Suri terbangun oleh deru mesin mobil yang meraung-raung lebay. Kesal karena tidur siangnya terganggu, ia menyibak kasar tirai jendela kamarnya untuk melihat mobil siapa yang minta dipasang bom.
Sebuah jeep hitam terparkir di carport tetangga sebelah. Rumah itu milik Om Daniel, tetangganya yang masih melajang meski sudah om-om.
“Om Daniel ganti mobil lagi?” batin Suri, “kapan ganti status?”
Suri terkekeh sendiri kalau mengingat ia suka meledek tetangganya yang seorang dosen itu. Sejak Suri menempati rumahnya yang sekarang, yang itu berarti sudah tiga tahun ini, sudah empat kali Om Daniel ganti tunggangan. Untung saja tidak gonta-ganti cewek.
Om Daniel orangnya asyik. Meski umurnya sudah tidak lagi dapat dikatakan muda, jiwanya tetap membara. Suri kerap ngobrol di teras rumahnya kalau laki-laki itu tidak sedang sibuk dengan pekerjaan. Kadang Suri membantunya mengoreksi tugas atau kertas ujian mahasiswa. Kompensasinya lumayan; ditraktir bebek goreng H. Slamet yang terkenal dengan sambal bawangnya plus satu cup kopi Starbuck.
Suri bisa mengobrolkan apa saja dengan Om Daniel. Laki-laki itu pintar. Terang saja, dia kan dosen. Suri paling semangat kalau mengobrolkan novel, film, drama Korea. Tapi paling malas kalau menyinggung politik. Drama Korea pun bukan yang melulu cinta-cintaan, Om Daniel bakalan tidak ngerti. Lagi pula masa-masa Suri untuk nonton drama receh sudah lewat.
Waktu remaja, Suri memang tergila-gila dengan serial Princess Hours, My Lady, Full House, My Sassy Girl. Alur ceritanya bikin baper. Adegan romantisnya bikin dia kepengen nikah muda.
Ngomong-ngomong soal nikah, Suri suka iseng tanya-tanya siapa pacar Om Daniel. Dan kenapa dia nggak nikah-nikah. Padahal ia berwajah ganteng. Bukan lumayan lagi. Ada darah Jerman mengalir dalam tubuhnya. Pantas saja hidungnya menjulang. Dengan modal tampang dan karir mapan, cewek gila mana yang menolak Om Daniel? Suri saja mau jadi pacarnya kalau saja ia masih jomblo. Kendati usia mereka terpaut tiga belas tahun.
Yang ditanya hanya jawab haha hihi. Lama-lama Suri bosan.
Suri sendiri kepengin nikah umur dua tujuh atau dua delapan. Sekarang dia dua lima. Usia rawan, kata orang. Padahal Suri merasa biasa-biasa saja, hidupnya berjalan normal. Hubungannya dengan Raka baik-baik saja. Pekerjaan lancar. Cicilan rumah bisa dibayarnya tepat waktu tiap bulan. Semuanya baik-baik saja.