My Truly Destiny

Vina Marlina
Chapter #15

Hot News


Para siswa-siswi dari beragam ekstrakurikuler sudah mengenakan seragam olahraga SMA Harapan Rancabali.

"Siaaaaap, priiiiit!"

"Horee! Ayo... Ayo... Ayo...!"

Suara peluit terdengar di berbagai tempat, menandakan dimulainya acara team building. Sorak sorai para peserta yang menyemangati rekan setimnya menambah gegap gempita bumi perkemahan Gunung Puntang. Beberapa saat lalu, setiap perwakilan eskul sudah mengambil undian yang berisi nama-nama permainan yang akan dimainkan.

Anak-anak Paskibra tampak sedang mengerumuni arena kolam ikan setinggi dada orang dewasa, menunggu giliran menaiki sebuah perahu dari ujung kolam ke ujung lainnya. Lucunya, perahu itu tanpa dayung, hanya dibekali seutas tali yang dibentangkan sepanjang kolam dan harus ditarik kuat-kuat agar bisa melaju.

Tiga orang anak Paskibra, termasuk Arifin, didaulat untuk mencoba tantangan lebih dulu. Seharusnya sebagai koordinator acara, dia tak boleh merangkap sebagai peserta, tetapi dasar Arifin adalah orang yang keras kepala. Dengan gesit, dia melobi Pak Endang, memohon pengecualian. Dia sadar betul, kalau nekat meminta izin pada sang KETOS, permintaannya pasti akan ditolak mentah-mentah.

"Kamu kan harus keliling arena, Fin! Gimana bisa keliling kalau kamu malah ikut main!"

Benar saja tebakan Arifin! Abichandra langsung sewot ketika melihatnya mulai menceburkan diri ke dalam kolam, bersiap menaiki tempat duduk bagian belakang perahu.

Bersikukuh meneruskan niatnya, Arifin maju terus pantang mundur. "Bi, please, deh! Tahun depan belum tentu ada acara kayak gini lagi. Pak Endang aja sudah ngizinin, santai saja kenapa. Enggak usah ribet, anggap saja ini try out!" jawabnya bandel.

Dilemparkannya baju olahraga ke tepian kolam agar aman dari basah, sebelum cepat-cepat mengenakan pelampung. Selanjutnya, Arifin meniup peluit yang terkalung di lehernya, menjadi wasit pertandingannya sendiri. Bersama rekan lainnya, dia lalu mulai mengupayakan perahu untuk melaju.

Fiuh, lumayan melelahkan ternyata! Arifin beberapa kali harus merelakan kepalanya terantuk rekan di depannya.

"Kirain talinya bakal gampang dikendalikan, tapi buset berat banget euy!" keluh Arifin sambil berteriak-teriak. Anak-anak Paskibra lainnya tertawa terbahak-bahak menonton peristiwa yang mengocok perut itu.

Abichandra angkat tangan. Dia tak mau ambil pusing menghadapi kekeraskepalaan Arifin.

Menyerah deh. Yang namanya debat sama Arifin sampai berbusa juga enggak bakal menang. Daripada pusing ngurusinnya, lebih baik keliling, putusnya.

Tak jauh dari kolam, terlihat Sarah sedang membimbing junior PMR-nya berjalan beriringan menuruni lereng di bawah jembatan. Sebelumnya ada sungai kecil mengalir di bawahnya, tapi kini sudah mengering karena kemarau. Karena itu, matras bisa dihamparkan di sana untuk pengamanan. Di tiang penyangga jembatan sudah terulur beberapa utas tali sepanjang enam meter yang diikat berbonggol-bonggol tiap dua puluh senti. Tantangannya adalah mengatasi rasa takut ketinggian. Nantinya, mereka harus menaiki tali itu dari bawah sampai ke atas jembatan.

Arena selanjutnya terletak paling dekat dengan tenda mereka. Tanah di sekitarnya sudah dibasahi air banyak-banyak sehingga menjadi lumpur pekat. Di atasnya dipasangi tiga rentetan ban bekas sepeda mengelilingi arena yang bisa ditembus tiga tim sekaligus. Mereka harus merangkak melewatinya seraya membawa bola kecil berwarna hijau, biru, dan merah untuk diambil masing-masing tim. Di ujung arena sudah disiapkan tiga buah ember kecil penampung bola-bola tersebut.

Di sini, anak-anak Pramuka tidak kalah ekspresifnya. Setelah melihat wajah dan sekujur tubuh rekan-rekan yang kebagian main duluan berubah cemong-cemong, gelak tawa merebak! Mereka saling menunjuk teman-temannya.

"Kapan lagi bisa main lumpur-lumpuran kayak gini, anggap aja lagi Agustusan!" seru seorang anak Pramuka bersemangat.

Abichandra terus berpatroli melewati kerumunan anak-anak. Bahkan anak-anak DKM yang biasanya cool pun bisa riweuh juga ternyata. Mereka asyik bermain perang-perangan di tepi hutan. Khusus arena ini, medannya sengaja diset agak luas agar para peserta bisa leluasa berlari serta berlindung di berbagai tempat. Di dada mereka terpasang karton putih untuk dijadikan sasaran tembak pistol air berwarna. Masing-masing tim harus mempertahankan bendera yang sudah disembunyikan di tempat rahasia. Siapa yang berhasil menemukan bendera lawan duluan, dialah yang menang. Sebelum pergi, Abichandra sempat melihat Riki berjoget ala Bang Jali, girang karena tembakannya banyak mengenai lawan. Gawat juga games ini, sudah mengubah orang sekalem Riki jadi tengil begitu! Abichandra terkekeh geli.

Di dekat musala, anak-anak KEPAL (Kelompok Pecinta Alam) sedang berusaha memanjat untuk mengambil bahan-bahan yang diperlukan untuk lomba memasak nasi goreng. Yang kesulitan memanjat boleh mempergunakan bantuan kursi-kursi plastik yang sudah disediakan. Lumayan, nanti hasil masakannya bisa dinikmati bersama saat jam makan siang. (Hari libur untuk tim dapur umum!) Cabai, bawang, plastik berisi nasi, kecap, dan bahan-bahan lainnya sudah tergantung manis di pohon itu. Meski arenanya seputar masak-memasak, para peserta tidak kalah antusias berlomba hingga titik darah penghabisan. Tak peduli minim pengalaman memasak, yang penting bisa dimakan dan halal!

Abichandra ikut bergembira menyaksikan pemandangan lucu di mana-mana. Ia bersyukur, karena semua teman-temannya tampak menikmati acara yang dia agendakan. Setelah puas berpatroli, dia pun mampir ke posko utama, tempat Pak Endang serta para guru berkumpul. Biasa, hendak laporan.

"KETOS masuk, KETOS! Ini Arifin ganteng, ganti!" bunyi walkie talkie dalam genggaman Abichandra. Beberapa guru menoleh, senyum-senyum mendengarnya.

Lihat selengkapnya