My Story

Ira A. Margireta
Chapter #6

6. Sunday Night

Aku diantar Dimas untuk ketemuan dengan temanku. Kami mengadakan kerja kelompok di cafe. Kami berjalan kaki. Awalnya dia ingin mengantarku naik mobil, tapi dia berubah pikiran. Di perjalanan, tanganku digenggam erat olehnya. Mungkin dia takut kehilanganku, Jangan salah paham dulu, memang sewajarnya kalau pacaran itu pegangan tangan.

"Nanti dijemput jam berapa?" tanya Dimas.

"Gak usah, kayaknya aku pulang sore," jawabku.

"Gapapa, masa cewek jalan sendirian, apalagi punya cowok, buat apa cowoknya? buat pajangan?" kata Dimas sambil melihatku.

"Gak gitu... aku cuma takut-" kataku yang belum terselesaikan, sudah dipotong sama Dimas.

"Takut ganggu aktivitasku? sayang, kamu udah jadi prioritas aku, mau aku sibuk atau enggak, kamu yang tetap utama," terangnya.

"Ya udah, mungkin aku pulang jam 5," kataku sambil menahan senyum. Senyum kebahagiaan, akhirnya ada orang yang menerimaku dan memprioritaskan.

Langkah kaki berhenti di depan cafe. "Sudah sampai," kata Dimas. Ia seperti berat mau berpisah denganku. "Nanti hubungi aku ya?" kata Dimas. 

"Iya," kataku sambil mengangguk. Dan dia pun mencium keningku dan kembali meminta untuk menelepon.

"Iyaa nanti aku telfon," kataku. Aku melambaikan tangan dan dia pun membalas lambaian tanganku.

 

Aku masuk dan menghampiri mereka. Mereka begitu menatapku seperti orang aneh. Kemudian kembali fokus pada aktivitasnya. Aku hanya duduk sendirian tanpa ada kanan kiri orang disebelahku.

"Gimana? udah dapat belum?" kata perempuan rambut panjang bergelombang.

"Udah, tinggal nulis aja... oh ya, resumannya ketinggalan di rumah" kata laki-laki long top short sides.

"Ya udah nanti aku ke rumahmu," sahut rambut panjang bergelombang.

Aku ada dimana? siapa aku ini? aku harus bagaimana? kenapa gak ada orang yang menanyaiku? kenapa aku seperti dikucilkan? apa aku harus pulang? Kepalaku sangat sakit memikirkan hal ini.

"Covernya sudah jadi?" kata laki-laki berambut layered bowl cut.

"Yeeeaaayyyy udah jadi... covernya doang sih", semuanya ketawa kecuali aku.

"Heh! kalian pikir ini lelucon! bagi kalian aku ini patung! gue juga manusia! gue juga butuh interaksi kalian! apa kalian ini manusia? jika kalian gak mau berkelompok denganku, katakan! biar aku nggak mengharapkan kerja kelompok ini!" bentakku, dan gelas yang di hadapanku, ku pecahkan. Membuat mereka semua takut padaku.

 

TIK TOK TIK TOK TIK TOK

 

Jam berdetak yang sudah menunjukkan 4 sore, aku masih dalam kesibukan yang tak berarti. sudah 5 jam aku menunggu interaksi mereka, tapi aku seperti orang gak pernah ada di kehidupan mereka.

Tinggal 3 orang anak termasuk aku dan yang berada disini, dua orang lainnya sudah pergi karena ada urusan. Coba saja aku bisa ngomong lancar ke mereka. Inilah kesulitanku mengungkapkan perasaan kadang disebabkan oleh pemikiranku yang terlalu rumit. Segala kemungkinan serta resiko yang bisa terjadi akan memenuhi kepalaku dan akhirnya aku kesulitan mengungkapkan apa yang akan aku maksudkan.

Dddrrrttt!!! Dddrrrttt!!!

"Sudah pulang belum? aku sudah berada di depan," pesan Dimas.

"Wenda!" panggil perempuan berambut bergelombang itu. "ini kamu print ya, jangan lupa fotocopy biar anak-anak kebagian," tambahnya sambil menyerahkan flashdisk kepadaku. 

"Iya," jawabku. 

"Udah ditunggu tuh, pulang sana," pungkasnya, katanya begitu menusukku. Tanpa sepatah kata, aku berjalan pergi.

Aku berjalan sambil melamun kesal.

"Kenapa dengan wajahmu?" tanyanya yang membuatku terkejut.

"Gapapa kok," jawabku, membuat suasana baik-baik saja.

"Ada masalah? kok jawabmu seperti itu," kata Dimas, dia seperti khawatir denganku.

"Aku lapar, kita mau makan kan?" kataku dengan memberikan senyuman lucu padanya.

"Ayo!" kata Dimas sambil memegang tanganku dan mengajakku jalan-jalan.

***

Tempat bernuansa coklat muda, dindingnya yang dilukis dengan bermacam-macam lukisan. Ada banyak orang, aku tidak melihat pria tua maupun wanita tua. Semua dari kalangan anak muda. Aku gak tahu tempat apa ini. Tapi yang jelas ada banyak minuman bersoda.

"Hai," sapaan si cewek berambut lurus pirang, rambutnya sudah banyak yang bercabang.

"Sorry nunggu ya?" tanya Dimas.

"Siapa cewek di belakangmu?" tanyanya lagi, yang matanya mencari aku.

Aku disuruh duduk dan didekatku ada laki-laki berambut messy hair. Kepalaku menunduk, aku gak suka ditempat seperti ini. "Siapa namamu?" tanya rambut pirang lagi. 

"Aku.. " belum sempat selesai bicara, Dimas menyela pembicaraanku.

Lihat selengkapnya