My Truly Destiny

Vina Marlina
Chapter #13

Camping

Jumat pagi, dua hari setelahnya...

Matahari belum berniat menampakkan diri, tetapi empat buah truk pleton sudah terparkir di pelataran dan luar gerbang sekolah. Biusan cuaca dingin ba'da Subuh membuat panitia Camping Pendidikan Dasar (CPD) dan guru-guru berkutat mencari kehangatan lewat jaket tebal, sarung tangan, dan kupluk.

Abichandra dan kawan-kawan sedang briefing sesuai ekstrakurikuler masing-masing. Selain OSIS, mereka memang merangkap jabatan di eskul yang berbeda. Arifin, Teuku, dan Chandra adalah anggota Paskibra, sedangkan Abichandra dan Wisnu merupakan senior Pramuka.

Semua warga SMA Harapan Rancabali bersiap untuk camping ke Gunung Puntang, Pangalengan, selama tiga hari dua malam. Gunung yang terkenal bersuhu dingin, berselimut kabut, dan konon memiliki nuansa mistis.

"Masuk eskul mana ya, Zarra?" Arifin kelimpungan mencari targetnya di antara kerumunan. Yang dia tahu, Zarra bukan anak Paskibra.

Zarra sudah stand by mengenakan jaket hitam tebal, celana PDL, sepatu kets, dan ransel gunung. Rambutnya terkuncir kuda. Di antara lautan manusia, keberadaan Zarra nyaris tersembunyi. Namun, mata elang Arifin berhasil menemukan incarannya sedang mengantre di truk pleton milik anak-anak Pramuka.

"Nah, itu dia," gumamnya sumringah. Arifin lalu berlari menuju kumpulan senior Pramuka, mencari Abichandra.

"Bi! Titip Neng Zarra, ye! Jangan terlalu keras nge-bintal-nya!" Arifin menepuk dada Abichandra, mewanti-wantinya.

"Loh, memang Zarra anak Pramuka, ya?" Wisnu dan Abichandra kaget. Baru tahu mereka.

"Makanya update, dong! Jangan OSIS melulu yang diurusin! Zarra baru daftar minggu ini. Karena dia anak baru, demi sertifikat, dia terpaksa harus memilih eskul juga buat ikutan CPD ini!" Sandi, Ketua Ambalan Pramuka Putra yang berwajah jutek, menerangkan dengan ketus.

Ooooh...

Tak lama kemudian, truk-truk pleton itu berjalan beriringan di jalan raya sempit, membelah pagi yang dingin dan masih sepi kendaraan. Yel-yel semangat anak-anak eskul memeriahkan sepanjang perjalanan. Di mana-mana remaja memang begitu, tak peduli akan menghadapi penggemblengan fisik dan mental, yang penting dibawa asyik saja.

Di salah satu truk, Arifin berinisiatif menggenjrengkan lagu-lagu Iwan Fals via gitar usangnya.

"Woy, Bi! Tolong kandangin dong! Kita mainkan lagu Virgoun versi koplo!" seru Arifin, melemparkan sebuah galon kosong yang langsung ditangkap Abichandra.

"Hooh, Bi! Biar makin seru!" pinta kawan-kawannya kompak.

Cuma Riki, sang Ketua DKM, yang kurang setuju mereka gegembrengan di jalan. "Gimana kalau kita kecelakaan pas lagi hura-hura gini? Mendingan banyakin zikir tau!"

"Heh, Ki, kamu ini ngomongin kecelakaan segala, kita lagi di jalan kayak gini. Seram! Lagian kan kita udah berdoa tadi!" protes Chandra, memelototi Riki garang.

Kesal, semua ikut memandangi Riki. "Huuuuu. Iya, ngerusakin suasana aja!"

"Tahu nih, Riki. Tuh, adik-adik kelas kita wajahnya pada tegang kepikiran pelantikan. Menghibur diri sedikit kan enggak ada salahnya, ya tohYa toh!" Teuku menggalang dukungan yang diiyakan kawan-kawannya.

Riki manyun mendengarnya. "Sabodolah kalau memang enggak mau dibilangin!" serunya agak BT.

"Yeeeeeeu, Pak RT ngambek!" Arifin mencibir.

"Bukan gitu. Tapi usia kan enggak ada yang tahu. Gimana kalau malaikat Izrail mencabut nyawa pas Arifin lagi modusin Anita, misalnya," kata Riki datar, memandangi satu per satu wajah kawan-kawannya. "Gimana coba pertanggungjawabannya? Memangnya kita udah siap?"

Mayoritas anak-anak memanyunkan bibir sebagai jawaban.

Abichandra menghela napas melihatnya. "Ya udah, sebentar aja ya nge-dangdut-nya, jangan berlebihan! Riki benar tuh. Kita enggak bakal tahu kapan ajal menjemput. Kita niatkan dulu gegenjrengan ini bukan dalam rangka hura-hura, tapi sekadar ice breaking! Buat menghibur adik kelas. Deal?" jelasnya. Lalu mulai memukul-mukul pantat galon.

"Deeeeeaaaaal! Iyaaaa, Biiii! Siaaaaap deh Pak KETOOOOOS!" koor semua mengiyakan, daripada harus lebih lama mendengar kultum selanjutnya.

Genjrengan pun berlanjut. Ditingkahi gebukan ember dan panci, tak disangka malah menghasilkan aransemen dangdut "Surat Cinta Untuk Starla." Semua bertepuk tangan kencang-kencang. Girang betul mereka. Para penumpang kendaraan lain sampai harus melongokkan kepala mencari sumber keributan.

"Yuhuuuuuu! Tariiiiik Maaaaang!"

"Asoy geboy!"

Pasrah. Riki hanya bisa memalingkan wajah ke arah lain. Mencoba menikmati keindahan alam di sepanjang perjalanan. Huh, dasar remaja, maunya senang-senang duluan, memikirkan sisanya belakangan!

***

Sesampainya di lokasi, anak-anak OSIS kembali menyempatkan briefing di tenda utama. Mereka memanfaatkan waktu ketika eskul lain sedang melakukan bongkar muat aneka perlengkapan dan menata ulang tenda. Beberapa anggota senior dibantu alumni sudah dari kemarin siang mendirikan tenda-tenda eskul, menginap duluan sekaligus mengamankan arena. Abichandra dan beberapa anak OSIS juga sudah bolak-balik survei ke lokasi.

Sebagai ketua penyelenggara, Abichandra serius nge-briefing.

"Tim, jangan lupa koordinasi tetap harus jalan meskipun kita udah menyebar di eskul masing-masing. Apalagi sekarang musim kemarau, dinginnya udah pasti dobel. Tetap waspada kalau-kalau ada peserta camp yang punya riwayat asma atau penyakit lainnya. Lebih baik masukkan daftar prioritas pengawasan, koordinasi sama medis dari sekarang. Sekali lagi, walkie talkie wajib hukumnya dibawa ke mana pun. Arifin, sebagai koordinator seksi acara, Sarah dan Rita di medis pusat, Wisnu koordinator logistik, Teuku dan Chandra koordinator keamanan."

"Wiiiiih, anak Pramuka putri tuh lihat, mulai beraksi! Eh Zarra juga ada di situ!" seru Chandra setelah briefing usai setengah jam kemudian. Telapak tangannya digosokkan penuh semangat melihat aktivitas anak-anak Pramuka putri di seberang tenda utama.

"Yu ah, kita samperin!" ajak Arifin ceria, berjalan duluan lintas zona ke wilayah Pramuka. Bersyukur banget bisa ditugaskan jadi seksi acara, lumayan kan bisa ngeceng dan beredar di berbagai tempat.

Wisnu, Teuku, dan Chandra setuju. Mereka sangat penasaran, akan seperti apa cewek seimut Zarra di alam terbuka.

"Enggak ikutan, Bi?" Wisnu menyempatkan menanyai soulmate-nya, tapi sang KETOS hanya menggelengkan kepala singkat, tak beranjak dari tikarnya. Ia serius menelaah ulang jadwal kegiatan acara dan mencentang poin-poin pada kertas di tangannya.

Uh, dasar si perfeksionis, batin Wisnu berkomentar, sebelum berjalan keluar tenda.

Tapi tak lama, Arifin dan kawan-kawan menyerbu tenda pleton utama membawa berita yang super heboh menurut ukuran mereka.

"Aduuuuh, kasihan Zarra!" pekik Arifin setengah berteriak, mengagetkan Abichandra.

"Itu tanah ngapain juga benjol-benjol kayak gitu kan jadi rawan bikin jatuh orang! Ini gimana sih pengurus perkemahan di sini, membahayakan pengunjung banget!" protes Wisnu geram, ngomel-ngomel tak jelas.

Lihat selengkapnya