My Story

Ira A. Margireta
Chapter #13

13. Tak tau diri

Menurutku hal yang paling menyebalkan adalah antri, ambil makanan saja seperti antri sembako. Bisa gak sih aku mengambil makanan sendiri. Tapi, jika ambil makanan sendiri, jatah makananku diambil oleh orang lain. ini memang salahku seharusnya aku lari cepat menuju kesini. Menunggu seperti ini membuatku jenuh.

 Setelah mengantri terlalu panjang aku pun duduk di kursi yang kosong, dan aku tidak sadar jika dibelakangku ada dia. Semoga dia tidak mengetahui aku dibelakangnya.

“Aku dengar Lo dicampakkan oleh seorang perempuan."

Belum sampai sesendok makan yang akan kumasukkan ke mulut, aku sudah mendengar suara yang tak mengenakkan.

“Sudahlah, sudah menjadi masa lalu, ngapain diingetin lagi sih! toh dia juga bahagia dengan yang lain,” kata Dimas. 

“Dan juga gue denga nih dia lagi deketin cowok! Lo tau kan anak baru itu?” kata temannya 

“Yang dari jakarta itu, sombong banget dia! Gue pengen dia ikut tim basket kita, malah dianya sok jual mahal, pantes kalau mantan Lo itu suka sama dia! sama-sama sok jual mahal!” kata temannya. Ingin sekali mulutnya ku cabik-cabik. 

“Padahal Lo banyak berkorban demi dia, saat Lo kecelakaan aja dia gak jenguk,” kata temannya.

Wenda redakan amarahmu, tenangkan jangan sampai emosi (mengelus-elus dada).

 “Tanya kabar tidak, malah dia asyik bersama dengan laki-laki lain,” tambah temannya.

Apa katanya? Laki-laki lain. Memangnya aku ini murahan. Situ sendiri yang mainin perasaan cewek. Oh ya ampun, mendengar perkataan mereka aku sudah kenyang.

Aku beranjak dari kursi.

 “Mau kemana?” tanya Aril sembari memegangi tanganku, kedatangannya membuatku terkejut.

“Aku sudah selesai,” jawabku.

“Kamu belum makan sama sekali,” katanya.

Dia memaksaku untuk duduk dan makan kembali makananku, dia pun duduk di depanku.

“Mantanmu sudah punya pacar? Astaga aku gak menyangka hal itu akan terjadi,” kata teman Dimas.

“Ternyata pacarnya itu anak baru yang sombong itu!” tambah teman Dimas.

Sampai kapan ini berakhir, aku sudah tidak kuat mendengar kata persetan mereka. 

“Cepat sekali dia melupakanmu, aku pikir-pikir dia memanfaatkanmu,” kata teman Dimas.

Katanya menusukku. Apa maksudnya, aku memanfaatkannya. Ya ampun, apa aku tidak salah dengar. Hei! Dia yang memanfaatkanku, bukan aku. Seandainya aku bisa bicara didepan mereka, namun mulut ini menahanku. 

“Memangnya kenapa kalau kita pacaran, cemburu? Masih merindukan barang bekas?" kata Aril,

Sepertinya dia membelaku. Jangan Aril, jangan beradu mulut sama mereka. mereka itu titisan dajjal yang sesungguhnya.

“Cemburu? cih, atas dasar apa Dimas suka sama perempuan murahan seperti dia!” kata teman Dimas, dia membela Dimas didepanku.

 “Selamat atas hubungannya, semoga langgeng ya," kata teman Dimas.

Sepertinya dia masih ingin melanjutkan percakapan busuk ini. aku ingin sekali mengakhiri ini, gendang telingaku terasa ingin pecah. 

“Terimakasih loh ya udah didoakan,” kata Aril dengan senyum palsunya.

Kemudian dia beranjak dari kursi.

"Ayo ke kelas, bentar lagi pelajaran akan dimulai."

"Ayo," balasku.

“Dasar bocah brengsek!” kata teman Dimas membuatnya mengalihkan pandangan ke mereka.

Jangan Aril kumohon jangan. Jangan membuat kegaduhan disini, kumohon.

Dia meletakkan nampannya di atas meja lalu berjalan melewatiku. Apa ini? Jangan sampai dia membuat kehebohan.

Aku terkejut kedatangan Rika yang tiba-tiba melempari sup ke wajah mereka.

Lihat selengkapnya