Malam ini entah kenapa udara terasa lebih dingin dari biasanya. Berkali-kali aku menukar posisiku, ke kiri dan ke kanan, mencoba mencari posisi nyaman. Setelah aksi guling-guling manjaku yang tak juga membuahkan hasil, dengan kesal aku mendudukkan tubuh, menggapai ponselku yang terletak di atas meja.Tak ada pesan dari siapapun di sana. Yaiyalah, aku kan jomblo, palingan pesan yang masuk kalau nggak dari operator, ya dari pinjaman online berkedok KSP alias Koperasi Simpan Pinjam. Sampai aku hafal nama KSP yang begitu rutin menawarkan kebaikan hati mereka kepadaku. Dan rata-rata isinya seperti ini : Butuh modal usaha? Atau modal nikah? KSP bla bla solusinya.
Dengan malas aku bangkit dari pembaringan, mengambil botol air mineral yang katanya ada manis-manisnya, walaupun ketika ku minum tak kutemukan rasa manis yang dimaksud. Aku memandang pintu kamar kos, menimbang-nimbang apakah aku harus nongkrong dulu di luar supaya mengantuk atau menyambangi kamar mbak Bian dan mengajaknya bergosip sampai lelah.
Tapi, mengingat mbak Bian sedang menerima kunjungan rutin dari mas-mas yang aku tak tahu siapa namanya, aku langsung menyingkirkan opsi itu. Rasanya aku ingin menarik kerah baju Cancan dan menyeretnya ke kamar mbak Bian, agar tuduhannya tentang mbak Bian yang nggak normal langsung terpatahkan. Sedangkan opsi nongkrong di balkon sampai ngantuk masih sangat sulit untuk kulakukan, mengingat jam sudah menunjukkan pukul 23.30. Aku bergidik ngeri ketika membayangkan mbak kunti and the gank yang bisa saja ikut bergabung denganku.
Mau nonton drama korea juga tak ada guna. Yang ada aku malah melek karena penasaran dengan kelanjutannya. Lagian aku sudah kehabisan stok drama. Bahkan aku terpaksa menonton trang tung tung tung, Uttaran, sinetron india favorit mamakku akibat kebingungan mau menonton apalagi. Aku mencoba membaringkan tubuhku lagi, berguling ke kiri dan ke kanan, sesekali menghentakkan kaki dengan kesal. Ayolah mata! Berhentilah banyak tingkah dan menutuplah segera! Dalam hati aku mulai menghitung domba agar mengantuk, seperti yang pernah Mr. Bean pertontonkan dalam salah satu episodenya. Tapi bukannya ngantuk, yang ada otakku malah semakin segar. Ya salam, nasib-nasib!
Akhirnya aku menyerah, memilih untuk duduk dan melangkah keluar menuju balkon. Peduli setanlah sama mbak kunti yang pada dasarnya memang setan. Entar kalau beneran muncul, aku tinggal ngajak si mbak manggil mamang sate. Biar si mbak yang beli 100 tusuk pake daun, aku tinggal makan aja. Lumayan yakan 100 tusuk, kenyang juga.
Angin malam langsung menyambut tubuhku begitu aku berdiri di balkon, memandang ke arah jalanan yang sepi dari lalu lalang kendaraan. Dengan malas aku menyandarkan kepala ke gagang pembatas dan mulai menscroll kontak yang bisa kujadikan sasaran panggilanku untuk memancing rasa ngantuk.
Baru saja aku memutuskan untuk menekan tombol panggil pada nomor Siska yang memang hobi bergadang, sebuah kendaraan terlihat memasuki halaman kos. Aku menyipitkan mata, mencoba melihat mobil berwarna hitam itu lebih jelas. Aku yakin mobil itu bukan milik penghuni kos karena baru kali ini aku lihat. Alisku berkerut saat melihat seorang wanita turun dari mobil. Kepalanya tertunduk dan tak lama seorang pria bertubuh kekar ikut turun dari mobil dan berjalan di belakangnya.
Kalau aku tidak salah ingat, perempuan itu adalah salah satu penghuni yang menempati kamar lantai dua. Namanya mbak Nina, saingan mbak Bian dalam hal kecantikan. Mbak Nina terlihat berjalan dengan susah payah, seperti setengah sadar dan setengah tidak.
Brakkk!!
Mataku membelalak lebar saat pria bertubuh kekar itu memukul kepala mbak Nina dengan keras. Tubuh mbak Nina terhuyung ke depan akibat pukulan pria itu. Tak berhenti sampai disitu, pria itu mulai menendang kaki mbak Nina, membuatnya seketika jatuh tersungkur.
Gila!
Dengan kesal aku meraih ponselku dan mulai merekam, sebagai barang bukti yang bisa kuserahkan kepada polisi sebelum turun ke bawah dan menghajar pria kekar otot tapi bertulang lunak itu. Begini-begini aku pemegang sabuk hitam tapak suci, salah satu aliran silat yang diajarkan di sekolahku dulu.