My Truly Destiny

Vina Marlina
Chapter #1

Awalan Kisah


630677993651-20251109224803.jpgBagai negeri dongeng, kabut putih tebal melayang-layang menyelimuti kaki Gunung Patuha. Namun, dinginnya pagi tak sebanding dengan hawa beku yang bersarang di dada Zarra.

Perlahan, semburat kemerahan di ufuk timur kian meronakan langit, seolah hendak membujuk gadis itu bahwa hari baru telah dimulai. Bahwa di luar sana, manusia sedang mensyukuri kesempatan untuk hidup, untuk berjuang, untuk melakukan hal-hal berarti...

Namun, tidak dengannya.

Zarra, gadis bermata bulat sipit itu, masih mengenakan piyama pink Hello Kitty. Tubuh semampainya berdiri di ambang jendela lebar khas arsitektur kolonial. Menantang gempuran hawa dingin, menatap kegelapan yang mulai memudar di luar sana.

Dari kejauhan, kokok ayam jantan bersahut-sahutan.

"Dasar parasit tak tahu diuntung! Harusnya kau dan anak haram itu tahu diri. Kalau bukan karena aku, kalian pasti sudah jadi gelandangan!" Suara bariton lelaki menembus dinding kamar, saking kerasnya.

"Jaga omongan kamu, tua bangka! Ngapain bawa-bawa Zarra. Kamu lupa selama ini siapa yang ngurus si Rey? Anak dari selingkuhanmu yang bejibun banyaknya itu? Aku! Dan siapa yang kemarin mohon-mohon supaya aku mau diajak kabur ke kampung antah berantah gini, ha! Sudah pikun?!"

"Alah, banyak bacot kau! Kalau bukan karena tingkahmu yang sok pamer di Instagram, isteri sahku enggak bakalan tahu soal kita!"

"Tapi aku juga isterimu! Aku bosan harus selalu sembunyi! Aku bukan pelacur seperti ibunya Rey!"

PRANG!

Bunyi barang pecah belah terdengar. Diikuti bunyi tamparan keras dan ratapan nyaring wanita dewasa yang barusan berteriak.

Zarra, si gadis berparas oriental di dalam kamar, refleks menutup telinga. Keningnya mengernyit perih. Hatinya terasa sesak oleh tumpukan rasa sakit yang sudah terbiasa. Namun yang paling menyedihkan, dia tak punya tempat berbagi kecuali dirinya sendiri.

"Tuhan, kenapa hidupku serasa kutukan?" tanyanya lirih, di antara lelehan cairan bening yang melintasi pipi.

"Aku benci! Kenapa aku harus ditakdirkan jadi benalu? Kenapa aku harus lahir kalau hanya jadi beban?" bisik Zarra, memilukan. Menjalani kehidupan sebagai eksistensi yang tak pernah diharapkan oleh mama dan sang papa tiri, laksana neraka, baginya. Aku ingin pergi... Tapi ke mana?

BEBERAPA KILOMETER DARI TEMPAT ZARRA BERADA

Di balkon lantai dua, seorang remaja lelaki menikmati pemandangan sekitar dengan senyum lebar. Biusan kabut tipis yang berpadu dengan aroma kayu bakar di udara. Bunyi derit timba sumur, ditingkahi riuh celotehan ibu-ibu yang bersiap mencuci di jamban umum.

Semua itu begitu menakjubkan.

"Allah... nikmat mana lagi yang bisa kudustakan?" tukasnya penuh syukur, sembari menggenggam erat tongkat pel seolah-olah senjata paling berharga di dunia.

Di lantai bawah rumahnya, hiruk pikuk kehidupan terasa begitu dekat. Heboh!

DUK! DUK! DUK!

"Woooy, Sakaaa. Cepetan udah kebelet!" Seorang cewek berperawakan bongsor menggelosor ke lantai, sekuat tenaga menahan rasa mulas di perut, hanya untuk mendengar seruan bernada santai dari dalam kamar mandi. Suara salah satu adik lelakinya.

"Bentaaaar, kagok lagi sampoan!"

"Aaaaaah! Buruan! Keburu brojol entar!" Beringas, si gadis kembali menggedor pintu kamar mandi berulang-ulang.

"Andatariii, jadi cewek jangan brutal gitu, persis tarzan aja! Kalau pintunya hancur, gimana?!" seru wanita separuh baya, melongok dari dapur. "Saka, kamu juga harus kasihan sama kakakmu!"

"Ma, tempenya boleh diangkat sekarang? Sudah matang!" tanya ayah, membetot fokus isterinya.

Si remaja lelaki terkekeh mendengarkan keramaian itu. Berhubung lantai dua sudah kinclong, ia menenteng tongkat pel sambil menuruni tangga. Lalu tanpa ba-bi-bu, dimatikannya sakelar lampu kamar mandi.

"Kalau kayak gini, dijamin dia bakal buru-buru keluar, Kak!" katanya puas lalu mengajak kakak perempuannya ber-high five. Cengiran jahil terpampang nyata di bibirnya.

Andatari ketawa cekakakan, melayani ajakan si adik bungsu.

"Heh! Siapa yang matiin lampu?!" Suara nyaring Saka terdengar belingsatan panik, cibang-cibung menyelesaikan acara mandinya secepat mungkin.

Lihat selengkapnya