My Story

Ira A. Margireta
Chapter #3

3. Menyebalkan Sekali Jadi Intovert

Cermin panjang yang ditegakkan, aku memakai baju bandatan dan menguncir rambutku yang pendek dan tak lupa kacamata. Aku berkaca sambil senyum-senyum sendiri, setelah selesai berdandan aku mengambil tas di tempat tidur, tas berwarna coklat hadiah dari Rika. Ulang tahun ke 15. Dan aku siap berjalan keluar dari kamar.

***

Toko bercat hijau yang sangat besar. Hingga banyak orang datang kemari karena disini sangat lengkap. Aku berjalan sambil membawa troli untuk mencari mie di rak. Aku hanya membeli mie, sosis dan minuman dingin. Banyak sekali makanan yang ada di depanku entah kenapa mie lebih mengalihkan duniaku.

Aku berjalan ke kasir untuk membayar, aku melihat dalam troliku yang hanya membeli beberapa. Apakah aku harus beli lagi, kalau beli sedikit kelihatannya kayak aneh, tapi kalau beli banyak buat apa. Terkadang beli banyak pun gak dimakan sampai kadaluarsa.

Perempuan yang memakai kerudung berwarna hitam dia adalah kasir yang sedang menscan barangku agar terlihat berapa jumlah uang yang akan kubayar. Pastinya dia berfikir kenapa dia beli disini jika hanya beli sedikit, di otakku memikirkan hal itu. Membuatku menjadi pemikir yang buruk.

Aku selalu saja ngobrol sama diri sendiri. Aku tanya, jawab sendiri. Apapun pertanyaan di otakku aku jawab-jawab sendiri, seperti peramal yang akan tahu apa yang akan terjadi. Kepalaku dipenuhi oleh pikiran-pikiran dari hal-hal yang tidak bisa aku ungkapkan. Kadang heran sama diri sendiri, bawaannya selalu negatif thinking. Padahal faktanya belum tentu sama dengan apa yang dipikirkan. Tapi emang dasar akunya aja yang selalu memikirkan kemungkinan terburuk biar gak berharap.

Bagiku, rumah dan kamar adalah tempat yang paling nyaman. Tempat dimana aku bisa mengisi kembali energi, yang banyak terkuras setelah beraktivitas. Ketika aku lebih memilih duduk dengan tenang dan mengamati sekitar, bukan berarti aku anti-sosial atau tidak ingin bersenang-senang. Hanya saja bagiku lebih menyenangkan menikmati aktivitas dalam suasana damai dan tenang.

***

Melenggak lenggokkan jalanku dengan santai. Aku bermain seperti anak kecil meloncat-loncat riang gembira. Di depanku ada sebuah garis putih di pinggir jalan dan akupun mulai berjalan diatas garis putih itu, berjalan seperti model. Aku terlihat senang tapi kemudian aku terdiam karena aku ditertawai dengan orang yang lewat. Mungkin mereka menganggapku orang gila.

Aku berhenti didepan perempatan. Menunggu lampu hijau untuk pejalan kaki. Aku melihat banyak sekali kendaraan yang berlalu lalang. Aku melihat sekitar, tidak ada orang menyeberang kecuali aku. Sekarang banyak kendaraan mewah yang lewat. Aku sangat suka berjalan karena jalan itu sehat, ibu menyuruhku untuk bersepeda tapi aku gak mau, karena aku trauma menaiki sepeda. Sepeda motor pun begitu, aku pernah masuk ke got gara-gara aku ngegas terlalu kuat, dan itu membuatku tak ingin mengulangi lagi.

BEEP BEEP BEEP

lampu hijau untuk pejalan kaki menyala dan aku mulai menyeberang. Dan diseberang sana ada seorang laki-laki yang juga ikut menyeberang, dia sedang sibuk main handphone dengan memakai headset di telinganya. Kami berpapasan tapi aku mengabaikannya, dan fokus pada jalanku.

Setelah melewati lampu merah,

"Hari ini aku mau kemana ya?" kataku bingung. Aku melihat banyak orang bisa berinteraksi dengan banyak orang. Terlalu percaya diri dengan omong kosongnya. Kenapa aku gak bisa, padahal aku juga manusia yang sama seperti mereka. 

Kadang aku berharap bisa semudah itu untuk menyingkirkan apa yang ada di kepala dan bersikap masa bodoh dengan semua masalah dalam hidupku. Aku adalah tipe orang yang tidak mau berbicara dengan orang lain sampai mereka yang ngajak ngobrol duluan. Bukan sombong, cuma kadang bingung aja mau ngomong apa.

***

Di malam hari saat turun hujan aku memasak mie yang kubeli tadi. Menunggu air mendidih. Dirumah tidak ada orang dan aku mulai takut aku langsung lari ke kamar. Membuka pintu kamar dengan keras, aku mencari handphone-ku, kucari-cari karena aku panik, aku lupa menaruh dimana. 

Akhirnya aku menemukan handphone-ku yang berada di meja belajar di bawah buku. Aku berjalan keluar kamar, pintu kubiarkan terbuka karena aku langsung lari begitu saja.

Aku kembali ke dapur. Saat aku sudah datang air sudah mendidih ku masukkan mie ke dalam panci. Sambil menunggu mie matang. Kemudian menyalakan musik sekeras-kerasnya hingga aku tidak takut lagi. Menyiapkan bumbu di piring.

Mie sudah matang aku tiriskan mienya dan di tuangkan ke piring lalu campurkan dengan bumbu. Aku sampai lupa sosis yang kubeli, karena aku terhanyut suasana musik yang membuatku lupa suasana sebenarnya. Ku iriskan sosis menjadi dua dan dijadikan topping dan kubawa ke kamar.

Kututup pintu dan aku taruh mie di meja belajar. Aku menyalakan cpu dan komputer menyala terang. Disaat aku akan makan, tiba-tiba mati lampu.

“Kenapa mati lampu juga sih!” kataku kesal. Menyalakan lampu handphone-ku, ku sinari pojok-pojok kamar takut kalau tiba-tiba ada hantu. Berwarna hitam pekat berbulu, bermata merah atau kain kafan dibalutkan di tubuh mayat dan di tali, atau rambut panjang yang kusut. Membayangkan saja membuat bulu kuduk berdiri dan aku langsung ke tempat tidur. Aku bersembunyi didalam selimut, aku sangat ketakutan sekali. Apalagi suara hujan semakin deras.

Lihat selengkapnya