Setelah sembilan tahun berlalu, remaja SMA bernama Nathan Safwan Saguna baru pertama kalinya menginjakkan kaki di sekolah umum dan banyak manusia-manusia berkeliaran di sini. Mungkin bagi orang lain biasa saja, tapi tidak untuk Nathan, ini merupakan hal yang baru setelah mengurung diri selama sembilan tahun di rumah pribadinya. Bukan tanpa sebab, Nathan takut terhadap sentuhan manusia. Jika dia bersentuhan dengan orang lain, reaksi tubuhnya akan berlebihan, seperti cemas, berkeringat, muncul ruam, bahkan sampai pingsan dan kalau dia berbicara dengan orang lain dia akan bercucuran keringat. Namun, tuntutannya sebagai putra tunggal dari perusahaan properti yang terkenal di Indonesia yakni PT DESAGUNA PROPERTY, dia dipaksa untuk belajar bersosialisasi dengan teman-teman sebayanya di sekolah.
Sudah sekitar enam bulan, Nathan menjalani kehidupan sekolah ini. Ia kuat karena ada yang membuatnya kuat. Seorang gadis berparas cantik dengan kulit putih, rambutnya panjang yang selalu diikat cukup atas, dengan poni sampingnya yang khas, matanya cantik berwarna cokelat tua, dan yang paling Nathan sukai adalah bibirnya kecil dan berwarna merah muda, membuat senyumannya semakin cantik. Dia adalah orang pertama yang mampu menyentuhnya, memegang tangannya, tanpa alas apapun, misal menggunakan sarung tangan berbahan kulit tebal yang biasa orang gunakan. Orang itu, bernama Rista Maheswari.
Nathan yang dengan biasanya menggunakan topi sekaligus hoodie hitam besar yang membalut kepala dan badannya sudah tidak sabar menunggu kedatangan Rista. Ia duduk di meja khusus miliknya, yang di lingkari pembatas kaca yang bisa diubah menjadi tidak terlihat dari luar, apabila ia benar-benar ingin sendiri, namun sudah lama sejak mengenal Rista, ia cukup percaya diri untuk memperlihatkan dirinya.
Jendela kaca yang berjejer dengan gorden putih yang meliuk-liuk terbawa angin dan cahaya matahari pagi, membuat suasana kelas semakin nyaman. Nathan pun berjalan menuju jendela yang terbuka, ia duduk di bingkai jendela yang menghadap ke lapangan bola. Ada beberapa anak juga yang sedang bermain bola, situasi tersebut adalah hal yang paling Nathan dambakan. Namun, tiba-tiba di hadapannya ada yang meluncur, jatuh. Itu adalah manusia, seorang perempuan, yang ia kenal. Memiliki satu kuncir rambut dengan poni samping yang khas, dan bibir yang kecil berwarna merah muda.
Mata Nathan terbelalak kaget, ketika pandangan mereka bertemu dan terkunci, waktu seolah berhenti, posisi kepala gadis itu berada di bawah. Nathan tidak bisa menghentikan waktu, tangannya pun tak sanggup menggapainya. Hanya dalam hitungan puluh detik, suara tubuh gadis yang jatuh terdengar cukup keras, dan teriakan-teriakan histeris memenuhi gedung sekolah ini.
"Rista, Rista, Rista, Rista!!!!" Nathan hanya mampu berteriak dalam hati, ia merasa tidak sanggup, ia merasa akan gila, seperti waktu itu. Nathan menarik tubuhnya menjauh dari kerumunan, merasa kekuatan tubuhnya berkurang drastis, matanya menjadi berkabut, kepalanya pusing, dan akhirnya dia terkapar tidak sadarkan diri.