Hari ini aku ingin membaca novel, tapi apa yang akan kubaca aku mulai bingung. Aku ambil buku paling atas, sepertinya terlihat bagus judulnya.
Aku melihat sebuah tangan yang mengambil buku yang akan aku ambil, kali ini dia lagi yang mengambil.
“Kamu lagi,” kataku dingin.
Aku ambil buku itu dengan cueknya. Aku berjalan meninggalkan dia. Kemudian aku duduk ditempat biasanya.
Dia mengikuti dan duduk didepanku.
Aku memfokuskan membaca, dan gak mau bicara dengannya. Aku tidak bisa fokus karenanya.
“Kenapa melirikku?” kata Aril yang membuatku terkejut, bagaimana dia tahu padahal dia fokus menulis.
“Nggak! Pede banget jadi orang,” kataku.
Kulepaskan kacamataku, ini semua salahku keseringan membaca terlalu dekat. Penglihatan buram, membuatku kesal. Dulu, waktu temanku menyapa aku, mereka mengira jika aku sombong, padahal penglihatanku buram.
Di Sekolah juga merasa diisolasi, namun Rika tetap menjadi sahabatku sampai sekarang. coba aja kalau tidak ada Rika mungkin aku bisa terkena phobia social. Tapi, sekarang aja masih sama.
Heningnya malam terlihat seperti di dalam perpustakaan ini, mereka semua fokus dengan buku yang mereka baca. Kebanyakan sma sampai perguruan tinggi. Apalagi mereka yang ingin pensiun dapat uang harus melakukan tes sana sini biar berhasil. Terlihat mata lelah di wajah mereka, namun masih memaksakan diri untuk tetap belajar. Terkadang pahit juga akan mereka rasakan dalam usahanya.
Novel ini seperti menceritakan tentang diriku, intinya kamu harus memilih diantara dua laki-laki yang sama-sama suka padamu. Dalam akhir cerita ini dia kembali ke mantan, dikarenakan dia tidak bisa move on. Jika dia terus bersama dengan orang baru dia lama-kelamaan tidak bisa melupakan kenangan dengan sang mantan, maka dari itu kembali adalah cara yang terbaik.
Apakah aku harus kembali ke mantan? Enggak-enggak, gak sudi aku balikan sama dia. Tapi, kenapa aku masih kepikiran dengannya. Kenapa aku tidak bisa melupakan setiap momen dengannya. Kenapa? kenapa tidak bisa, apa aku ditakdirkan bersamanya?
BBBRRRAAAKKK!
Kubantingkan bukuku di meja. Semua menatap ke arahku begitupun Aril dengan tatapan kagetnya.
“Maaf, saya minta maaf,” kataku.
Aku malu dilihat. Maafkan aku membuat kalian marah. Ini semua gara-gara dia.
***
Aku berjalan di gelapnya malam, hanya lampu yang mengiringi langkahku. Laki-laki itu terus mengikutiku. “sampai kapan kamu akan mengikutiku…. Aku bisa pulang sendiri, sekarang kamu pulanglah” kataku kesal.
“Kau membuatku khawatir,” kata Aril.
“Apa maksudmu? Aku bisa menjaga diriku sendiri, sekarang kamu pergi,” kataku. Aku balik badan lalu kembali melangkahkan kaki.
“Aku menyukaimu... sejak pertama kali kita bertemu,” kata Aril.
Aku terkejut begitu mendengarnya.
“Apakah kamu ingat dengan masa kecil yang kita buat?” kata Aril yang membuatku tercengang. “Pakailah jepit ini, itu akan membuatku mudah mencarimu,” kata Aril. Aku masih dibuat bingung olehnya.
“Ibumu dari awal sudah tahu, dan kami pernah bertemu saat ibumu mengunjungi makam kakek dan nenek… dia bilang kepadaku, jagalah wenda… meskipun ibumu memohon, aku sudah dari dulu mempunyai niat seperti itu” pungkasnya,
----------------------------------------------------------------------------------------
FLASHBACK
Nama Aril dulu bernama Gibran
Gibran dan aku sedang memancing ikan di danau. Kita berdua berusia 7 tahun.
“Gibran, aku sudah dapat ikannya,” kataku, yang sangat semangat. “Gibran kalah, mana hadiahnya… katanya mau kasih hadiah,” kataku.
“Iya iya, tapi kamu nanti jangan marah, aku takutnya kamu gak suka sama hadiahku,” kata Gibran sedih.
“Lihat dulu, baru aku komentar,” kataku yang gak sabar dengan hadiah yang akan dia berikan.
“Ini,” kata Gibran sambil memberikan kotak kecil. Kemudian Aku membuka kotak tersebut.
“Waaahhh, bagus banget, kamu yang bikin?” kataku yang memuji hadiahnya. Tapi, memang bagus hadiahnya.
“Kok kamu tahu?” kata Gibran.
“Aku tahulah, mana ada jepit rambut yang seperti ini,” kataku. “Kamu mau memakaikan jepit ini di rambutku?” kataku.