‘Kosan tante Ella’
Aku membaca plang yang terpasang di sebuah rumah berlantai 3 tepat di depanku.
Ah, inilah tempat tinggalku yang baru. Senyum puas tersungging di wajahku. Bangunan bercat hijau ini sepertinya sangat nyaman untuk kutinggali. Aku lalu mengalihkan tatapan ke arah barang-barang yang menumpuk tepat di sebelahku. Sebenarnya aku sudah menyewa jasa pindahan, tapi karena kabar mendadak kalau istri si mas ekspedisi melahirkan, akhirnya aku ditinggalkan sendirian, tepat di depan gedung kos-an.
Oh iya, namaku Raisa Zahra, seorang pejuang skripsi yang sedang bertempur menuju sarjana hingga titik darah penghabisan! Semester akhir juga menjadi salah satu alasanku untuk pindah kos-an. Selain karena kosan lamaku terletak agak jauh dari kampus, penghuni kosan lamaku juga hampir semuanya berbakat menjadi penyanyi.
Ketika pagi, maka lagu dangdut yang akan menggema nyaring. Begitu sore, koleksi lagu lawas-laj yang akan terdengar. Kalau malam? Maka lagu pop yang sengaja di jedag-jedug kan lah yang setia menemaniku hingga menutup mata. Kalau seandainya ada kuis tebak lagu berhadiah mungkin aku akan keluar sebagai pemenang.
Aku memindahkan barangku satu persatu menaiki tangga. Maklumlah, hanya tersisa 1 kamar kosong disini, dan itupun berada di lantai paling atas.
"Ini kos paling yahud di kompleks sini! Gak bakal nemu deh yang sestrategis ini. Dekat dengan jalan raya lagi!"
Begitulah ucapan tante Ella, pemilik kosan dengan penampilan super nyentrik. Dalam hati aku hanya bisa bergumam, ya iyalah dekat jalan raya, ya kali dekat empang!
Siapapun yang melihat tante Ella tak akan menyangka kalau usia tante Ella sudah menginjak 50 tahun. Gimana nggak? Rambut di cat warna-warni bak ayam teletubies, tinggi semampai dengan body yang masih semlehoi. Aku aja yang masih gadis saja merasa iri saat melihat body tante Ella!
Dengan susah payah aku mengatur nafas setelah menaikkan seluruh barang. Buset, benar-benar menguras energi! Bahkan sarapan yang baru aku makan tak ada artinya karena sekarang cacing diperutku sudah mulai melakukan aba-aba, mengambil posisi untuk memulai konser. Aku bisa membayangkan hidupku kedepannya. Kalau begini sih, aku nggak perlu olahraga lagi deh. Cukup naik turun tangga kos sudah bisa membuat lemakku terbakar.
Mataku mengamati seluruh penjuru lantai 3. Hanya ada 2 kamar di lantai 3 dengan masing-masing nama terpampang di pintu kamar. Kamarku terletak di paling ujung, pas di dekat tangga. Sebenarnya aku agak keberatan dengan posisi kamar ini. Selain karena sangat jauh ke atas, posisi di dekat tangga juga sangat merugikan untukku. Alasannya karena langkah kaki orang yang lalu lalang akan sangat terdengar dari kamarku. Tapi aku akhirnya pasrah, toh hanya ada 1 kamar yang berada di sampingku.
"Okays, mari beraksi!"
Gumamku riang sambil mulai membuka pintu kos dan memasukkan satu persatu barangku.
"Pindah kosan apa pindah rumah sih? Barangnya banyak amat!"
Suara seseorang membuat aktifitasku memindahkan barang terhenti sejenak. Aku langsung mengalihkan pandangan ke arah sumber suara. Pandanganku bersitatap dengan perempuan super cantik yang sedang berdiri menyender di pegangan tangga. Matanya memandangiku dari atas ke bawah, lalu tersenyum sumringah. Sedangkan Aku? Jangan tanya, mulutku menganga lebar sekarang, rasanya aku bisa mendengar musik dan angin yang menerbangkan rambut panjang perempuan itu lengkap dengan uringan musik, persis seperti film-film India. Jujur, ini kali pertama aku melihat perempuan secantik dia, bahkan aku saja sebagai perempuan merasa betapa aku hanyalah secuil upil jika dihadapkan dengan perempuan ini.
"Lha, malah melamun, baru pindah?"