Pagi ini, aku kembali menjemput Nana untuk ke sekolah, tetapi Nana menangis di balik pintu kaca tokonya. Aku menatapnya dari luar. Ibunya mengurungnya di sana. Dia dilarang menemuiku, bahkan dia dilarang untuk berangkat ke sekolah karena di sekolah ada aku.
"Kenapa Na?" tanyaku dari balik kaca.
"Ibu tidak suka padamu. Kau seorang playboy. Ibu bilang kau akan menyakitiku. Pergilah jauh-jauh dariku!" teriaknya sambil memukul-mukul kaca.
"Tapi aku mencintaimu, Na. Aku berjanji aku akan menjagamu. Aku seorang playboy itu dulu, sebelum aku bertemu denganmu. Aku mencintaimu, Na!" Aku balas berteriak.
Tiba-tiba saja Nana berubah menjadi sosok Sasha yang berkedip-kedip genit padaku.
"Aku juga mencintaimu, Alexa."
Aku tersentak bangun, masih ngeri dengan kejadian di dalam mimpiku.
Bre***ek! Apa yang terjadi dengan otakku.
Aku melirik jam di meja samping tempat tidurku. Jam 04.10 pagi. Aku menarik kaitan jendela sampai terbuka, menghirup udara segar memenuhi paru-paruku, menjernihkan otakku. Ini gila. Aku harus mandi dan mencuci kepalaku.
Lucy sudah menungguku di meja makan saat aku mendekat. Aku terkejut mama dan ayah duduk di sana, tersenyum menatapku.
"Tumben?" tanyaku menatap mama dan ayah bergantian. Mereka tersenyum padaku.
"Kami sengaja berangkat lebih siang hari ini. Maafkan kami, karena belum bisa merayakan keberhasilanmu memenangkan Olimpiade," kata mama, tersenyum bangga. Aku mengangkat sebelah alisku dengan heran, tetapi aku tersenyum berterima kasih kepada mereka.
"Sayang sekali kami tidak bisa menonton saat kau lomba," celetuk ayah.
"Ayah bisa mencarinya di youtube. Lombanya disiarkan live, tetapi ada videonya di youtube."
Mata mama berbinar cerah. "Baiklah sayang, mama akan melihatnya nanti setelah mama meeting dengan klien. Mama ingin melihat saat juri memberikan pialanya padamu. Kau pasti terlihat sangat tampan dan gagah," kata mama ceria, kemudian menggigit sepotong roti di tangannya.
Mama tidak akan melihatku menerima piala, karena yang menerima pialanya Nana.
Nana! Aku terkesiap. Kenapa aku menyarankan pada mereka untuk melihat videonya di youtube. Apakah mama akan mengenali Nana. Apa mama tahu siapa anak gadis Rosa. Tapi papa akan tahu. Aku sangat yakin papa bisa mengenali Nana dan dia akan tahu aku berpasangan dengan Nana. Ini tidak baik. Aku tidak tahu apakah mama akan mengenali Nana. Apakah mama akan tahu siapa Nana. Tetapi aku tetap harus memikirkan kemungkinan yang terburuk.
"Mmmm... Tetapi sepertinya videonya telah di hapus, Ma. Dua hari yang lalu Anton mencarinya tetapi tidak menemukannya."
"Ayah akan mencarinya. Biasanya tidak hanya satu akun yang mengunggahnya, kan? Ayah akan mencari di akun sekolahmu. Pasti masih tersimpan. Di akun sekolahmu mungkin," kata ayah bersemangat.
Sial! Aku hanya bisa berdoa, mereka akan melupakannya setelah kesibukan meeting dan sebagainya.
Kami keluar bersama pagi ini. Ayah dan mama tidak memprotes saat mengetahui aku membawa mobil sendiri dan mengantar Lucy ke sekolah.
"Kalian membuat mang Ujang makan gaji buta," canda mama. Mang Ujang hanya tertawa malu-malu. Aku tahu mama hanya bercanda, karena mang Ujang tidak pernah enak-enakan di rumah. Dia selalu mencari kesibukan merawat taman, memotong rumput dan bunga, saat sedang tidak menyopir. Dan mama juga tidak pernah mengeluh mau mang Ujang dan bi Mirah enak-enakan atau tidur-tiduran. Yang penting mama tahu pekerjaan beres.
Nana menungguku di jalan masuk sekolah dari area parkir, saat aku berbelok memasuki gerbang sekolah. Aku tersenyum padanya dan berlari-lari kecil mendekat setelah turun dari mobil.
"Pagi, cantik." Salamku. Dia membalas dengan seringai dan memutar bola matanya. Jelas ekspresinya menunjukkan dia sama sekali tidak tertarik dan sangat meragukan ucapanku. Padahal aku berkata jujur. Dia benar-benar cantik pagi ini. Rambutnya tergerai panjang dan basah. Menjelang siang nanti, dia pasti sudah akan menguncirnya menjadi ekor kuda.