Cahaya matahari pagi masuk lewat jendela kamar, memeluk tubuh seorang putri tanpa izin. Tapi sayangnya, matahari hari ini tidak mampu membangunkan putri Niana yang sedang tertidur pulas.
"Putri Niana, Anda harus segera bangun." seorang pelayan bernama Sebastian ini berusaha membangunkan putri Niana. "Jika tidak, nanti ayah mu marah." Niana menyerah, ia terbangun dengan terpaksa. Bukan karena takut akan kemarahan seorang raja tapi ia tahu bahwa semuanya akan lebih membosankan jika dia tidak sekolah.
Hari-hari putri Niana memang membosankan. Dia harus selalu menaati semua peraturan dikerajaan. Ditambah lagi dia adalah anak tunggal. Itu membuatnya menjadi seorang yang pendiam. Ibunya sudah meninggal saat dia masih kecil dan ayahnya adalah seorang raja yang sangat sibuk dengan urusannya. Sang raja selalu melakukan pertemuan yang penting dengan negara lain. Jadi, meskipun sang raja dan putri Niana tinggal di kerajaan yang sama, mereka jarang bertemu.
Sarapan sudah disiapkan diruang makan dengan meja yang sangat panjang. Tapi dia hanya makan sendirian. Sebastian dan seorang juru masak memang selalu menemani sarapannya dibelakang. Tapi tetap saja, putri Niana selalu merasa kesepian.
"Bi Rin, tolong beresin ya..."
"Tuan putri tidak mau menghabiskan makanannya?."
"Tidak Bi, aku sedang tidak nafsu makan."
"oh baiklah tuan putri."
"Sebastian, aku naik mobil duluan." Sebastian sedikit membungkukkan tubuhnya didepan Niana. Tak lama, Sebastian masuk kedalam mobil dan mengendarainya. Tapi sebelum itu Putri Niana memperhatikan pelayan yang sudah tua itu dari teras kerjaan sampai masuk ke mobil. Ia sadar kalau sebenarnya Sebastian sebentar lagi akan pensiun.
"Ada apa tuan putri?." tanya Sebastian.
"em, sebentar lagi Sebastian pensiun kan?."
"iya itu benar."
"kapan?."
"lusa, tuan putri."
"hm cepat sekali yaa..."
"Iya tuan putri. Saya akan sangat merindukan tuan putri. Saya sudah menjadi pelayan disini sejak saya masih muda dan sudah menjadi pelayan pribadi tuan putri sejak tuan putri lahir."
"Aku juga pasti akan merindukanmu, Sebastian. Kamu sudah ku anggap sebagai ayahku sendiri."
"hhaha...Jangan seperti itu, putri Niana. Anda adalah orang yang beruntung bisa memiliki ayah seorang raja yang sangat berjaya."
"Dia memang raja yang berjaya, tapi dia ayah yang sangat menyebalkan. Sebentar pun dia tidak pernah mengobrol denganku. Jangankan mengobrol, melihatku dengan kedua matanya pun jarang."
"Tapi Anda harus bersyukur, diluar sana banyak orang yang tidak punya orang tua, tidak punya harta dan tidak punya tahta. Mereka orang-orang yang hebat karena mereka mampu menciptakan kebahagiaannya sendiri."
"Ber...syukur...?."