… ada yang aneh sama Opa. Nona gak ngerasain itu?"

"Apanya yang aneh?" Lea menerawang. "Ah, Opa biasa aja, kok. Lo aja kali yang aneh," imbuhnya.

"..." Sepertinya Al salah membicarakan itu pada Lea yang kadang kelewat polos dan tidak peka. Lea bahkan tampak tidak peduli.

Lea mendorong kursi rodanya masuk ke dalam taman seraya melihat bunga-bunganya yang bermekaran indah. Kemudian, matanya terkunci pada bunga anggrek favoritnya. "Waah... hari ini anggrek merpatinya lagi mekar!" Matanya berbinar. "Pantesan tadi pagi ada wanginya sampai ke kamar."

Al hanya melirik Lea dengan pandangan malas. Dan ia mulai khawatir saat Lea tiba-tiba mencoba berdiri dengan sebelah kakinya untuk meraih anggrek parasit yang menempel cukup tinggi di dahan pohon itu. "Nona, awas jatoh...!" katanya sambil bersiap untuk berdiri.

"Kaki kiri gue kan gak papa," sahut Lea, ia terus berusaha meraih anggreknya. Tapi, kaki kanannya tersangkut di injakan kursi roda saat kaki kirinya berjinjit sambil melangkah lebih jauh. Dan akhirnya, ia kehilangan keseimbangan. "Aaaahhhh!"

“Nona!” Dengan sigap Al melesat dan menahan tubuh Lea dengan kedua tangannya, hingga ia sendiri nyaris terjatuh.

“…” Lea tertegun, selalu seperti itu saat melihat kedua mata teduh itu.

"Udah saya bilangin, jatoh, kan!" kata Al yang kemudian membantu Lea duduk kembali di kursi rodanya. "Lagian kalau mau berdiri, ini pijakan kakinya digeser dulu ke samping! Kalau tadi jatoh ke tanah gimana?" Karena suasana hatinya sedang tidak enak, ia tidak sadar mengomel dengan suara tinggi. Selain memikirkan Opa, ia juga masih teringat kejadian di taman semalam.

Lea merengut dengan bibir mengerucut. "Jahat! Udah jatuh, diomelin, lagi!" protesnya sedikit merengek. Walaupun memang, ia beruntung kaki kanannya tidak tertarik terlalu keras.

Al yang masih berjongkok di depan Lea untuk membenarkan posisi kakinya berhenti, lalu menatap Lea lekat. Seketika ia merasa bersalah sudah membuat wajah Nona-nya ditekut. "Iya… maaf saya salah, saya udah ngomelin Nona. Tapi, kan ini juga buat kebaikan Nona. Kalau sampai jatuh kan, Nona juga yang sakit."

"Tapi gue mau pegang bunga angreknya..., mau cium dari dekat juga…," Lea kembali merengek.

Al mendongak ke arah anggrek. "Tapi itu tinggi, non. Mau saya petikin aja?"

"Jangan dipetik!” larang Lea dengan ekspresi ngeri. “Kasihan bunganya kalau dipetik! Gue cuma mau pegang sebentar, kok."

Al mengeryit, heran. "Kasihan?"

"Iya, kasihan! Nanti rusak!”

Al menghela nafas pelan. "Tapi, gimana caranya Nona bisa naik ke atas?” Ia mengedarkan pandangan ke sekitar untuk mencari cara.

"Gue bisa berdiri pake sebelah kaki, kok!" Lea bersikeras.

"Iya bisa, tapi gak akan sampai. Tadi Nona jinjit-jinjit aja jatoh," Al menimpali.

Lihat selengkapnya