Sorotan lighting, kamera dan alat penunjang syuting lainnya masih setia menyala. Menyinari tubuh bagian kiri Alvaro Mirza Mahawir, si bintang muda yang saat ini sedang digandrungi oleh kaum hawa. Ya Alvaro sedang memerankan perannya di film layar lebarnya yang ke 3 kalinya. Sudah tak asing lagi jika nama Alvaro MM sering tampil di beberapa film layar lebar, dan sudah mempunyai beberapa album solonya.
Semenjak memenangi ajang pencarian bakat 2 tahun lalu, karir Alvaro MM berkembang pesat. Namun perkembangan itu tak selamanyaa berkembang kearah yang baik. Tak selamanya jalan lurus. Perjalanan karir Alvarro juga diikuti dengan kontroversi yang tiada henti. Alvaro dikenal artis muda dengan seribu masalah. Tak hanya tentang wanita yang dipacarinya, club yang didatangi Varo ataupun ditangkap polisi, semuanya sudah ia alami.
Varo menyeka air matanya. Berakting menangis memang tak mudah untuknya, terbukti sudah sekitar 15 menit mereka mengulang adegan yang sama. Sudah sekitar 5 kali pengulangan yang dilakukan oleh Varo.
“Aku adalah anakmu pah!” Varo meneriaki Heru, seorang aktor papan atas yang menjadi lawan mainnya.
“Anakku? Aku tidak punya anak sepertimu!” Heru sang actor senior yang berperan sebagai ayah Varo menampar pipi kanan Varo.
Varo beranjak dan mulai mengobrak abrik seisi meja didepannya penuh emosi. Sedangkan Heru meninggalkan Varo yang tengah menggambil gambarnya sendiri.
“Ya. CUT!” Teriakan dari sutradara menutup sesi syuting kali ini. Varo berdiri tegap dengan menunjukkan senyum lebarnya, menundukkan kebeberapa kru serta para aktris dan actor lawan mainnya. mmm
Kenan si sutradara kondang mendekati Varo. “Varo, banyaklah berlatih. Tak biasanya kau mengulang-ulang adegan.”
“Maafkan aku dan mohon bimbingannya Mas Kenan.” Ya sapaan hangat bagi sang sutradara ialah Mas Kenan, ia ingin terlihat awet muda walaupun usianya memasuki kepala 5.
“Pasti Varo, kalau kau mau berusaha, pasti akan bisa. Banyaklah sharing dengan actor dan aktris lainnya. Disela-sela kegiatanmu bernyanyi kau juga harus berlatih acting lagi. Ah., baiklah. Sampai jumpa.”
Varo tersenyum, “Terima kasih Mas Kenan. Akan saya terapkan sarannya.” Varo beranjak pergi menghampiri Andini, seorang manajer yang menaungi Varo.
“Gue mau pergi. Dan jangan diikuti.” Varo mengambil jaket berwarna cokelatnya.
“Kau mau kemana?” Tanya Andini seorang wanita berusia 26 tahun itu yang sudah dianggap kakak oleh Varo.
Varo menarik nafas kasar. Ia mulai mengetatkan jaketnya. “Ngga usah ikut campur bisa nggak sih kak. Yang penting tugasku kan udah selesai, syuting udah selesai kan?” Varo menggapai dompet dan kunci motornya.