My Truly Destiny Part 2

Vina Marlina
Chapter #3

Chaotic

Awal tahun ajaran baru di sekolah.

Abichandra mengernyit kala melihat daftar siswa kelas dua belas yang terpampang di papan pengumuman. Menemukan namanya, Sarah, dan Zarra numplek jadi satu di dua belas IPA dua. Nama Wisnu juga tertera di situ bareng Arifin, sedangkan Chandra dan Teuku jadi tetangga sebelahnya di IPA satu.

Kok bisa? Abichandra heran.

Seingatnya, nama Zarra tidak ada di daftar siswa yang sekelas dengannya waktu dia mengintip berkas Pak Trisno, bagian kesiswaan, beberapa hari kemarin. Bukan apa-apa, tapi sebelum dipublikasikan, Abichandra memang sudah tahu duluan kelasnya di mana.

Gara-garanya Wisnu bersikeras ingin mempertahankan posisinya sebagai teman sebangku Abichandra. Jadilah Wisnu mengajaknya melobi Pak Trisno sebelum terlambat.

"Bi, alhamdulillah banget kita sekelas lagi!" Wisnu bertepuk tangan kesenangan. Sumringah. Lagaknya innocent banget seolah dia tak ingat pernah memaksa Pak Trisno menambahkan namanya di daftar siswa kemarin itu. Wisnu seharusnya ada di IPA satu, tapi dia merajuk dan merengek bakal mogok makan kalau Pak Trisno tak juga kasihan pada ratapannya.

Abichandra hanya tersenyum. Dasar Wisnu...

"Weis, kita juga sekelas lagi euy, Bi! Waduh, kok dia juga ada..." Arifin terkesiap di samping Abichandra, melihat nama Putra ada di daftar itu. Mimpi buruk Arifin jadi kenyataan!

"Mati gue!" ratap Arifin merana. Sudah kebayang olehnya hari-hari ke depannya bakal kayak gimana. Secara Putra pernah terang-terangan bilang kalau dia itu secret admirer-nya Arifin. Idih, katanya penggemar rahasia tapi kok bilang-bilang.

"Eh, tapi ada Zarra tuh, Bi! Cihuy, bakal jadi saksi drama romansa Romeo dan Juliet kayaknya di kelas entar!" seru Arifin agak terhibur, menunjuk-nunjuk daftar pengumuman. Sudah move on sepenuhnya dia.

Wisnu juga sama kagetnya melihat nama Zarra muncul. "Bi, bukannya Zarra harusnya di IPA satu?" bisiknya di telinga Abichandra, tampak kebingungan.

"Salah lihat kali kita," Abichandra berkata pelan pada Wisnu. Habisnya masa Zarra melobi Pak Trisno juga. Biar apa? Biar terus dekat sama Sarah? Oh, ya mungkin juga, sih.

"Yaaaah. Kita pisah, nih!" Chandra mengesah kecewa, tapi dia juga melafazkan syukur soalnya ada Teuku bersamanya. Lumayanlah daripada tidak sama sekali.

"Biarin. Sebelahan ini kelasnya!" Teuku menanggapi santai. "Cabut yuk, mending kita ke kantin!" ajaknya. Hari itu, mereka masih bebas dan belum efektif belajar. Akhirnya mereka pun berusaha keluar dari kerumunan anak-anak yang masih berdesak-desakan di sekitar papan pengumuman.

Di lorong menuju kantin, Wisnu tak tahu dapat ilham apa, dia malah memijit-mijit lengan Abichandra. Terasa ada tendon kecil menyembul dari sana.

"Bi, kok beda sih kamu, kayak lebih bugar gitu. Terus perasaan sebelum liburan kemarin ini belum ada," ucap Wisnu keheranan, menarik satu kain seragam di lengan Abichandra.

Abichandra tak menjawab. Dia nyengir penuh rahasia. Lumayanlah. Dua minggu intensif latihan, Abichandra merasakan perubahan pada fisiknya, tak seletoi dulu lagi.

"Wow. Lihat itu!" Wisnu terkesima mendapati lengan Abichandra tampak mulai berotot. Komentar ini memancing perhatian konco-konconya yang lain.

"Memangnya kamu ngapain liburan kemarin, Bi? Nguli?" Teuku asal bertanya. Memandangi lengan Abichandra.

"Seperti itulah kira-kira," jawab Abichandra masih betah berahasia.

Mereka masih berjalan santai di lorong kelas sewaktu melihat Lolita CS berlarian menuju lapangan. Jeritan tertahan mereka kemudian terdengar.

Lihat selengkapnya