"Kalau nanti bekas luka di muka aku nggak hilang, bikin aku cacat, gimana?" tanya Zarra agak sedih pada Abichandra, sebelum cowok itu pulang bersama kawan-kawannya dari klinik.
"Muka kamu nggak bakal kenapa-kenapa. Yang penting kamu selamat dan sehat walafiat. Kalaupun kulit barunya nggak numbuh, nggak jadi soal. Toh rekamannya udah overload di sini," jawab Abichandra keceplosan, sambil menunjuk kepalanya. "Stoknya lebih dari cukup untuk dikenang tujuh turunan."
Kontan teman-temannya riuh meledek.
"Ciyeee. Jadi selama ini di kepala kamu isinya Zarra semua, Bi? Baru tahu aku!" sambar Wisnu ngakak. Hatinya merana, tapi anehnya dia juga merasa lega.
"Hahahah. Ajigile nih anak. Kagak pernah curhat soal perasaan. Eh, sekalinya ngomong gombalnya minta ampun!" Arifin ikut bersekongkol menggoda Abichandra.
"Aw...aw...aw... Si Abi mah diem-diem menghanyutkan euy...!" kata Putra, mencubiti perut cowok itu gemas, sebelum dihentikan Bonny yang nyengir di sebelahnya.
Di dekat pembaringan Zarra, Sarah tersenyum tipis menyaksikan semua itu. Beberapa saat tadi, dia benar-benar merinding. Kesungguhan Abichandra telah menggetarkan hatinya. Akhirnya, Zarra akan selamat.
Sarah tak lagi cemburu, yang ada cuma haru. Soal perasaannya yang rumit pada Abichandra, biarlah itu hanya akan jadi urusannya sendiri.
Sementara itu di luar pintu kamar perawatan, Rey bersidekap. Bahunya tampak kaku. Dia berdiri tegak mendengarkan segala cetusan yang terlontar dalam ruangan. Senyum sinis terukir di bibirnya.
Abi… Dia pikir bisa merebut Zarra begitu saja? Bodoh! Kemarin, aku sengaja biarin Zarra pergi, tapi aku nggak akan membiarkan siapa pun menghalangi jalanku lagi. Kalau anak itu pikir semua ini cuma main-main… tunggu aja. Aku akan tunjukkan siapa yang sebenarnya pantas ada di sisi Zarra! bisik hati Rey geram. Kedua matanya menyipit penuh ancaman, memancarkan kebencian pada suara-suara bahagia yang datang dari dalam kamar.
Malam Minggu di bulan Desember 2017.
Rumah Abichandra lebih ramai dari biasanya. Saka dan Andatari pulang dari kosan. Arifin, Chandra, Teuku, dan Wisnu juga hadir menunaikan janji untuk menginap di rumah Abichandra. Reunian, ceritanya.
Berhubung tidak ada kamar kosong, Abichandra sengaja menggelar kasur miliknya ditambah stok kasur lipat cadangan di lantai. Tapi seperti layaknya remaja bujang, yang kalau sudah ngumpul bawaannya ingin begadang, mereka nongkrong di balkon depan kamar.
Arifin tengah memainkan gitar dan membawakan lagu Sunda favoritnya, "Dimana Bapa". Perluapan isi hati karena bapaknya sendiri memang sudah lama tak pulang, lantaran sedang kerja menjadi TKI di Arab Saudi.
Chandra sedang memainkan samsak taekwondo dengan hebohnya, tak peduli tempatnya sempit cuma seuprit. Alhasil, Wisnu yang duduk paling dekat dengan samsaklah yang jadi korban. Berkali-kali, kepalanya harus rela terkena hantaman samsak. Rutukannya langsung kencang terdengar, "Yang bener aja kau, Chan!"
Chandra cekakakan. Dia malah semakin semangat melancarkan tendangan.
Teuku dan Abichandra lain lagi aktivitasnya. Mereka asyik mengunyah ketan goreng buatan mama.
Andatari mengeleng-geleng melihat kelakuan para remaja itu. Dia baru saja tiba dari lantai bawah, bermaksud masuk kamar. Tetapi Arifin yang sedang bermain gitar di ambang pintu balkon, keburu menyapanya.
"Kak Tari, titip calon panganten ini baik-baik. Gawat, Kak! Kemaren dia bilang isi kepalanya Zarra semua. Jangan-jangan sebelum ujian nasional udah keburu nge-hang duluan atawa konslet gara-gara kebelet pingin nikah. Hahaha....!" kata Arifin.
Andatari menoleh kaget, tak jadi masuk kamar, malah menghampiri Arifin CS. "Eh, kok kalian udah tahu rencana si Abi?"
"Ya tahulah, Kak. Zarra nya aja udah tahu. Terus sesekolahan juga. Guru-guru, abah Rudi, bi Cucun, semuanya pada nungguin undangan katanya!" Teuku bantuin jawab.
Andatari menaikan alisnya penuh tanya, memandangi Abichandra. "Bi, katanya ngomong ke Zarra mau ditunda sampai abis ujian, takut konsen belajarnya rusak?”
Abichandra nyengir, dia akui kemarin itu memang asal jeplak. Habisnya, dia tak tega melihat keadaan Zarra. Jadi dia terbawa perasaan.
"Nanggung, Kak, hehehe. Biar Zarra dan mereka juga siap-siap!" Abichandra menunjuk teman-temannya. "Siap-siap nabung buat ngamplop yang banyak, hahaha!"
"Beres, Bi soal itu mah jangan kuatir. Tuh udah ada tukang cuci piring!" Chandra melirik Wisnu yang kelihatan bete.