My Principle of Love

Hanbeka
Chapter #7

Bab VI. Aku, Rico dan Derry

Pov Lisa

Membuka mata setelah semalaman hujan, membuat udara pagi hari ini sangat segar sekali. Apalagi setelah gue dan Derry telah menyelesaikan ujian akhir semester dua Teknik Informatika di salah satu universitas swasta di Jakarta. 

Ya, benar sekali. Setelah masa SMA kita berakhir, gue dan Derry masuk universitas dan fakultas yang sama. Sedangkan Hera, dia mengambil jurusan Broadcasting di salah satu universitas swasta ternama di Bandung. Dan Rendy, dia berhasil masuk kedokteran di universitas negri ternama di kota Depok. 

Seperti biasa, HP gue sudah dipenuhi chat konyol, sapaan selamat pagi dari Derry yang membuat gue tersenyum pagi ini. “Ada itik di deket penyelom. Hai… cantik, sudah bangun belom?”

“Hahaha… maksa banget pantunnya. Masa penyelam jadi penyelom,” gue bener-bener gak ngerti dengan sikap Derry. selalu ada cara untuk buat gue tersenyum. “Baru aja bangun… kamu udah dari jam berapa bangun? Hari ini mau kemana aja?” lanjut gue mengetik pesan ke Derry.

“Gak kemana-mana kayaknya. Paling kalaupun keluar cuma buat ngirim pesanan kaos ke ekspedisi,” balas Derry dengan cepat. “Kalau kamu hari ini dirumah aja?” sambungnya di chat berikutnya.

Tok… tok… tok… “Lisa… udah bangun, Lis? ” Belum sempat gue membalas chat Derry. Bunda mengetuk kamar gue.

“Udah bun… masuk aja, bun!” gue beranjak berdiri dari tempat tidur, sambil melipat selimut tidur gue.

Gue lihat bunda masuk dengan roll rambut masih terpasang di rambutnya. “Lis, hari ini temenin ayah dan bunda ke arisan ya! Kamu libur,kan?”

“Jam berapa,bun?”

“Paling siangan… jam 10an lah… Bisa,kan?” tanya bunda sekali lagi.

Gue pikir daripada bosan di rumah saja. Gue pun mengiyakan permintaan bunda.

Bunda yang mendengar jawaban gue, langsung pergi dan menutup pintu kamar gue. “Ya udah langsung siap-siap, gantian mandi sama Cika kalau bisa ikut ya,Lis!” suara bunda terdengar kecil dari balik pintu. 

Dengan cepat gue bergegas mengambil HP yang ada di atas tempat tidur gue. “Sorry baru balas. Aku tadi diajak bunda ikut ke arisan keluarga siang ini. Sekarang aku mau siap-siap. Nanti temenin aku chating-an ya kalau nanti aku bosen. Oke?” Tanpa menunggu jawaban Derry, gue langsung menaruh HP ke atas tempat tidur untuk langsung siap-siap pergi dengan bunda , ayah dan Cika.

*** 

Yah… seperti biasa kalau sedang jalan-jalan keluar, Cika hanya tiduran di kursi tengah mobil sambil mendengarkan lagu dari earphone yang tersambung ke handphone-nya. 

Mobil ini memang sudah termasuk mobil tua. AC-nya saja sudah tidak terlalu dingin lagi dan tidak ada radio untuk hiburan. Maklumlah mobil ini lebih sering digunakan ayah untuk berbelanja atau menghantarkan barang dagangannya, jadinya ayah tidak terlalu menghiraukan masalah AC dan radio.

Di perjalanan gue memang malas untuk membuka pembicaraan kalau ada bunda, daripada ngobrol dengan mereka lebih baik gue main HP dan chating-an dengan Derry. Karena kita semua sudah tahu kalau membuka pembicaraan dengan bunda, pasti ujung-ujungnya dia akan menasehati kita agar punya pasangan yang kaya raya. 

“Oke…say… kabarin saja kalau kamu lagi bête.” Begitu bunyi chat terakhir dari Derry sebelum gue pergi bersiap-siap tadi.

“Der, lagi sibuk gak? Bête nih… temenin ngobrol dong!” satu tangan gue memegang HP untuk chatingan dan satu tangan lagi kipas-kipasan untuk menghilangkan keringat di muka gue.

“Gak mau ah…” gue langsung memberhentikan kipas di tangan gue setelah membaca balasan chat Derry.

“Kamu memangnya lagi sibuk apa? Katanya tadi gak kemana-mana. Kok gak mau temenin aku ngobrol?” wajah gue mulai mengernyit.

“Aku malas temenin kamu ngobrol.” chat Derry masuk, yang kemudian dilanjutkan chat lainnya. “Masa aku cuma dianggap teman aja. Aku maunya pacarin kamu ngobrol, gak mau cuma temenin kamu ngobrol. Hehehe…” lanjut Derry membuat gue langsung tersenyum.

 “Bwkwkwk… ada-ada aja kamu.” tangan gue kembali semangat untuk kipas-kipas ke arah muka gue lagi setelah membaca balasan Derry.

“Kamu tuh, kenapa sih…suka banget menggambarkan ketawa dengan tulisan bwkwkwk?” balas Derry beberapa detik setelah gue chat. “Coba deh, kamu baca yang bener tulisan bwkwkwk itu. Bukan kaya suara ketawa tahu… malah jadi kedengerannya kaya suara bebek, tahu,” lanjut Derry ngebanyol lagi. 

Otak gue langsung membaca perlahan tulisan bwkwkwk itu, dan dibandingkan dengan suara bebek. “Iya juga ya… Bwkwkwk kalau dibaca perlahan malah jadi kaya suara bebek,ya,” lagi-lagi Derry bisa membuat gue tertawa dengan lelucon yang dia buat.

Ngalor-ngidul pembicaraan kami selama kurang lebih 30 menit. Tak terasa gue sudah sampai di tempat arisan. Ayah memarkir mobilnya di depan rumah 2 tingkat dan luas yang berada di dalam komplek perumahan yang cukup mewah. 

Rumah itu memiliki halaman yang luas, di depannya terdapat satpam penjaga pintu masuk.

“Nanti lagi ya. aku udah sampai nih…” aku mengunci HPku dan segera membangunkan Cika.

“Ini rumahnya, Kak?” Cika menggosok matanya yang baru bangun tidur. “Gede banget ya, Kak rumahnya,” lanjutnya sambil melihat-lihat ke arah tempat arisan bunda.

Begitu kami menutup pintu mobil. Gue melihat ada seorang ibu-ibu dengan badan dan wajah yang terawat serta rambut sebahu agak kecoklatan, telah menunggu kami di depan pintu rumah sejak mobil kami datang. “Yuk masuk, Pak!” sapa nya dengan senyuman yang sangat ramah.

“Iya Bu Dewi. Udah ramai yang datang, Bu?” jawaban ibu gue itu cukup mengingatkan kembali siapa nama tante itu, karena memang sudah lama gue gak pernah nemenin nyokap gue untuk arisan.

  

“Udah lumayan rame,Bu,” Tante Dewi berjalan di depan kami, sambil sesekali menoleh. “Eh ini Lisa? Udah gede, ya? Gimana kuliahnya?” senyumannya tiba-tiba pada gue.

“Lancar-lancar aja tante kuliahku…” gw pun melemparkan senyuman balik ke arah tante Dewi.

Dari depan pintu masuk gue melihat sudah banyak orang yang duduk di sofa di dalam rumah Tante Dewi. Hampir semua orang yang gue lewati, gue jabat tangannnya untuk sekedar memberi salam. 

Sambil berjalan masuk, gue takjub melihat rumah Tante Dewi benar-benar besar. Lantainya penuh dengan marmer mahal, dinding rumahnya juga dihiasi dengan lukisan-lukisan abstrak yang gue duga harganya sangat mahal. Apalagi banyak terdapat guci-guci antik di setiap sudut rumahnya, membuat nuansa rumah ini benar-benar mewah.

Beberapa saudara Tante Dewi dan pembantunya menyajikan makanan dan minuman untuk para tamu santap. Anggur hitam disajikan banyak sekali di ruang tengah. Semua tamu tampak gembira sekali menyantap makanan-makanan mahal yang disajikan di rumah tante Dewi.

Tidak berapa lama suami tante Dewi , Om Dani menyapa dan menyuruh kami untuk menyantap makanan yang sudah disajikan di dapur. Om Dani memiliki badan yang kurus dan wajahnya sudah sangat tua. Itu tergambar jelas dengan adanya banyak keriput di wajahnya.  

Gue berjalan mengelilingi meja makan yang besar untuk mengambil sayur dan sedikit daging-dagingan.

Gue duduk di sebelah ibu dekat ruang makan. Sambil sesekali mata gue dibuat takjub dengan interior rumah Om Dani yang sangat bagus dan mewah. Maklum saja, Om Dani ini memang pengusaha mebel yang sangat sukses di Jakarta. Gue dengar dari sekilas cerita ibu tadi, dia punya pabrik besar tidak jauh dari sini.

Belum habis makanan yang ada di piring gue ini, tiba-tiba lamunan gue pecah saat suara Tante Dewi memanggil nama gue. “Lisa, kenalin nih… anak tante, namanya Rico. Dia baru aja lulus kuliah, loh…” Gue melihat cowo dengan kulit hitam, dan rambut keriting menjulurkan tangannya ke arah gue untuk kenalan.

Semakin dekat badannya ke gue. Semakin terasa sekali bau rokok dari tubuhya. “Nama gue, Lisa.” Sambut gue menggenggam tangannya untuk berkenalan. Saat itu tanpa sengaja, gue melihat satu tangannya memegang dua HP mahal dan kunci mobil.

“Oh ya, ngomong-ngomong kuliah dimana?” gue melepas genggaman tangannya. Fokus gue teralih dengan susunan gigi yang sedikit kuning terlihat saat dia berbicara. 

“Gue kuliah di Karya Bangsa,” sahut gue tanpa membalas bertanya.

“Oh… ambil jurusan apa?” lanjutnya bertanya.

“IT.” Hanya itu kata yang terucap dari gue tanpa ingin membalas menanyakan sesuatu ke Rico.

Rico pun berpaling dan berbicara ke tante Dewi, “Mah, aku keluar main dulu ya. aku balik jam 10an palingan.” Gue denger Rico pamit ke mamanya untuk pergi keluar. 

Lihat selengkapnya