Suri melirik ponsel yang sedang bergetar heboh di sebelah komputer. Panggilan dari pacarnya tercinta, Raka. Tapi, karena sedang sibuk melayani tamu yang hendak check out, dia tak bisa mengangkatnya. Ada dua tamu yang sedang mengantre untuk dilayani. Sedangkan Lalita juga sedang sibuk melayani seorang tamu. Terpaksa harus diabaikannya hingga benda itu berhenti bergetar.
Baru pada jam istirahat makan siang, Suri dapat menelpon balik Raka.
“Kok nggak diangkat-angkat sih telponnya?” suara maskulin di seberang terdengar jengkel. Suri mengernyit.
“Harusnya aku dong yang marah...”
“Lho, siapa yang marah? Aku kan tanya kenapa telponnya nggak diangkat-angkat,”
“Ya kamu tahu sendiri kan, jam sibuk banyak tamu.”
Hening sesaat di antara mereka. Tidak ada permintaan maaf dari Raka. Ingin rasanya Suri mengumpat.
“Jadi, kenapa kamu telpon?” Suri memulai.
“Maaf, tadi aku nggak jadi jemput,”
Nah, Suri membatin, akhirnya kamu sadar juga.
"Something happened...”
“What happened? Ada apa emangnya?”
"Mama aku masuk rumah sakit,”
“Hah? Sakit apa?” Suri benar-benar panik, “Aku ke sana ya abis kerja ntar?”
“Eh..nggak usah. Mama udah balik ke rumah kok. Dokter ngebolehin dia pulang,” entah bagaimana Suri menangkap ada nada panik dalam suara Raka.
“Oh, syukurlah. Emang sakit apa sih?” Suri masih penasaran.
"Asthma attack. Tapi udah dinebu waktu di UGD tadi. Sekarang Mama udah di rumah kok,”
“Ya udah, nanti sore aku jenguk ke rumah kamu gimana?”
“Jangan, jangan...!” kali ini intonasi Raka benar-benar menunjukkan kalau ia sedang panik. Membuat Suri menautkan alis.
“Lho, kenapa? Kan aku juga udah lama nggak main ke rumah kamu, terakhir kan pas kamu ulang tahun.”