My Soda Pop

Ropha Locera
Chapter #1

1. Rasa yang pernah ada

Ada sebuah toko soda yang telah lama berdiri di tikungan kecil itu. Letaknya di antara toko kimia tua dan bengkel sepeda yang sudah tidak pernah dibuka sejak musim dingin lalu. Namanya Toko Soda 'Bubbly'.

Toko soda itu menghadap setengah ke arah teluk Haesong. Kalau di pagi hari, ombak terdengar samar dari kejauhan. Angin laut pun sering menyusup masuk ke jendela yang sengaja dibuka, membawa aroma asin dan udara dingin ke dalam toko yang tidak terlalu besar— tapi tidak juga sempit. Terasa hangat, padat, dan penuh kenangan.

Langit-langit toko terasa rendah, dihiasi dengan lampu gantung tua dari kaca berwarna hijau kebiruan. Saat menyala, bayangannya menari-nari di atas lantai kayu coklat tua yang sudah dipernis berkali-kali.

Di depan meja bar kayu, berjajar lima bangku tinggi berjajar rapi di depan meja bar kayu. Sebuah meja bulat mungil berdiri di pojok dekat jendela. Sedangkan dinding sebelah kiri dipenuhi dengan lemari pendingin berisi botol berwarna merah muda, hijau pastel, ungu muda, dan kuning madu. Semuanya tersusun seperti pelangi.

Di sampingnya, mesin soda tua berwarna merah bata berdiri dengan suara mendesis pelan. Tepat di atas mesin itu, tergantung papan tulis dengan goresan kapur.

"Soda hari ini : Lemon Lavender. Untuk yang susah tidur. Tapi kamu harus jujur dulu, kenapa tidak bisa tidur!"

Tulisan itu ditulis oleh seorang gadis muda, yang saat ini sedang tersenyum manis ke arah bingkai foto yang tergantung di samping papan itu. Dia bernama Lim Harin.

Harin melirik ke seluruh ruangan, memastikan tidak ada debu yang tertinggal, dan tidak ada botol yang tidak tersusun rapi.

Setelah itu, dia mengenakan apron bermotif bunga dan beranjak ke meja racik. Tangannya mulai sibuk mengaduk perasan jeruk dan madu, sementara pikirannya melayang, sibuk mencari alasan yang tepat mengenai tugas kimia yang tidak sempat dikerjakannya semalam. Bukan malas atau tidak mampu, tapi karena malamnya habis di toko ini.

Harin selalu datang lebih pagi dari Ayahnya, untuk menyediakan minuman soda hari itu. Dan dia menyukai waktu seperti ini— sebelum ada pelanggan, hanya suara mesin soda, dan aroma gula jeruk dan mint yang mengambang di udara.

Tidak lama kemudian, lonceng di atas pintu berdenging tiga kali. Bukan dua kali seperti biasanya. Itu berarti pintu sempat terbuka dari biasanya. Mungkin orang itu ragu saat ingin masuk ke dalam. Tapi dari suara langkahnya, dia tahu ke mana harus pergi.

Pelan dan tenang.

Pasti dia bukan seorang pelanggan ataupun warga lokal. Mungkin seorang turis. Harin sudah hafal dengan pola-pola seperti ini.

"Permisi," ucap orang itu.

Tanpa membalikkan badan, Harin berucap, "toko kami belum buka. Silahkan datang kembali setelah waktunya buka."

Dia memandangi punggung Harin, "aku hanya ingin beli untuk dibawa pulang. Apa tidak bisa?"

"Apa perlu kuulangi perkataanku tadi?"

"Setidaknya ... Soda Honey Mist sudah ready, kan?"

Harin terdiam. Dia berbalik perlahan, dan menatap pemilik suara itu. Napasnya tertahan.

Wajah itu— terlalu mirip, sama seperti dia.

Harin berdehem pelan, mempertahankan agar ekspresinya tetap netral. "Di sini tidak ada minuman soda yang kamu maksud." Dia kembali ke aktivitasnya.

Cowok itu berpaling ke rak, menunjuk ke salah satu botol kuning muda.

"Aku mau minuman itu."

Harin melihat ke arah yang ditunjuk, lalu memandangi dia keseluruhan.

"Siapa dia? Kenapa begitu mirip dengan dia?" keluh otaknya, sambil memandanginya kesal.

Lihat selengkapnya