Angin bergemuruh cukup kencang, tak mampu mengusik keheningan dalam otaknya. Tatapannya menjurus pada sebuah cahaya remang yang berada jauh di sebrang sana.
"Woi anak pelacur."
Tetiba suara itu menghentikan lamunan Leiya. Hentakannya begitu terasa menghujam di jantung.
"Melamun kamu, habis ketindih setan ibu kamu itu ya. Malam-malam begini. Ikh, merinding aku," ucapnya seraya mengidik ngeri dan berlalu begitu saja.
"Sialan, Lo tuh yang setan!" Teriak Leiya dengan geramnya. Lantas dia berdiri sambil menutup pintu dengan emosinya.
Brak.
Saking kerasnya dorongan Leiya, kaca jendela pun ikut bergetar, beruntung tak sampai pecah.
Semua penghuni kontrakan itu berlaku demikian setelah mendiang ibu Leiya meninggal. Perlakuan mereka tak lagi sama sepeti dahulu. Dan hal barusan membuat tekad Leiya semakin menggebu untuk meninggalkan tempat itu.
"Gak bisa gue, udah gak bisa lagi gue di sini," ucapnya sembari mengobrak-abrik pakaian yang sebelumnya telah berserakan.
"Di mana sih kotak ketiga itu. Duh Bunda...," Leiya begitu frustasi, otaknya pun tak dapat menghiraukan petunjuk mendiang ibunya tentang kotak terakhirnya.