My Principle of Love

Hanbeka
Chapter #5

Bab IV. Usaha kecil Derry untuk memulai sukses

Pov Derry 

Di dalam otak gue saat ini, gue harus bekerja keras untuk menjadi seseorang yang mapan di mata orang tua Lisa. Kalau kata orang, kerja keras tidak pernah menghianati hasil, itu benar. Namun semua kesuksesan butuh waktu, niat, dan butuh kerja keras.

Gue merasa gak ada salahnya kita memulai bisnis dari saat kita masih sekolah. Apalagi jika ada bisnis yang bisa dijalankan tanpa menggangu jam belajar kita sebagai anak sekolah. 

Rendy. Hanya itu satu-satunya nama yang terlintas diotak gue, yang gue pikir bisa membantu gue mencari ide bisnis apa yang bagus untuk gue.

Tepat setelah pembagian raport semester akhir di kelas 1 SMA, gue meminta ijin ke orang tua gue dan orang tua Rendy untuk bermain di rumah Rendy setelah menerima raport kami. 

Di sela-sela pembicaraan kami di rumah Rendy, gue memberanikan diri untuk bertanya pada Rendy, “Ren, kira-kira kita sebagai anak sekolah gini. Kalau mau bisnis sampingan, bisnis apa, ya? Yang gak ganggu jam belajar kita.” Gue tempelkan pulpen yang sedang gue pegang ke dagu gue sambil gue berpikir. 

Rendy yang sedang bermain dengan handphonenya pun menjawab, “Hmm… apa ya? gimana kalau curanmor?” celetuk Rendy asal-asalan.

“Wah… boleh juga, tuh… tapi untuk aksi pertama gue, gimana kalau motor loe dulu yang gue curi?” dengan suara yang kencang dan penuh semangat, gue membalas perkataan Rendy dengan lebih asal-asalan juga.

Rendy menaruh handphonenya. “Gitu aja loe emosi, sih… Gue cuma bercanda, bro!” Dia mulai serius berpikir. “Bagaimana kalau kita beli kaos polos terus kita buat design tulisan atau gambar untuk disablon di kaos itu? Dua model kaos saja dulu, tapi ukurannya lengkap! S, M, L, XL dan XXL,” lanjut Rendy melontarkan idenya. 

“Boleh juga tuh… tapi gambar atau tulisan apa, Ren?” tanya gue.

Rendy langsung mengambil laptop dan mulai mendesign tulisan di atas gambar kaos berwarna hitam. Gue memperhatikan gambar yang sedang di buat Rendy. 

Setelah sekitar setengah jam Rendy berkutat dengan laptopnya, akhirnya gue melihat Rendy menunjukan hasil rancangan design kaosnya. Gue melihat 2 gambar diatas kaos berwarna hitam itu, terdapat tulisan “Speak up!” dan “Do your best!”, yang sudah di design dengan semenarik mungkin. 

Gue yang setuju dan menganggap design dari Rendy tersebut sudah layak untuk dijual, langsung mengambil handphone dan mulai mencari di internet, alamat distributor kaos polos dan tempat sablon yang murah dan berkualitas.

Ada 2 supplier kaos polos dan 2 tempat sablon murah yang kualitasnya bagus menurut kami. Gue dan Rendy pun berencana untuk survei langsung toko tersebut keesokan harinya.

*** 

Gue mendapatkan respon positif dari ayah, setelah gue berbicara dengan dia tentang ide untuk merintis bisnis sampingan ini di rumah. Dia sangat mendukung gue asalkan nilai gue di sekolah yang sudah pas-pasan sekali ini, harus bisa membaik atau paling tidak, nilai gue tidak berubah menjadi hancur berantakan. 

Sambil menonton di ruang tengah, ayah bertanya seusai gue membicarakan tentang ide bisnis sampingan gue. “Ngomong-ngomong apa sih yang membuat kamu berpikir untuk menjalankan bisnis sampingan ini?” tanya ayah sambil menggonta-ganti acara TV.

Derry menunduk malu sambil menceritakan alasan dia berbisnis. “Ada yang aku mau kejar, yah…”

“Kalau mau ngejar orang, latihan lari dong! Jangan bisnis!” celetuk ayah memotong pembicaraan Derry.

“Bukan gitu maksudnya, yah. Dengarin dulu Derry ngomong.” Derry melihat ke arah ayahnya. “Derry sebenarnya sedang dekat sama cewek, namanya Lisa. Tapi orang tuanya maunya Lisa ini dekat sama cowok yang sudah mapan. Makanya aku berusaha dari sekarang supaya nantinya setelah selesai SMA dan kuliah, aku bisa menjadi orang kaya dan terpandang di mata keluarga Lisa.” 

“Oh… kamu lagi suka cewek ya. Bagus deh…” jawab ayah melihat ke arah Derry. “tapi ayah ingetin dari sekarang, kalau nantinya kamu tetap tidak diterima sama keluarga Lisa, kamu jangan kecil hati ya, Der!”

“Iya, yah.” Gue pun merapikan meja yang berisi kertas rancangan bisnis gue.

“Kapan-kapan kenalin ayah sama Lisa, ya!” ucap ayah sambil menyeruput kopi hitamnya.

 “Ayah mau Derry kenalin sama Lisa?” tanya gue untuk memastikan keseriusan omongan ayah. Gue cukup kaget dengan perkataan ayah. Gue pikir ayah akan melarang gue untuk berpacaran dulu dan fokus untuk sekolah saja.

“Ya mau lah… Ayah kan juga mau kenal pacar kamu siapa sekarang.”

“Oke deh, Yah… kapan-kapan Derry kenalin Lisa ke Ayah.” Gue beranjak dari ruang tengah menuju kamar gue.

Lihat selengkapnya