“Aku pulang,” teriakku.
“Aku pulang duluan," kata Aril.
"Kamu gak masuk dulu?" kataku memberhentikan langkahnya
"Udah pulang," kata Ibu yang masih di dalam yang akan berjalan menghampiriku. "Siapa dia? pacar kamu?" kata Ibu yang membuatku malu.
"bukan bu!" kataku, tapi sepertinya Ibu gak percaya.
"Ayo masuk! ibu masak banyak hari ini... ayolah jangan sungkan, anggap saja rumah sendiri," kata Ibu mengejutkanku. Ingin hati mencegah, tapi Ibu sudah terlanjur memaksa Aril masuk ke dalam.
Dan rika menguap saat keluar dari kamar. Dia pun terkejut dengan kedatangan Aril.
"Kok dia bisa kesini?" tanya Rika. Entah kode apa yang diberikan Ibu, hingga membuat Rika diam.
Kami makan malam bersama, aku mengambil nasi dan lauk untuk Ibu. Tiba-tiba....
"sudah berapa lama kamu sama wenda?" tanya Ibu.
Pertanyaan Ibu membuat Aril tersedak saat makan.
"Kenapa kenapa kenapa?" kata Ibu panik. Aku memberikan Aril minum. "Pertanyaan Ibu terlalu mengganggu ya... maaf."
"Tidak apa-apa kok bu," kata Aril yang mencoba baik-baik saja.
"Omong-omong, menurutmu Wenda bagaimana?" tanya Ibu lagi.
"sudahlah Bu, sekarang waktunya makan, Ibu ngomong apaan sih!" kataku sambil melotot, mengkode ibu supaya berhenti. Namun...
"Oke, sekarang, ayo kita makan," kata Ibu senang.
Pertanyaan Ibu membuatku kesal.
Malam yang dingin, seperti berada di puncak.
Aku membawa jagung rebus yang akan kubawa keluar untuk dimakan bersama. Aku melihat Aril yang sedang mendongak ke atas.
"Makanlah, aku bawa jagung rebus," kataku.
"Makasih," balasnya.
Aku masih malu dengan perkataan ibuku, apa aku harus minta maaf?
"soal tadi..." kataku membuat dia menoleh ke arahku. "Jangan dimasukkan ke hati... Ibuku memang seperti itu, maaf," kataku menyesal.
"Memang kenapa? aku gak boleh kalau jadi imammu?" kata Aril membuatku terkejut.
"Apa maksudmu?" tanyaku.
"Kamu itu bodoh atau pintar sih?" kata Aril. "kamu masih pakai jepit rambut," gumamnya. Perkataan itu sepertinya yang bisa kudengar
"Apa?" tanyaku untuk mendapatkan kejelasan.
"Makanlah, aku gak bisa habiskan semuanya," kata Aril yang seperti ingin menghentikan pembicaraan ini.
Aku duduk disampingnya. Namun, jagung rebus lah yang memberiku jarak.
"Omong-omong, kamu... gak pernah punya teman laki -laki?" tanya Aril.
"Gak ada... dulu ada, sekarang aku gak tahu dia dimana?" kataku, yang membuat aku mengingat masa lalu.
"Maksudmu?" tanya Aril penasaran.