Rendy POV
Pertama kalinya gue datang terlambat selama masuk SMA ini. Semua dikarenakan malam sebelumnya, gue mendengar cerita dari Derry yang diterima cintanya oleh Lisa. Gue mendengarkan cerita Derry sampai jam 2 pagi. Tapi yang gue heran, kenapa Derry gak terlambat , ya? hmm… mungkin karena semangat cinta di hari itu, jadi dia bisa bangun pagi untuk menjemput Lisa pergi ke sekolah. Entahlah… yang penting gue ikut senang juga kalau sahabat gue itu senang.
Seluruh murid hari itu membicarakan dan bertanya-tanya tentang kebenaran bahwa Derry dan Lisa berpacaran. Bahkan saat gue sedang makan sendirian saat jam istirahat. Tiba-tiba seekor lalat menabrak mata gue dan diiringi oleh suara tuannya. “Ren, emang bener si Derry jadian sama Lisa?” tanya agus yang membuat napsu makan gue berubah menjadi tidak enak karena bau badannya yang semakin dekat dengan hidung gue.
“Iyalah… Kalau gak percaya loe tanya aja sendiri sama Derry!” Gue merasakan mulai sempoyongan kalau agus dekat gue lama-lama. “Emang napa sih…? Kepo banget loe!” suara gue mulai meninggi.
“Bukan gitu, Ren...” Dia mulai berdiri sedikit menjauh, memberikan ruang untuk gue bernapas. “Kalau gitu, gue udah gak ada kesempatan lagi dong, ya?”
GDUUUBRAAKK! Rasanya gue ingin jatuh dari kursi ini setelah mendengar pertanyaan orang ini yang mungkin tidak pernah ngaca.
“Kesempatan apa maksud loe, Gus? Kesempatan jadi pacar Lisa atau kesempatan jadi supir?” tanya gue untuk memperjelas. “Bangun loe, Gus. Jangan ngigo mulu! Mimpi kok sampai jam segini,” ledek gue ke Agus.
“Ah… loe mah…gitu banget sama gue, Ren. Emang gue kurang apa coba?” sahut Agus dengan wajah menahan tawa.
Dalam hati gue ingin menjawab loe tuh… kurang semprot obat serangga, biar serangga di tubuh loe pada mati, sama loe kurang banyak cuci ketiak pakai deterjen, biar gak terlalu bau solar gitu ketek loe.
Derry, Lisa dan Hera datang dari kantin sambil membawa makanannya yang telah terbungkus rapat. Mereka datang untuk makan di kelas bersama gue yang hari itu membawa makanan dari rumah.
Pembahasan saat makan pun beragam. Hera yang bingung kenapa Lisa mau menerima Derry menjadi pacarnya, mulai bertanya ke Lisa. “Lis, loe gak kehipnotis kan sama Derry waktu jawab kemarin?” ledek Hera menggoda Derry.
“Ya gak lah… Muka gue tuh ganteng… 11-12 lah sama Joe Taslim,” gurau Derry.
“11-12 apa? 11-12 jutaaaa… maksudnya?” Hera lanjut meledek Derry.
“Bisa aja nih… Upil Gajah,” jawab Derry mengeluarkan diksi asalnya.
Ya begitulah Hera. Dia selalu tertawa lepas ketika melihat hal-hal lucu disekitarnya, tanpa sedikit pun menjaga image nya sebagai wanita yang lumayan banyak di dekati kakak kelas kami.
Walaupun begitu, Hera selalu terbuka pada kami siapa saja yang mendekatinya. Dia selalu meminta pendapat kami mengenai cowok tersebut. Dari mulai cowok dengan perutnya bagaikan rati sobek , sampai dengan cowo yang perutnya seperti panci bolong. Hahahaha…
Tapi sampai saat ini Hera belum pernah menjalin hubungan serius dengan siapapun yang mendekatinya. Dia hanya menganggap semuanya teman ngobrol saja. Dia orang yang tidak pernah membatasi diri untuk berteman dengan siapapun. Baik dengan kakak kelas atau bahkan pedagang-pedagang di kantin sekolah kami.
Dari cerita Hera yang gue dengar, sebenarnya keluarga Hera hampir sama dengan gue. Dia merupakan anak tunggal dengan orang tua yang super sibuk dengan pekerjaan mereka. Hari-hari Hera dirumah lebih banyak di temani oleh seorang pembantu rumahan yang tinggal menetap di sana.
Canda gurau kita terhenti, ketika Lisa mulai membahas tugas Biologi kelompok kami yang sudah harus diselesaikan dan harus dipresentasikan minggu depan.
Khusus dimata pelajaran ini, agar tidak terlalu membosankan dalam menghafal dan pelajarannya menjadi mudah dimengerti oleh sesama murid, guru kami menugaskan semua murid kelas 1 SMA dibagi dalam beberapa kelompok, di mana setiap kelompok harus membahas masing-masing bab yang ada dalam mata pelajaran Biologi tersebut dengan bahasa yang sudah di sederhanakan oleh masing-masing kelompok.
Hera pun langsung menawarkan kami untuk mengerjakan tugas kelompok ini di rumahnya pada hari Minggu siang. Serentak kami pun sepakat dengan idenya tersebut.
***
Lagi-lagi masing-masing dari kami hanya berbekal share location dari aplikasi Whatsapp, untuk menemukan tempat tinggal Hera waktu pertama kali kami berkunjung kesana. Butuh sekitar 1 jam untuk menuju sebuah perumahan sederhana dengan pohon-pohon yang terlihat kurang dirawat oleh pengembang perumahannya.
Dari beberapa rumah yang gue lewati setelah pintu masuk perumahan, Gue melihat satu mobil yang sesekali pernah gue lihat menghantarkan Hera ke sekolah, terparkir di pinggir jalan. Rumah 2 lantai yang tidak terlalu luas dengan cat berwarna biru muda, di sanalah peta gue berhenti dan memberitahukan bahwa gue telah sampai tujuan.
Gue melihat motor matic tua milik Derry sudah terparkir di halaman rumah Hera. Dengan segera gue langsung menyalakan bel rumah Hera.
Gue melihat seorang wanita memakai kaos oblong warna putih dan rambut yang diikat kebelakang menyambut gue dengan senyum ramahnya. “Eh… Ren, lama banget lo sampai?” tanya Hera , sambil dia membuka kunci pagar rumahnya.
“Iya Her, gue kesiangan bangun. Sorry ya.” Gue memarkir motor ke dalam rumah. “Yang lain udah dari tadi datangnya?” tanya gue.
“Lumayan lah… sekitar setengah jam-an lah.” Hera mengunci gerbangnya kembali. “Yuk… langsung masuk aja, si Derry dan Lisa udah nunggu di kamar atas.”
Didalam gue melihat ayah dan ibu Hera sedang sibuk dengan laptop mereka masing-masing, gue duga mereka sibuk mengurus kerjaannya di ruang tengah. “Permisi om, tante.” Gue menundukan kepala saat berpapasan lewat depan mereka.
“Oh… iya iya. Mau ngerjain tugas ya? Langsung aja ke kamarnya Hera, sana! Belajar yang benar ya kalian. Jangan main-main aja di atas! ” ibu Hera mengingatkan gue sambil melontarkan senyuman.
“Iya Tante.” Gue pun naik ke atas bersama Hera di depan gue.
Gue mendapati Lisa dan Derry setelah membuka pintu kamar Hera, mereka terlihat sedang serius dan sibuk sekali. Lisa sedang membuat rangkuman tentang pembahasan yang ingin kita sampaikan dalam presentasi nanti, sedangkan Derry… Hmm… Dia hanya sibuk memperhatikan wajah Lisa yang sedang sibuk membuat rangkuman. Gue duga sih… dia sedang melamun jorok. Hahaha…
Hera berdiri didekat pintu dan bertanya kepada kami,“Kalian mau minum apa? Biar gue minta tolong bibi untuk buatin.”
“Gak usah repot-repot, Her. Air putih aja,” jawab Derry dengan cepat. “Pakai sirup sama es batu, Her. Kalau ada kacang boleh,Her..untuk cemilannya.”
GDUUUBRAAKK! Kejengkang gue rasanya mendengar pernyataan konyol Derry, si manusia yang urat malunya suka gak nempel erat-erat sama tubuhnya.
Kelompok kami mendapatkan tugas untuk merangkum dan mempersentasikan Bab Biologi mengenai Virus di depan kelas nanti.
Dengan segera, kami mengambil posisi untuk memulai mengerjakan tugas biologi tersebut. Kami pun duduk di bawah dan membentuk barisan seperti persegi, dimana sekarang Derry memegang laptop milik Hera untuk mengetik persentasi nantinya, dan Lisa ada di belakangnya. Sedangkan Hera ada di sebelah Derry sambil memegang buku dan gue ada di sebelah Lisa untuk membantunya mencari tambahan bahan persentasi dari internet laptop gue.
“Sini buku rangkumannya. Biar gue buat persentasinya.” Derry pun mengambil buku yang ditulis Lisa dan mulai membuat persentasinya.
Slide demi slide, semua ditulis Derry dengan jelas sesuai dengan apa yang ada di buku dan rangkuman yang dibuat Lisa. Gue melihat Hera dan Lisa mengernyitkan dahinya, seakan mengisyaratkan ada sesuatu yang mereka tidak terima di dalam persentasi yang sedang di buat Derry tersebut.
“Kenapa, Her?” Gue berusaha membuka apa yang sedang dipikirkan Hera. “Ada yang mau loe ubah persentasinya?”
Hera langsung menaruh bukunya dan mengambil kendali terhadap laptop yang dipegang Derry. “Hmm… menurut gue sih kalau untuk persentasi ke depan kelas. Kita bukan cuma pindahin isi buku ke slide ini dan membacanya.”
Kami semua melihat ke arah Hera dan memperhatikan penjelasannya .
“Kita gak harus menulis selengkap ini di slide. Misalnya aja di slide pembuka, kita cukup menulis Virus saja di slide dan untuk penjelasannya, satu di antara kita menjelaskannya ke depan kelas dengan bahasa yang sudah dibuat lebih sederhana dari pada penjelasan buku. Jadi orang yang memperhatikan lebih antusias dan lebih mengerti penjelasannya,” terang Hera.
“Bener juga kata loe,” sahut gue yang setuju dengan pendapat Hera.
“Iya sih… menurut gue juga kalau ditulis semua begitu, itukan sama aja mereka baca di buku juga. Jadi gak ada bedanya baca buku sama mendengarkan presentasi kita,” Lisa berkomentar.
“Dan juga kita boleh kok pakai efek-efek yang lucu, biar persentasi kita terlihat lebih menarik dan gak ngebosenin. Contoh lagi nih…, di sejarah singkat virus, kita masukin aja foto-foto ilmuannya, lalu tulisan nama dan tahun mereka menemukan virusnya, kita buat efek bersinar seperti lampu diskotik yang kelap-kelip, jadi terlihat lebih menarik. Habis itu kita jelaskan secara langsung ke murid-murid, virus apa yang pertama mereka temukan.” Hera mengetik dan memperbaiki slide demi slide.
Gue cuma mengangguk setuju dan terus memperhatikan Hera yang sedang memasukan efek-efek yang membuat persentasi kami layaknya persentasi dari seorang yang professional.
“Bahkan boleh loh kita sedikit melakukan lelucon, biar yang memperhatikan persentasi kita gak bosen. Misalnya, Derry membuka persentasi kita dengan pantun. Atau… loe ada ide lain gak , Der? Biar orang ketawa, jadi gak bosen orang-orang mendengarkan persentasi kita,” lanjut Hera menjelaskan ide persentasi yang dia inginkan.
“Wah.. boleh juga tuh. gue buat pantun untuk pembuka persentasi kita,” ujar Derry dengan antusias. “Oh… ya bagaimana kalau contoh orang yang terkena virus Ebola. Pertama-tama,kita masukin foto si Agus tuh yang gede. Biar pada ketawa semua orang. Habis itu baru di slide berikutnya foto contoh korban yang sebenarnya. Bagaimana?” lanjut Derry mengeluarkan ide konyolnya.
“Nah… boleh tuh… download deh foto Agus di Facebook, biar gue masukin ke slide,” sahut Hera menyetujui ide konyol yang diberikan Derry. “Tapi gue gak tanggung jawab ya, kalau hidung dan muka lo disekap pakai keteknya. Bisa mati suri lo nanti.” Kita semua tertawa mendengar celetukan Hera itu.
Gue bener-bener kagum dengan pola pikir Hera dan keahliannya dalam persentasi. Dalam waktu 1 jam saja, Hera menyelesaikan slide persentasi mengenai virus dari kelompok kami. Di mana seluruh slide dalam persentasi itu banyak sekali animasi efek yang keren sekali.
Hanya tulisan poin-poin terpenting saja dengan tambahan animasi efek yang sangat indah yang dimasukan Hera kedalam persentasi kami. Misalnya waktu membahas jenis-jenis virus. Pertama kali tulisan keluar dari atas ke bawah dan setelah selesai waktu kami membahas. Tulisan yang ada di slide tersebut akan terpecah berantakan dan berganti dengan slide pembahasan selanjutnya.
Bahkan setelah Hera menyelesaikan slide persentasi kelompok kami, ia juga membantu kami untuk menyederhanakan penjelasan dari buku dan internet , sekaligus mencari perumpamaan untuk lebih memperkuat penjelasan kami waktu persentasi nanti.
“Tokk…tokk…” Terdengar suara ketuk pintu disertai suara ayah Hera yang memanggil Hera dari balik pintu kamar. “Hera, Ayah anterin ibu dulu ya ketemu client. Mungkin pulangnya bisa malam. Kamu jangan lupa makan malam, ya!”
Hera pun beranjak dari tempat duduk dan membuka pintu. “Iya, Yah… Jangan lama-lama ya pulangnya!” Hera mencium ayahnya.
“Iya, Her… Ayah usahain gak lama kok.” Ayahnya langsung pergi, berganti dengan ibu Hera yang naik ke atas untuk berpamitan dengan Hera.