Shelyn mengetuk pintu ruang kerja papanya dengan ragu-ragu. Tak ada sahutan apapun dari dalam. Ia hendak berbalik, tetapi Pak Mulya –sekretaris papanya–memberi kode untuk masuk. Shelyn menghela napas, jari-jari lentiknya memutar kenop pintu secara perlahan. Jantungnya seketika berdebar kencang. Apa yang harus ia katakan pada Papanya?
Saat ini penampilan Shelyn awut-awutan. Rambut panjang lurus hitamnya kusut masai sementara pakaiannya basah terkena noda merah akibat tumpahan wine.
Shelyn mencoba merapikan rambutnya yang kusut sebelum melangkah ke dalam. Papanya terlihat sedang duduk di meja kerja sambil menatap layar sebuah ipad dengan khusyuk.
"Malem, Pah!" sapa gadis itu parau. Bibir tipisnya mengukir senyum semanis-manisnya.
Haikal mendongak, lantas mengempaskan ipad yang dipegangnya ke atas meja, membuat Shelyn agak terlonjak kaget.
Pria itu membelalak dan bertanya dalam nada tajam. "Skandal apa lagi ini?"
Shelyn melirik layar ipad yang masih menyala dengan kikuk. Sempat terlihat tulisan berhuruf kapital besar dan beberapa foto dirinya sedang berkelahi dengan seorang artis populer belakangan ini, Elisa –musuh bebuyutannya — di club beberapa jam yang lalu.
Shelyn merasa takjub sekali. Sebegitu cepatnya berita tersebut menyebar di dunia maya. Pasti besok sudah ada stasiun TV yang menyiarkannya.
"Can you explain this?" Haikal menggerling pada ipad-nya, tahu bahwa Shelyn sedang membaca berita online tersebut.
Shelyn diam, mau menjelaskan bagaimana pun tetap percuma karena sudah terjadi. Ia baru saja pulang dari kantor polisi gara-gara kejadian perkelahiannya dengan Elisa. Shelyn yang sedang asyik dugem bersama Rara dan Poppy – dua sahabat karibnya sejak SMA – bertemu dengan Elisa di sana, dan hal pemicu pertengkaran tersebut adalah karena Elisa pergi bersama Mikho, pacar Shelyn.
Shelyn mengamuk melihat kedua orang itu dan menampar Elisa seketika. Elisa pun balas menjambak rambut Shelyn, lalu kedua gadis itu terlibat pertarungan sengit yang membuat pengunjung lain merasa terganggu.
Shelyn tidak ingat persisnya, tahu-tahu ia sudah berada di kantor polisi bersama Elisa. Mereka berdua disuruh membuat surat pernyataan dan berdamai saat itu juga.
Pak Mulya datang kemudian, mengurus semua ganti rugi kerusakan yang mereka sebabkan di dalam club dan menyelesaikan semuanya. Sementara manager Elisa tampak tak terima artisnya di pukul begitu rupa. Ya, Elisa terlihat kacau. Ada bekas cakaran di pipi kiri dan lebam di sudut bibirnya karena ulah Shelyn. Shelyn sendiri cuma mengalami kerontokan rambut dan luka lecet di tangannya.
Manager yang biasa dipanggil Mak Susi itu, ingin melanjutkan ke jalur hukum. Namun, pak Mulya lagi-lagi handal mengurus semua pertikaian ini, hingga akhirnya Mak Susi dan Elisa mengurungkan niat mereka.
Sebenarnya, kedua gadis itu memang sudah lama tak akur. Shelyn dan Elisa selalu bersaing dalam hal apapun sejak awal semester kuliah, terutama masalah cowok. Shelyn benci karena Elisa selalu merebut apa yang dimilikinya. Sekarang Mikho pun berhasil ia curi.
"Jadi kalian berkelahi hanya karena memperebutkan laki-laki?" Haikal kembali bertanya, menyandar pada kursi putarnya.
Shelyn mengerucutkan bibir. "Bukan rebutan, tapi emang sih Elisa aja yang merebut cowok aku. Jelas aku marah, Pah."
Haikal geleng-geleng sambil menghela napas jengah. "Shelyn, kenapa kamu selalu saja bikin skandal? Apa lagi Elisa itu selebriti yang sedang terkenal. Kenapa kamu tidak bisa menjaga sikapmu? Kamu itu putri papa, seorang Menteri di negeri ini. Kalau kamu bersikap seperti ini terus? Papa akan kehilangan martabat, Sayang. Lawan politik Papa akan menjatuhkan Papa dengan mudah nanti."
Shelyn diam saja. Ucapan papanya benar, tapi Shelyn tidak menyesali apa yang dilakukannya tadi. Tidak. Karena Elisa memang pantas mendapatkannya dan semarah-marahnya Haikal, ia tidak pernah sampai membentak dan memukul Shelyn sedemikian rupa.
"Pergilah ke kamarmu. Papa minta jangan bikin skandal lagi. Lihat keadaanmu kacau begini."
Tuh, kan benar. Haikal paling tidak bisa memarahi putrinya lama-lama. Shelyn betul-betul merasa beruntung memiliki seorang ayah seperti papanya.
"Maafin Shelyn ya, Pah!" ucap Shelyn, tersenyum lebar. Lalu, berjalan menuju pintu keluar.
Haikal cuma bergumam pelan dan melanjutkan kembali pekerjaannya memeriksa setumpuk berkas-berkas di atas meja kerjanya.
Mulya yang sejak tadi berdiri di depan pintu, langsung masuk menghampiri Haikal begitu Shelyn keluar.
Shelyn memperhatikan kedua orang itu. Mulya terlihat membicarakan sesuatu pada Haikal dan Haikal mengangguk. Ekor matanya melirik Shelyn yang masih di ambang pintu. Kemudian, ia meminta sekretarisnya itu untuk segera menutupnya.
Shelyn penasaran. Kira-kira apa yang sedang mereka bahas? Ia jadi takut kalau papanya merencanakan sesuatu soal skandal yang dilakukannya. Haikal biasanya tidak akan tinggal diam jika anak gadisnya diganggu seseorang. Pria itu selalu siap sedia untuk membela Shelyn apapun yang terjadi.
***
Shelyn memarkir mobil Mercedes Benz merahnya di pelataran parkir gedung kampus. Sebelum keluar dari mobil, ia berkaca sebentar, membetulkan make up tipis yang dikenakannya. Semua terlihat sempurna. Wajahnya yang memang sudah cantik jadi semakin jelita saat ia memakai riasan. Bulu matanya yang lentik, ia beri sedikit maskara, kelopak matanya pun ditambahkan eyeliner dan bibirnya yang telah berwarna pink, ia poles dengan lipstik tipis-tipis.
Gadis itu mengambil kacamata hitam dari dalam tas branded kesayangannya. Tampil mewah dan glamour itu harus, karena sudah menjadi ciri khasnya.
Hari ini Shelyn mengenakan atasan putih polos ketat yang memperlihatkan sedikit perut langsingnya, dipadukan blazer kulit berwarna cokelat tua dan rok pensil selutut.