My Truly Destiny

Vina Marlina
Chapter #2

First Sight


Menjelang tahun ajaran baru, agenda Operasi Bersih rutin disandang oleh anak-anak OSIS. Selain memastikan kondisi sekolah kinclong maksimal, mereka juga stand by menyiapkan pernak-pernik Masa Orientasi Peserta Didik (MOPD) yang akan digelar dua hari lagi. Maklum. Beginilah takdir pengurus organisasi.

Setelah briefing singkat selama setengah jam, semua anggota OSIS pun menyebar melakoni job desk masing-masing. Pekerjaan super menumpuk, tetapi semangat juang harus lebih besar dari kelesuan.

"Gerah euy, gerah! Hareudaang! Kapankah awan di langit biru akan tergerak memayungiku? Daku dehidrasi sampai nyaris frustrasi!" Arifin berpuisi sembari mengipasi wajahnya menggunakan gunting rumput di tangan.

Cowok jangkung berambut spiky itu seharusnya merapikan petak bunga di taman depan ruang guru. Tapi dasar Arifin kreatif, di sela tugasnya ia malah iseng membuat mahkota bunga dari pucuk-pucuk krisan. Dalam waktu singkat, flower crown buatannya kini bertengger manis di atas kepala. Kemudian menggunakan gunting, ia dengan heboh mengipas-ngipas tubuhnya.

"Yaelah, mana ada anginnya kalau begitu, Fin! Ngaco kali kau, bah!" komentar Wisnu sengak. Tak seberapa jauh dari tempat Arifin jongkok, Wisnu sibuk membersihkan pelataran. Postur tubuhnya yang besar sedikit tambun, ditambah logat Medan yang berat itu sering membuat orang lain salah sangka. Padahal, hati Wisnu sehalus sutra. Sumpah. Wisnu sendiri yang bilang!

"Nyelow atuh ngomongnya, lur!" balas Arifin cuek, menjulurkan lidahnya persis anjing kehausan.

"Eh, biar cuma sekolah kecil di Bandung coret, semangat juang enggak boleh mengecil, dong!" Abichandra, si Ketua OSIS, mengutip slogan yang tertempel di sanggar. Tangannya masih cekatan menyapu lorong kelas, meski keringatnya sendiri sudah membanjiri kening.

"Luar biasa ketua kita ini. KETOS yang dulu juga enggak gini-gini amat. Biasanya cuma ngecekin on the process doang!" puji Chandra si rambut cepak, menutup cuping hidungnya rapat-rapat. Tanpa banyak protes ala Arifin, ia setia berjongkok memunguti sampah di selokan bareng Teuku yang terus menerus membetulkan kaca matanya yang melorot.

"Harus, dong. Kan buat ngasih keteladanan sama kalian-kalian!" canda Abichandra sambil menyeringai lebar. Tak memedulikan balasan serentak berupa "Huuuuuu.....!" dari kawan-kawannya.

"Tenang! Hadirin yang terhormat diharap tenang. Yang haus, silakan merapat ke kantin Bi Cucun. Ada kue kreasi Mama terbaru di sana. Enak, mantap, gurih-gurih enyoy! Harganya tetap dua ribu! Lumayan buat mengganjal lapar," Abichandra sempat-sempatnya berpromosi. "Tapi kalau mau sabar nahan laparnya, nanti siang insya Allah ada kiriman liwet party dari Mama tercinta! Yang penting beresin dulu kerjaan kita!" Dia berdeklarasi lantang di hadapan anggota timnya yang sudah terkapar kelelahan.

"Yeeeeeeees! Liwet euy!"

Semua bersukacita, terbangun dari mati surinya. Mereka sudah membayangkan suguhan lezat nasi hangat, ikan asin, tahu tempe, lalapan, dan sambal terasi. Nama Mama Abichandra, yang merupakan pengusaha katering dan kue, sudah jadi jaminan mutu.

Sarah tersenyum tipis mendengarnya. Ia sedang menyapu salah satu ruangan kelas, tak jauh dari tempat Abichandra dan kawan-kawannya berada. Sesekali, matanya mengerling sosok hangat menyenangkan yang disukai semua orang itu.

Iya, Abichandra.

Sikapnya yang rendah hati (low profile) membuatnya mudah memasuki berbagai kasta pergaulan—dari anak gaul sampai ter-culun, guru-guru, ibu kantin, hingga penjaga sekolah, semua akrab dengannya. Namun, di antara semua titel itu, ada satu yang disematkan padanya: High Quality Jomblo. Sampai sekarang belum ada satu saksi mata pun yang berhasil memergokinya sedang jalan berdua dengan seorang gadis. Sebuah rekor, bukan?

Di sisi lain, gosip itu tak pernah mati.

Di tengah kesibukan bersih-bersih, Anita, pentolan geng rumpi paling kekinian di SMA Harapan, menyempatkan diri melempar bahan gunjingan menyangkut 'dinginnya' sang KETOS ke hadapan teman-temannya.

"Jangan-jangan, si Abi teh emang enggak suka cewek?" Anita sengaja mengubah nada suaranya se-horor mungkin.

"Hus, ngaco, mana mungkin! Cowok seganteng, semaskulin si Abi tuh!" serempak semua temannya menolak percaya. Tak rela kalau asumsi itu benar.

"Ya cogan sih cogan. Tapi di zaman uedan begini apa sih yang enggak mungkin? Lagian cowok di dunia ini kan cuma ada dua jenis. Kalau enggak player ya kemayu! Kalian kira-kira sendiri aja lah si Abi masuk kategori yang mana!" tambah Anita ngotot.

Lihat selengkapnya