Lea dan Al keluar dari kamar motel dengan langkah kompak . Beberapa detik mereka diam, seolah tengah berpose di depan pintu. Lea mendongak dengan sebelah tangan berkacak pinggang, sedangkan Al berdiri tegak dengan sebelah tangan menurunkan kaca mata hingga tatapan tajamnya mengintip.
Lea mengenakan blue jeans, turtle neck sweater warna baby blue , dan flatshoes abu-abu. Dilengkapi dengan beany motif loreng dan kaca mata hitam milik Al. Di punggungnya, ia menggendong tas berisi baju dan perlengkapannya. Sementara Al, ia tetap konsisten dengan serba hitamnya. Hanya saja, kali ini dia tidak memakai jas seperti biasa, melainkan hoodie hitam dan topi untuk sedikit menyembunyikan wajahnya. Perfect!
"Oke! Tuan buronan, sekarang Princess siap diculik kemana pun!" Lea mulai membuka suara.
"Uhuuk!" Kontan Al yang tengah mengunyah permen karet tersendak, nyaris tertelan. "Nona! Jangan panggil saya gitu, kan saya bukan penjahat!" protesnya.
"Hahaa! Gak papa, emang kenyataannya gitu, kan? Lagian, kamu emang udah nyulik aku, kamu bawa aku kabur!" Lea semakin puas memojokan Al dengan candaannya.
Al mendengus, tidak habis pikir dengan tingkah Lea yang masih tidak bisa serius. "Nona, saya juga kabur dari tugas saya, jadi saya jamin selain dicari sama orang-orang suruhan Hamlan grup, kita juga dikejar sama tentara yang mikir saya mangkir dari tugas yang udah terlanjur saya setujuin," tegasnya.
Lea merengut. Niatnya bercanda justru berujung penjelasan serius dari Al. "Iya, iya! Tau!" sahutnya dengan bibir mengerucut. "Kan cuma becanda! Lagian dari tadi serius amat, sih! Bikin makin takut aja....! Iya, aku ngerti, kamu kan udah jelasin panjang lebar tadi di dalam.”
Al menghela nafas pelan. "Maaf...," sesalnya kemudian. "Saya jadi lebih parno gini. Tapi, Nona gak usah takut, ya. Non cukup percaya sama saya," imbuhnya lembut seraya tersenyum hangat.
Seketika itu Lea kembali tersenyum riang. Ia kemudian menggamit lengan Al. "Ya udah, ayo! Katanya kita harus cepat pergi dari sini?"
"..." Sepertinya, Al sudah harus terbiasa dengan tingkah Lea yang cepat berubah-ubah.
Baru beberapa langkah, tiba-tiba Lea menghentikan langkahnya dengan dahi berkerut-kerut. "Umm... ngomong-ngomong, semua baju sama sepatu yang kamu beliin pas, termasuk pakaian dalamnya juga. Tapi, kenapa warna dalamannya hitam semua?"
Wajah Al seketika memerah. "Kan Nona udah ngasih semua ukurannya, jadi... pas. Kalau warnanya...." Ia berpikir cukup lama.
"Ah! Aku tahu kenapa hitam semua," sambar Lea. "Soalnya hitam itu warna favorit kamu, terus warna hitam juga bikin cewek kelihatan lebih seksi. Iya, kan?" Senyum nakal kemudian ia perlihatkan seraya mendekatkan wajahnya pada Al.
"A-a... i-itu...." Al tergagap, wajahnya semakin merona. Akhirnya, putuskan untuk menghindari pertanyaan itu dengan melengos. "Tau, ah!"
"Aaalll...! Tungguin!" teriak Lea, sedikit merengek manja. "Aku kan cuma becanda...."
"..."
~~~
Di sebuah terminal bus….
Al masih menggandeng Lea sambil mencari-cari bus yang akan mereka tumpangi. Sementara itu, Lea masih belum tahu kemana Al akan membawanya.
"Al...."
"Hmm?"
"Sebenarnya kita mau ke mana, sih? Kita udah naik commuter line sampai di Bogor, nih!" Pertanyaan yang sudah Lea tanyakan untuk kesekian kalinya, tapi Al belum juga mau menjawab.
"Saya kan udah bilang, sementara ini kita harus keluar dari JABODETABEK. Dan saya rasa tempat itu bisa kita pakai untuk sementara. Saya yakin, di sana gak akan ada banyak orang yang ngenalin kita, mungkin malah gak ada."
"Iya, tapi di mana?" Lea masih belum puas. “
"Nona lihat aja nanti, ya. Nanti saya jelasinin deh, di bus."
"..."
Setelah menemukan busnya, Al langsung membawa Lea naik. Tertulis 'Pelabuhan Ratu' di depan bus itu. Sebelumnya, mereka sempat membeli roti bakar dan beberapa cemilan untuk di perjalanan.
"Sekarang kita udah naik bus, jadi jelasin! Kita mau ke pelabuhan ratu?" tanya Lea setelah duduk manis di dekat jendela, di sebelah Al.
"Sebenarnya, kita mau ke sawarna," jawab Al akhirnya.
"Apa? Bukannya di situ ada resort Opa?" Lea sedikit cemas.
"Rumahnya jauh dari resort Opa, letaknya agak terpencil. Tapi, itu justru bagus. Kita jadi bisa diam-diam ngawasin perkembangan resort itu, biarpun itu cuma satu bagian kecil dari Hamlan grup."
"Bentar, kamu bilang… rumah? Rumah siapa?" Lea mengernyit.
"Dulu, Opa pernah ngasih saya rumah. Saya juga gak tahu apa maksud Opa. Udah cukup lama sih, opa ngasihnya. Tapi, karena saya sibuk sama pendidikan saya, rumah itu jadi di titipin sama warga yang tinggal di dekat situ. Paling, ibu panti sama beberapa anak panti yang suka ke situ kalau liburan."
"Apa semua anak asuh Opa dikasih hadiah rumah? Atau kamu itu anak asuh kesayangan opa?" Lea tidak habis pikir. “Kayaknya sih, emang dia anak asuh kesayangan Opa.”
Al mengendikan bahu. "Saya juga gak ngerti. Yang pasti, tempat itu aman buat kita. Yang tahu tempat itu cuma Opa sama ibu panti."
Saat Lea hanya menggut-manggut, Al malah merasa cemas karena tergingat perkataan Acha. "Tapi...."
"Tapi apa?" sambar Lea, penasaran.
"Rumahnya… dekat pantai,” jelas Al, sedikit berhati-hati. “Malah… di tepi pantai.”
Untuk beberapa detik, Lea yang terkejut hanya terdiam. Tapi, ia segera tersenyum untuk menyembunyikan rasa takutnya. "Yaaa... gak papa. Asal jangan di tengah laut aja," sahutnya datar. Kemudian, ia termenung dengan wajah berubah murung.
"Nona gak papa, kan?" Al menatap Lea cemas. "Saya tahu soal trauma Nona, tapi Nona gak usah takut. Nona gak boleh terus-terusan biarin rasa takut itu ngalahin Nona."
Lea tersenyum miris. "Tenang aja, aku gak papa, kok. Lagian, sekarang semua hal dalam hidup aku justru berhubungan sama laut. Sampai orang yang aku cintai juga seorang pecinta laut." Ia menatap Al lebih dalam. "Kamu... seandainya aku suruh kamu pilih antara aku atau tugas kamu sebagai TNI AL, kamu pilih yang mana?"
"..." Al terpaku. Ia tidak tahu harus menjawab apa. Keduanya begitu penting baginya.
"Gak bisa jawab?" tebak Lea, ia kemudian menerawang. "Makanya, aku justru senang sekarang. Dengan kita kabur gini, aku jadi gak harus mikirin tentang kamu yang harus pergi bertugas, aku cuma mau sama kamu selamanya. Gak ada yang bisa misahin kita.”
"Gak sesimpel itu. Nona gak bisa ninggalin semua jerih payah Opa selama hidupnya gitu aja. Setelah semuanya jelas, termasuk soal kecelakaan Opa, Nona harus kembali ke sana buat gantiin Opa. Nona harus siapin diri Nona sebaik mungkin sebelum hari itu datang."
"Itu aja? Gak ada maksud lain kenapa kamu bawa aku kabur?" Lea menatap Al penuh harap, sedikit kecewa juga.