My Suspicious Neighbour

Serenade18
Chapter #6

Arbian atau Bianca

"Lo, Arbian kan? Arbian bagaskara?"


Pria itu memandang mbak Bian dengan tatapan tak percaya. Dia terus berpindah ke kiri dan ke kanan, ke depan dan ke belakang dengan mata membelalak lebar.


"Buset, Bian yang dulu macho sekarang cantik begini?"


Ucapnya histeris sambil menepuk bahu mbak Bian hingga gelato di tangannya mbak Bian yang tadi dia angkat untuk menggodaku terjatuh.


 


Tidaaakkkk!!!


Gerakan jatuh cup gelato itu seperti gerakan slow motion di mataku. Sebisa mungkin aku berusaha melakukan operasi penyelamatan gelato agar tak jatuh. Tapi sia-sia, aku kalah cepat dengan gaya gravitasi bumi. Aku menghela nafas sedih sambil menatap cup gelato yang sudah terjatuh ke atas lantai dengan posisi terbalik.


Ya tuhan! Tahu begini aku nggak bakalan bersikap malu-malu Komodo dan menolak tawaran mbak Bian tadi.


 


Aku langsung memandang galak ke arah pria menyebalkan yang berani-beraninya mencederai makanan berharga bernama gelato. Mataku memancarkan tatapan yang seakan berkata


‘Berani-beraninya kau membuat cinta hidupku bernama gelato jatuh? Ngajak gelud kau ya?'


Pria itu sepertinya menyadari tatapanku. Dia lalu mengerutkan alis bingung, sepertinya tak paham pesan yang tersirat melalui mataku.


 


"Apa?"


Tanyanya polos, seakan tak berdosa. Membuat emosiku semakin memuncak.


 


"Lah, itu gelatonya jatuh. Mas tahu nggak kalau perbuatan mas ini termasuk perbuatan tidak menyenangkan? Lagian mas udah nyakiti banyak orang juga! Bayangin ada berapa orang di muka bumi ini yang pengen makan gelato? Belum lagi yang capek ngeracik, nyiptain rasa, produsen cupnya, cleaning service yang bersihin tumpahannya. Bayangkan mas, bayangkan!"


Omelku histeris dengan ekspresi frustasi, ngos-ngosan karena terlalu menggebu-gebu.


 


Pria itu hanya terbengong menatapku, mulutnya menganga, membuat jiwa jahatku meronta-ronta untuk memasukkan cabe bencong super pedas ke dalam mulutnya sebagai aksi balas dendam akan nasib malang gelato mbak Bian.


 


"Ya maaf."


Ucapnya canggung setelah tersadar dari kecengoannya. Dia lalu menggaruk kepalanya yang aku yakin sama sekali tak gatal.


Aku masih memasang ekspresi kesal


"Emang maaf mas bisa ngembaliin si gelato ke tangan mbak Bian? Nggak kan mas? Nggak!"


Aku kembali menatap gelato itu dengan tatapan sedih. Apalagi saat seorang pelayan yang mbak Bian panggil datang dan mulai membersihkan gelato yang terjatuh. Hiks.. gelatoku yang malang. Setelah gelato tak lagi di depan mataku, barulah aku tersadar dengan apa yang pertama kali pria itu ucapkan. Bukankah tadi dia memanggil mbak Bian dengan panggilan Arbian?.


 


Aku memandang pria itu dengan mata terbelalak, menunjukkan reaksi terlambatku yang tertunda akibat gelato. Sedangkan pria itu kembali terperanjat saat melihat ekspresi terkejutku. Mungkin dia pikir aku masih kesal karena insiden gelato.


Brakk!!


Lihat selengkapnya