My Secret Identity

Bentang Pustaka
Chapter #3

Normal di Rumah

pada di hari libur, Sabtu dan Minggu, biasanya aku dan Tysha pergi ke tempat baru. Tempat yang belum kami kunjungi sebelumnya. Minggu lalu, kami pergi ke restoran seafood dan pergi memancing. Minggu sebelumnya lagi, kami pergi panjat tebing. Pokoknya segala hal yang belum pernah kami lakukan sebelumnya, kami akan mencobanya. Sebabnya, aku pernah membaca di sebuah buku untuk remaja. Menurut majalah itu, remaja dianjurkan untuk melakukan hal yang berbeda tiap minggu. Dengan begitu, hidupmu pasti tidak akan begitu membosankan. Percaya, deh. 

Sayang, Minggu ini ada saudara Tysha yang datang berkunjung sehingga ia tak sempat pergi bersama. Padahal, rencananya kami ingin lihat lumba-lumba di Water World. Di sana diperbolehkan memegang lumba-lumba dan ada penguinnya juga, lho. 

Karena Sabtu tidak ada rencana, aku bangun kesiangan lagi. Tetapi, kali ini memang disengaja. 

“Ya Tuhan, Gladist. Kau baru bangun tadi?” kata Mom di meja makan. Memangnya siapa yang baru bangun tadi? Mom hanya bangun selisih lima menit dariku. Dad yang bangun paling pagi. 

“Tapi Mom juga baru bangun tadi,” belaku. 

“Itu beda,” kata Mom santai. Beda apanya? “Mom pulang malam kemarin jadi, kan, wajar. Lagi pula hari ini, kan, Mom libur.” 

“Tetapi, kemarin aku juga sekolah!”

“Wah, berarti kau pasti capek sekali telah belajar untuk mendapatkan B- dalam aljabar,” Mom menyindirku. 

“Setidaknya, kan, meningkat dari C yang kemarin,” kataku. Apa Mom tidak sadar kalau nilaiku standar-standar saja. Tidak jelek-jelek amat dan tidak bagus-bagus amat. Standar saja. Kalau Tysha, sebagian pelajaran dia bagus sekali. Sebagian lagi lumayanlah, standar seperti aku. Lalu bagian terakhir nilainya ia sudah tak peduli. Dapat F pun ia tak masalah kalau itu pelajaran yang dibencinya sekalipun. 

Mom lalu duduk dan menatap mataku lekat-lekat. Waduh, biasanya kalau ini terjadi akan ada ceramah yang panjang dari mulut Mom. Kalau bukan berarti aku telah memecahkan sesuatu dan Mom berhasil mengetahuinya. Tetapi, akhir-akhir ini rasanya aku tidak memecahkan apa-apa. Jadi, paling-paling tentang sekolahku. 

“Gladist, kau harus benar-benar serius tentang sekolah,” kata Mom. Tuh, kan, benar. “Kau harus belajar yang rajin kalau ingin masuk universitas yang bagus. Kami sudah menyiapkan uang banyak, lho, untuk biaya kuliahmu.” 

“Mom, kenapa membicarakan kuliah? Aku belum juga lulus, kok.”

“Tetapi, setidaknya kau punya persiapan. Mom juga persiapannya dari kelas X ....” Wah, ceramah lagi tentang kehidupan masa kecil Mom. Aku tahu, aku tak akan mendengar kisah masa sekolah Dad. Pernah aku menyelundup ke kamar kerjanya dan membuka rapor-rapor lamanya. Nilainya lebih parah daripada aku. Ada merahnya lagi. Jadi, kalau Dad bilang, “Gladist, dengarkan cerita ibumu”, dengan senang hati aku akan membalas, “Kalau Dad bagaimana? Pasti murid teladan, kan?” Langsung Dad diam saja. Tetapi sayangnya, aku belum tahu bagaimana cara membuat diam Mom. Itu akan sangat berguna saat ini. 

“Jadi, kau mengerti, kan, Gladist?” Mom memandangku dengan tajam, mengharapkan jawaban yang memuaskan. Lamunanku jadi buyar. “Mengerti dengan jelas, Mom!” kataku. 

“Bagus,” ia tampaknya senang. “Kau tahu? Aku ingin mengajakmu melihat-lihat universitas-universitas di dekat sini. Atau, kau mau universitas yang jauh sehingga kau tak perlu mendengarkanku lagi? Karena tampaknya kau selalu tak mendengarkanku. Gladist? Gladist?” 

“Oya, Mom. Aku benar-benar sudah mengerti,” kataku. Padahal, aku sedang mengkhayal apakah Leon dan aku akan masuk universitas yang sama. Mom jadi jengkel dan meninggalkanku sendirian di ruang makan. “Memangnya tadi dia bilang apa, ya?”

Aku masuk ke kamarku setelah sarapan. Tidak ada kerjaan. Bosan! Bosan! Bosan! Aku telah mengkhayal kalau bukuku terbit, kehidupanku pun akan berubah. Aku akan menjadi populer di sekolah. Banyak wartawan yang ingin mewawancaraiku. Namun, mimpi itu tak akan terwujud karena mereka tak tahu siapa sebenarnya Galereen Hith. Hwaaaa .... Kapan, ya, kira-kira Mom memperbolehkan aku membongkar rahasiaku yang satu ini? Mengapa juga ia menyuruhku merahasiakan namaku? Aku harus mencoba mencari tahu lebih banyak tentang Mom. Juga cari tentang kejadian-kejadian memalukan di masa kecil Mom. 

Aku benar-benar berharap akan dapat e-mail dari Tysha. Siapa lagi yang akan mengirimiku e-mail. Jujur, deh. Aku tak punya teman dekat lagi selain Tysha. Kasihanilah aku! Karena itu, aku paling tidak dikenal di sekolah. Jadi, hanya Tysha-lah orang yang kuharapkan mengirimkan e-mail. Leon juga kutunggu, besok kalau aku sempat memberinya e-mail-ku. 

Lihat selengkapnya