My Short Stories Journey

Ratih Farida
Chapter #2

Modern Fairytale

“AURORA!!” Suara teriakan yang melengking di dalam ruangan kelas pagi itu benar-benar mampu memekakkan telinga.

“PEACH!” Suara teriakan yang satunya lagi terdengar tegas, dibarengi dengan suara hentakan meja yang keras. Lantas sosok Aurora Peach yang namanya disebut pun berhasil terbangun dari tidurnya. Kini siswa-siswi di dalam kelas itu pun tertawa, melihat tingkah konyol Aurora yang terjatuh setelah bangun dari tidurnya dikarenakan kaget dengan teriakan yang dihasilkan oleh kedua saudara tirinya, Samantha dan Alexa.

“Bangunlah, bodoh!” Samantha menarik salah satu lengan Aurora dengan kasar, menyuruhnya dan sedikit membantunya untuk bangkit.

Aurora mengerjapkan kedua matanya kemudian mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan. Aurora pun mulai menyadari bahwa dirinya tengah berada di dalam kelas. Dirinya bahkan sedari tadi telah tidur disana. Dan sebentar lagi sepertinya pelajaran sastra akan segera dimulai, mengingat waktu telah menunjukkan pukul 8 di pagi hari.

Aurora mulai duduk kembali di bangkunya, dan setelah itu kedua saudari tirinya segera melemparkan dua buku tulis milik mereka pada meja si gadis pirang itu –Aurora. “Cepatlah, kerjakan tugas kami!” Kini Alexa yang berujar dengan begitu menyebalkan.

“Atau kita akan mengadukan semuanya pada ibu” Samantha mengancam Aurora.

 Aurora hanya bisa menanggapi kedua saudari tirinya dengan anggukan kepala. Itu artinya Aurora menyetujui apa yang diperintahkan Samantha dan Alexa.

“Bagus” Samantha melemparkan tatapan sinis pada Aurora, yang kemudian kedua gadis menyebalkan itu –Samantha dan Alexa akhirnya kembali ke bangku masing-masing.

Aurora menghela nafas berat. Dirinya tidak bisa berbuat apa-apa lagi selain mengerjakan apa yang disuruh oleh Samantha dan Alexa. Untuk saat ini, Aurora tidak merasakan sebuah kekuatan dalam dirinya. Gadis berambut pirang itu benar-benar merasa tidak berdaya. Terutama ketika mengetahui kedua orang tuanya yang telah meninggal dunia. Pertama-tama, sang ibu lah yang meninggalkan dunia ini untuk selamanya. Selanjutnya, sang ayah memutuskan untuk menikah lagi dengan seorang janda cukup kaya, dan saat ini wanita itu telah resmi menjadi seorang ibu tiri bagi Aurora. Dan setelahnya Aurora mendapat kabar mengenai kecelakaan yang menimpa ayahnya, hingga menyebabkan nyawa ayahnya pun melayang. Terlebih lagi ketika Aurora mengetahui bahwa ibu tirinya memiliki kedua anak bernama Samantha dan Alexa. Lantas kedua gadis itupun memiliki status sebagai saudari tiri Aurora.

Dan Aurora benar-benar mengeluhkan kehidupannya, dimana dirinya harus mendapat ibu bahkan saudari tiri yang tidak memiliki empati padanya. Aurora benar-benar merasa lelah untuk saat ini dan dirinya membutuhkan istirahat yang cukup.. untuk sekadar menyegarkan pikirannya dari beban-beban tersebut..

***

Seorang gadis berambut pirang, berumur sekitar 17 tahun pagi itu tampak masih tertidur lelap. Sang ibunya kemudian mendatangi ruangan pribadinya berniat untuk membangunkan gadis pirang itu dari tidurnya. Dan yang diterima saat itu adalah perlakuan tidak mengenakkan bagi si gadis pirang. Perlakuan itu pun berupa beberapa tetes air yang meluncur bebas menuju wajah cantik gadis itu. Lantas gadis pirang itu mulai terbangun dikarenakan wajahnya kini telah basah kuyup dipenuhi guyuran air, atau mungkin lebih tepatnya merasa shock. 

“Bangun, gadis bodoh!” Sang ibu mulai memarahi si gadis pirang, menyuruhnya untuk bangun. “Bereskan seluruh isi ruangan ini atau kau tidak ku izinkan masuk sekolah!” dan kini sang ibu mulai mengancamnya.

“Ba.. baik, bu” Si gadis pirang pun mengangguk lantas dirinya segera bangkit dari kasurnya, masih merasakan kantuk yang luar biasa. Namun gadis itu berusaha untuk mencegahnya, lantas dirinya berusaha untuk menampar pipinya.

Sang ibu pun tersenyum sinis. “Bagus” kemudian pada akhirnya melenggang pergi, meninggalkan ruangan.

Melihat kepergian ibunya, si gadis pirang itu segera merapikan selimutnya untuk memulai aktivitas di pagi hari sebelum berangkat sekolah. Gadis pirang itu tampaknya masih mengantuk. Jelas sekali terlihat dari cara gadis itu yang terus menguap. Namun gadis itu masih saja menyempatkan diri untuk sekadar menyiksa dirinya seperti menampar ataupun mencubit pipinya dengan keras. Usaha itu dilakukan tentunya agar gadis itu tidak terus menerus merasakan kantuk yang luar biasa.

Pagi hari itu, akhirnya si gadis pirang selesai mengerjakan tugas rumahnya. Lantas dirinya segera pergi untuk membersihkan diri kemudian setelah selesai dengan semua hal, gadis itu hendak beranjak untuk pergi ke sekolah.

“Ibu, aku berangkat” Si gadis pirang berpamitan namun yang menyambutnya ternyata adalah kedua orang saudara perempuannya. Mungkin lebih tepatnya kedua saudari tiri dari seorang ibu tiri. Dan gadis pirang itu pun bernama Aurora Peach.

“Oh tuhan, tidak semudah itu! Pertama-tama kau harus merapikan kedua seragam kita yang tampak kusut” Salah satu saudari tirinya pun menyuruh Aurora untuk menyetrika baju dengan ekspresi menyebalkan. Dan gadis itu bernama Samantha Gibson. Andai saja Aurora memiliki kekuatan lebih, dirinya sungguh ingin memukul wajah sosok Samantha yang menyebalkan saat ini juga. Namun sayangnya, itu tidak bisa terjadi. Lantas Aurora hanya bisa menganggukkan kepala pertanda setuju.

“Bagus” Dan saudari tirinya yang satu lagi pun angkat bicara dengan nada terdengar menyebalkan pula. Gadis itu tentunya memiliki nama Alexa Gibson.

Samantha dan Alexa kemudian meninggalkan Aurora, yang kini juga melangkah menuju ruangan dimana dirinya akan menyetrika baju. Aurora berjalan sembari menghela nafas berat dan mungkin tak berdaya. Aurora pun mulai berpikir bahwa hidupnya kini telah berubah menjadi sosok Cinderella. Dirinya benar-benar memiliki seorang ibu tiri dan kedua saudari tiri. Ibu dan ayahnya pun kini telah tiada, meninggalkan Aurora sendirian. Aurora sebenarnya sungguh tak sanggup untuk menjalani hidupnya kini, namun terkadang Aurora juga selalu meyakinkan diri jika ini hanyalah sekadar ujian yang diberikan oleh Tuhan padanya. Aurora selalu berharap bahwa keindahan itu akan datang pada waktunya. Entah itu kapan, tapi Aurora masih tetap mempercayai sebuah kebahagiaan itu.

***

 Di hari minggu pagi, Aurora seperti biasa terlihat menyibukkan diri di dalam rumahnya. Aurora tengah membereskan seisi rumah seorang diri layaknya seorang pembantu. Meskipun begitu, Aurora tidak boleh mengeluhkan hidupnya yang sungguh terasa bagaikan seorang pembantu. Aurora sungguh harus tetap mensyukuri apa itu kehidupan.

Kehidupannya saat ini memang terbilang berwarna, sungguh terjadi sebuah kisah dimana para tokoh putri dongeng berada di dalam hidup Aurora. Dulu dirinya selalu berpikir jika dongeng hanyalah sebuah cerita fiksi belaka dan tak pernah menjadi nyata, namun kenyataannya kini berbanding terbalik. Aurora sungguh merasakan sebuah kehidupan dimana dulunya sempat menyukai kisah-kisah para putri dongeng yang selalu dibacakan oleh ibu kandungnya sewaktu kecil, namun kini gadis itu benar-benar tidak menyukai cerita dongeng itu yang menjadi nyata, menyatu dalam kehidupannya.

 Setelah selesai membereskan seisi ruangan di dalam rumahnya, Aurora berusaha meredakan nafasnya yang terengah-engah dikarenakan lelah. Aurora pun berpikir untuk rehat sejenak. Namun sayangnya, aktivitas rehatnya tidak semudah itu terlaksana. Sang ibu tiri tiba-tiba mendatanginya dengan berkacak pinggang, seperti hendak menceramahinya.

“Aurora, siapa yang menyuruhmu untuk duduk bermalas-malasan seperti itu??”

“A.. aku hanya ingin istirahat sebentar bu.. aku..” Aurora berkata dengan tergagap, mungkin dikarenakan takut jika ibu tirinya marah.

“Tidak usah mencari alasan! Sekarang pergilah ke pasar kemudian masakkan sesuatu yang enak” Sang ibu akhirnya melenggang pergi. Dan seperti biasa, ibu dan saudara tiri Aurora sungguh selalu saja menyebalkan. Benar-benar seperti ungkapan, Like Mother Like Daughter.

“Iya.. bu” Seperti biasa pula Aurora selalu menuruti apapun yang diperintahkan oleh ibu ataupun saudari tirinya. Lantas Aurora bergegas pergi, meninggalkan rumah untuk sekadar membeli keperluan pangan di pasar terdekat.

Aurora membeli keperluan pangan seperti beberapa potong daging, sayur-sayuran, buah-buahan, makanan cepat saji, dan susu. Setelah semua kebutuhan itu didapatkan, Aurora segera pergi dari pasar menuju kediamannya. 

Aurora pada akhirnya telah tiba di rumah. Dirinya pun melihat beberapa orang wanita yang tengah tertawa bersama dengan ibu tirinya, mungkin tengah bercengkrama di bagian teras rumah. Mereka semua sepertinya adalah teman sang ibu tirinya.

Aurora kemudian melemparkan senyuman ketika melewati teman-teman ibu tirinya disana. Lantas ke salah satunya membalas senyum gadis pirang itu kemudian mengatakan sesuatu.

“Ya, tuhan. Siapa dia, Cel? Dia sungguh sangat cantik” Salah satu teman ibu tirinya seperti tampak takjub melihat Aurora. “Maksudku, dia lebih cantik darimu!”

Salah satu teman Celia –ibu tiri Aurora memuji putri tirinya, dan setelahnya melemparkan sebuah gurauan. Lantas teman-teman lain Celia kemudian meledakkan tawa terkecuali sang ibu tiri yang hanya tersenyum kecut.

“Oh, Tuhan. Yang benar saja!” Celia –sang ibu tiri melontarkan tawa garing dengan bola mata yang diputar. “Aurora, bisa bicara sebentar?”

Tatapan seperti seorang pembunuh itu kemudian tertuju pada Aurora. Sang ibu tiri memandangnya dengan ganas kemudian menyuruhnya untuk berbicara empat mata. Lantas Aurora hanya bisa menelan ludah dengan jantung yang berdetak kencang. Perasaan seperti itu tentunya bukanlah disebabkan Aurora yang tengah jatuh cinta melainkan dirinya kini dilanda ketakutan. Aurora takut jika sesuatu yang buruk akan menimpanya. Dan Aurora sekali lagi tidak bisa berbuat apapun alhasil dirinya hanya bisa menganggukkan kepala.

Celia dan Aurora kemudian pergi ke ruang tengah seperti berusaha menjauh dari keramaian. Mungkin lebih tepatnya menjauh dari ruangan teras agar teman-teman Celia tidak mendengarkan apa yang nantinya akan dibicarakan olehnya bersama dengan Aurora.

“Kau” Celia melepaskan tangannya yang tadi sempat mencengkram lengan putri tirinya sepanjang perjalanan. “Jangan pernah berharap untuk menyaingi kecantikanku! Kau tentu saja bukanlah apa-apa. Kau hanya gadis jelek dan lusuh” Sang ibu tiri menampakkan wajah sinis pada Aurora. “Bahkan kau adalah gadis yang tidak berguna semenjak kepergian ibu dan ayahmu”

Mendengar perkataan pedas yang dilontarkan oleh ibu tirinya, lantas membuat dada Aurora terasa sesak. Perasaan itu pun tentunya timbul dikarenakan Aurora yang menghirup nafas dalam-dalam seperti hendak menahan sesuatu. Dan sesuatu itu nampaknya adalah sebuah kesedihan. Aurora hanya bisa bergeming kemudian berharap bahwa pelupuk matanya tidak menghasilkan buliran bening. Aurora sungguh tidak ingin menangis di hadapan ibu tirinya.

“Jika kau sudah paham, kau bisa pergi ke kamar. Dan aku dengan senang hati akan mengantarkanmu” Wajah menyebalkan itu kini tampak kembali pada raut wajah sang ibu tiri. Aurora hanya membalasnya dengan kepala yang ditundukkan kemudian mengangguk.

Celia pun mengantarkan Aurora seperti yang dijanjikannya. Aurora hanya tetap terdiam seperti tidak berminat untuk berbincang bersama sang ibu tiri walaupun hanya sedikit. Gadis pirang itu kemudian memasuki ruangan pribadinya dengan perasaan shock secara tiba-tiba, tatkala Celia membanting pintunya kemudian mulai mengunci kamar Aurora dari luar.

Aurora menanggapi perlakuan sang ibu tiri dengan ketukan pintu dari dalam sembari meneriakkan kata permohonan pada ibunya untuk membukakan pintu. Tapi tampaknya sang ibu tidak menghiraukannya melainkan pergi meninggalkan Aurora dengan senyuman licik.

“Aku tak’kan pernah membiarkan kau melangkahi kecantikanku, Aurora” Celia berkata pada dirinya sendiri. Kemudian Celia menatap sebuah cermin besar yang kebetulan berada di situ “Aku lah wanita tercantik di dunia ini” Celia melontarkan tawa kecil, dan setelahnya mulai berniat melangkahkan kaki untuk pergi, meninggalkan sosok Aurora yang mulai menitikkan air mata di dalam kamar.

Kehidupan remaja Aurora pun kini mulai terasa seperti tokoh Putri Salju dalam dongeng, dimana sang ibu tirinya sangat membenci sebuah fakta bahwa kecantikan Aurora mampu mengalahkan kecantikan milik sang ibu tiri.

Dan sepertinya sang ibu tiri tidak akan tinggal diam akan hal itu..

***

Keesokan harinya, seperti biasa sosok Aurora masih tampak tertidur pulas di ranjang empuknya. Pagi ini terasa sangat dingin, lantas gadis pirang itu mengangkat selimutnya hingga mencapai leher. Hawa dingin itu mampu membuat Aurora semakin terlelap dalam tidurnya, dan tidak memiliki niat untuk terbangun. Tentu saja Aurora tidak ingin terbangun dikarenakan lelah menghadapi hidupnya yang selalu saja berisikan cobaan berasal dari ibu maupun saudari tirinya. Dengan tertidur, bagi Aurora benar-benar mampu membuat dirinya melupakan segala penderitaan itu. Dan terkadang pula, entah mengapa Aurora selalu berharap bahwa dirinya lebih baik tertidur pulas untuk selamanya dibandingkan harus terbangun dengan kehidupan yang memuakkan.

Ya, setidaknya Aurora berharap demikian dikarenakan kerinduan yang melandanya untuk bertemu lagi dengan sosok ibu dan ayah kandungnya disana. Aurora sungguh merindukan momen-momen tersebut. Aurora seperti tidak bisa hidup tanpa kedua orangnya..

“Aurora, bangun” Seketika itu juga terdengar suara wanita dengan nada yang lembut, berusaha membangunkan gadis pirang itu.

Suara lembut itu nampaknya mampu membuat Aurora perlahan membuka matanya. Pandangan Aurora kini masih tampak kabur, mungkin dikarenakan dirinya yang masih mengantuk. Sekilas tatapannya seperti berusaha membayangkan sosok ibu kandungnya yang tengah tersenyum padanya di pagi hari seperti saat dahulu.. dan Aurora benar-benar merindukan semua itu..

“Aurora” Suara itu terdengar menggema kembali, kali ini dengan sentuhan tangan yang menepuk pelan pipi gadis itu seperti masih berusaha untuk membangunkannya.

Pada kerjapan ketiga kalinya, kini tatapan Aurora sudah tampak jelas. Lantas Aurora mengucek matanya dengan sedikit kasar seperti berusaha untuk mempertegas penglihatannya. Aurora kemudian benar-benar tersadar ketika menemukan sosok yang ada di hadapannya ternyata adalah sosok Celia, sang ibu tiri.

Aurora tampak membulatkan matanya dengan mulut sedikit menganga ketika mendapati sesuatu yang menurutnya sangat mengherankan. Tentu saja hal itu sangat aneh dan tak biasa bagi Aurora. Bagaimana tidak? Sang ibu tiri kini tampak sangat berbeda dibanding hari sebelumnya. Itu sungguh tidak biasa ketika melihat sang ibu tiri yang begitu saja memberikan senyuman serta memperlakukan Aurora seperti anak kandungnya sendiri di pagi ini. Aurora benar-benar tidak menyangka. Namun dirinya pun berharap bahwa ini bukanlah mimpi. Aurora entah mengapa berharap begitu banyak jika perlakuan sang ibu tiri berubah selamanya menjadi baik.. layaknya hari ini..

Lihat selengkapnya