Wisnu baru selesai salat Zuhur. Dia keheranan melihat penampakan Abichandra yang tidak seperti biasanya. Termangu-mangu memasuki musala persis orang kesurupan.
"Kenapa si Abi?" ucapnya sambil duduk berzikir di atas sajadah.
Abichandra baru akan bersiap takbiratul ihram, melaksanakan salat sunah qabliyah Zuhur, ketika Wisnu menepuk lengannya.
"Bi, kamu mau salat pakai baju kotor begitu?" Wisnu menunjuk bagian depan kaus olahraga Abichandra yang belepotan noda lumpur.
Sungguh! Ini bukan Abichandra yang Wisnu kenal. Biasanya sahabatnya itu selalu teliti, apalagi menyangkut soal kebersihan. Jangankan beribadah, sudah pasti harus bersih dari najis. Melihat seragam terkena debu atau noda pulpen sedikit saja, Abichandra selalu ribut, gatal ingin membersihkan.
Masih seperti orang linglung, Abichandra menunduk memeriksa bajunya.
"Hmm... benaran, bajuku kotor. Pasti gara-gara Zarra sembunyi di situ. Tadi pagi kan gadis itu habis main lumpur. Ah, jadi teringat peristiwa barusan."
Setelah sadar, Abichandra menggoyangkan kepalanya kuat-kuat, bertekad menendang kenangan itu jauh-jauh. "Ah, enggak! Enggak! Enggak!" katanya keras, menggetok-getok kepalanya sendiri sebelum melengos keluar musala untuk membersihkan bajunya, meninggalkan Wisnu yang terbelalak kebingungan.
"Waduh, beneran kesurupan nih anak!" simpul Wisnu kemudian.
Beberapa jam pun berlalu.
Abichandra berdiam diri di tepi hutan, bersandar pada sebatang pohon. Kedua tangannya tersimpan di saku celana. Pandangannya memang tertuju kepada anak-anak Kelompok Pecinta Alam (KEPAL) yang berseliweran menghabiskan petang di arena perang-perangan, tetapi jiwanya mengembara ke mana-mana. Di musala tadi siang ia sudah berpesan pada Wisnu untuk selalu menghubungi via walkie talkie jika ada masalah, tapi sepertinya semua aman-aman saja. Hiruk pikuk anak-anak di arena lain masih terdengar sayup-sayup di kejauhan.
Abichandra melirik jam tangan digitalnya. Sudah pukul empat, waktunya menuntaskan acara. Seharusnya Arifin sudah mengumumkan hal itu sekarang. Firasatnya mengatakan, sahabat-sahabatnya sudah salah memahami peristiwa tadi siang.
Tiba-tiba walkie talkie di saku Abichandra berbunyi.
"Rajawali masuk, Elang di sini. Permainan di arena-arena lain sudah selesai, kecuali di arena perang. Tolong dibantu disounding-kan. Ganti!" Suara Arifin terdengar formal. Aneh sekali, mengingat anak itu biasanya iseng dan jarang serius.
Ke mana perginya Arifin yang suka bercanda itu? Abichandra meringis sedih, berusaha menegarkan diri. Sekalut apa pun perasaannya sekarang, tanggung jawabnya tetap harus diselesaikan.
Abichandra mengangkat tangannya memberi isyarat pada anak-anak KEPAL.
"Waktunya habis, guys! Kita balik ke tenda sekarang!" teriaknya lantang.
Oke. Kini saatnya menghadapi kenyataan!
Sesuai jadwal, sore ini anak-anak OSIS akan melakukan evaluasi menyeluruh mengenai acara team building. Sudah terbayang oleh Abichandra bagaimana reaksi teman-temannya. Jika Arifin saja sudah seformal itu, Wisnu pasti akan lebih dahsyat. Mengingat anak itu sangat sensitif dan mencintai Zarra.
Abichandra menghela napas panjang, menyiapkan mental menghadapi reaksi terburuk. Karena itu, begitu melihat wajah-wajah tegang dan suram sudah duduk berkumpul di posko utama, Abichandra sudah bisa menerimanya.
Teuku bersila, pura-pura asyik berselancar lewat smartphone-nya. Chandra sepertinya memaksakan senyum tapi malah terlihat seperti orang sakit gigi. Sarah menunduk di pojokan, di sebelah Rita yang menatap Abichandra datar. Arifin duduk berjongkok, mulutnya mengunyah permen karet tanpa henti sebagai bentuk protes, karena tahu Abichandra paling menentang sikap ketidaksopanan itu.
Kawan-kawan OSIS yang lain bersikap biasa-biasa saja meskipun agak kaku, tidak seperti biasanya. Entah gosip apa yang sudah mereka dengar. Omong-omong, ke mana Wisnu, ya?
"Oh iya, Bi. Si Wisnu itu minta izin enggak ikut kumpul, katanya lagi sakit perut," terang Teuku, menatap Abichandra sekilas sebelum kembali asyik memainkan smartphone-nya.
Abichandra menghela napas panjang untuk kesekian kali. Inilah salah satu mimpi buruknya, kompensasi atas kejadian tadi siang. Seandainya saja Abichandra tahu, nasibnya masih lebih baik dibandingkan Zarra.